Tujuh alasan kenapa aku benci dipanggil Miss J:
7. Nama itu semacam pengingat kalau aku punya masalah penampilan.
6. Nama itu dikasih oleh orang yang paling kubenci sejagat raya.
5. Nama itu bikin aku ditertawakan seisi kantin.
4. Nama itu bikin aku terkenal [tidak dalam artian baik] dan jadi objek mading di sekolah.
3. Nama itu membuatku dihukum seminggu.
2. Nama itu bikin cowok yang kusukai bilang aku perlu berubah.
1. Praktisnya, nama itu bikin MALU.
Bisa bayangkan penderitaanku? Aku kan sudah kelas sebelas! Bagaimana aku bisa memulai romansa SMA kalau terus-menerus dipanggil Miss J?
Call Me Miss J, Malu Gara-gara Jerawat
Novel karya Orizuka berjudul Call Me Miss J ini menceritakan tentang anak SMA bernama Azalea yang mempunyai wajah berjerawat dan memiliki rambut ikal yang megar. Lea, sapaannya, sering dijuluki Miss J karena ia jerawatan.
Banyak permasalahan yang Lea hadapi karena julukan Miss J ini. Lea merasa bahwa nama itu semacam pengingat kalau dia punya masalah penampilan. Nama itu juga diberikan oleh orang yang paling Lea benci sejagat raya. Julukan Miss J diberikan sama musuhnya di sekolah, bernama Barbie, yang juga merupakan Ketua OSIS sekaligus anak dari ketua pemilik sekolahnya.
Julukan Miss J juga membuat Lea terkenal bukan dalam artian baik dan jadi bahan di mading sekolah mengenai fakta-fakta Miss J. Nama itu bikin cowok yang disukai Lea bilang bahwa dirinya harus berubah. Intinya, nama itu membuat Lea malu. Wajahnya yang penuh jerawat membuat kepercayaan dirinya menurun drastis.
Lea dan gengnya nggak pernah akur dengan Barbie dan kawan-kawan. Setiap mereka berpapasan, pasti selalu ribut. Lea melalui hari-harinya dengan saling membalas ejekan dengan geng Barbie.
Suatu hari, Lea bertemu dengan seorang cowok super cuek bernama Raya, yang akhirnya menjadi tempat curhat Lea dan menjadi teman baik.
Sampai suatu hari, Lea harus dihukum satu minggu penuh karena Barbie. Akhirnya, Lea punya ide untuk membalas dendam dengan ikut mencalonkan diri sebagai Ketua OSIS.
Nggak hanya mengangkat cerita yang relatable sama pembacanya, novel ini juga dilengkapi buku tambahan, yaitu jurnal milik Raya. Isinya adalah segala catatan harian Raya, yang bakal ada kejutan tersendiri!
Novel ini bisa menginspirasi orang-orang yang memiliki keinginan untuk berubah menjadi diri yang lebih baik. Novel remaja ini gampang banget untuk dicerna, karena bahasanya yang remaja banget. Dijamin, kamu bakalan senyum-senyum sendiri kalau baca novel ini!
Sumber:
https://www.gadis.co.id/try-it/call-me-miss-j-malu-gara-gara-jerawat-
Call Me Miss J by Orizuka
Gila sih, baca ulang novel ini setelah 11 tahun dan tetap jatuh hati pada Raya #eh pada keseluruhan ceritanya maksudnya.Walau harus diakui pas awal baca ulang agak canggung dengan gaya Bahasa yang remaja banget.. haha
Dulu pas baca rasanya Perfect banget, karena gaya bahasanya sesuai dengan anak SMA saat itu, tapi pas baca di umur segini jadi agak malu-malu gimana gituuuu….. cheesy dan pure banget. Dalam artian, keliatan banget novel ini ditulis saat Orizuka baru memulai karir kepenulisannya. Gaya penulisannya masih sangat alami, terkesan lugu malah. Tapi dengan segala keluguannya itu, Orizuka mampu menuliskan kisah yang membuat para pembaca nya tersenyum bahagia dan enggan untuk melepaskan novel ini , sangat Orizuka sekali pokoknya.
Membaca Novel jadul (?) yang diterbitkan ulang membuat kalian paham, bahwa ada beberapa hal yang diperbaiki oleh Orizuka, ya misalnya saja Gadget Ipod atau segala nama Artis masa kini. Kalau zaman dulu rasanya hal itu ga ada, misalnya ada juga, artis yang disebutkan adalah artis yang hits tahun 2000an dulu hehehehe CMMIW
Selama membaca ini, memori gw seakan kembali satu persatu. Gw jadi inget kenapa gw suka banget sama novel ini. well karena disitu ada RAYA! Astaga, RAYA itu semacam tipe COWO IMPIAN JAMAN SMA dulu deh,,,
RAYA suka Bola
RAYA jago main Bola
RAYA kelas BAHASA!
RAYA cuek banget sama cewek
Gila! Sebagai penggemar sepakbola yang saat masa SMA juga obsesi sama kakak kelas yang anak klub bola Eh ngebuka aib sendiri plus karena cita-cita gw yang pengen banget masuk kelas Bahasa tapi ga kesampaian, sosok Raya itu seakan sempurna!
“Nggak apa apa kok. Akuin aja. Itu namanya perasaan. Itu yang bikin kita manusia”
Mungkin sebagian dari kita berpikir, ini Lea super lebay banget deh sama jerawat, tapi ya, namanya anak remaja pasti ada rasa krisis kepercayaan diri kalau penampilan nya ga sempurna. Ga usah anak SMA deh, gw yang kadang ada jerawat gede 1 – 2 biji aja udah stress berat apalagi Lea kan ya..
“ But There’s always the first time for everything.”
Lea dan temen-temennya itu menggambarkan kehidupan pertemanan anak sekolahan pada masanya sih. Gw suka sama persahabatan mereka.
Karakter Lea sendiri memang sebenarnya cukup unik, menggebu-gebu sekali, tapi ya itu lah kisah polos anak remaja SMA, belum tau aja mereka nanti kehidupan setelah SMA bakal sulit #eh
Melalui novel ini, walau dikemas dalam bentuk teenlit tapi banyak banget pelajaran yang bisa kita ambil loh. Salah satunya dengan memanfaatkan kekurangan / kelemahan untuk memaksimalkan potensi yang ada. Eh gimana maksudnya? Ya Lo baca sendiri deh ya :p
“ Hidup itu sama kayak main bola. Tanpa orang lain, lo nggak akan mungkin bisa menang. Yang ada lo hancur. “
Kalau ada yang sadar, diawal gw cerita tentang Jurnal Raya. Ada yang ngeh maksudnya apa? Karena memang di edisi sebelumnya Jurnal ini ga ada.. gw awalnya bingung sih jurnal ini maksudnya apa, secara gw agak lupa juga sama ceritanya. Eh pas baca,, ternyata….
JURNAL INI BERISI TULISAN TANGAN RAYA.. ARGHHHHH
Gila! Gemesh parah tau ga pas baca… bisa ketebak sih ini RAYA banget…
Mungkin dulu tuh kita ngarep ya ada lanjutan Call Me Miss J atau paling ga ada POV nya Raya, nah,,, kalau kalian pernah mengharapkan itu.. HARAPAN KALIAN MENJADI KENYATAAN!!!!
Di Jurnal ini, kalian bisa tau isi hati Raya dari sebelum Raya ketemu Lea dan psstt… ada lanjutan kisah Call Me Miss J juga disini, walau sedikit sih… Worth to Read Banget deh Jurnal si Raya ini,, jadi ngarep banget kisah ini berlanjut lagi T_____T
Sumber:
https://adenurmarita.wordpress.com/2018/01/05/book-review-call-me-miss-j-by-orizuka/
NUKILAN
Satu
Aku merapikan poni, lalu menatap puas bayangan diriku di cermin setinggi satu setengah meter ini. Aku tampak lumayan oke, dengan syarat tidak mengacuhkan bagian-bagian tubuh yang tak bias kuusahakan lagi, kecuali aku operasi plastik atau apa. Aku merekap penampilanku yang sudah susah payah kuusahakan sejak satu jam lalu: rambut ikal/megar sudah tercepol tinggi dengan menyisakan poni yang jatuh bebas di dahi (untuk menutupi sekawanan besar jerawat yang sedang senang membelah diri); tubuhku terbalut kemeja putih yang sudah dikecilkan sehingga membentuk S-line yang tak seberapa S (apalagi kalau diperhatikan cowok-cowok yang kelewat mau tahu), dasi hitam, jumper abu-abu yang sangat kusuka, rok lipit kotak-kotak yang juga sudah dipendekkan sehingga jatuh di atas lutut yang tak sewarna dengan bagian tubuhku yang lain (atau bisa dibilang, perbedaannya sangat ekstrem), kaus kaki putih panjang yang menutupi seluruh betisku yang hampir bertelur, dan sepatu putih Adidas yang kubeli dengan menghabiskan tabunganku seumur hidup.
Apa aku sudah menyebut kata lumayan? Well, inilah penampilan terbaik yang bisa aku “usahakan”. Aku memang sangat mengikuti arus. Maksudku, aku bukanlah seorang anak SMA yang keren, berbeda dari yang lain, yang dianggap cowok-cowok sebagai cewek yang oke ….
Aku cuma seorang anak SMA yang benar-benar biasa, yang fungsinya hanya untuk menambah jumlah cewek-cewek berambut cepol berseragam sempit dan berkaus kaki tinggi yang sudah berantakan di SMA mana pun di Indonesia, tanpa menarik perhatian siapa pun kecuali kalau aku cantik ….
Namun, aku tidak cantik. Aku biasa saja. Aku hanya pernah punya pacar sekali selama enam belas tahun hidupku, dan itu hanya cinta monyet biasa. Tanpa kesan. Tanpa kenangan. Dan, seumur hidup, aku harus berusaha melupakan bagaimana dia meninggalkanku di saat aku sedang menderita cacar air, dengan alasan aku terlihat seperti Monster Nangka. Aku bahkan tidak tahu ada monster semacam itu, padahal aku tumbuh dan besar bersama Naruto.
Namun, aku tidak jelek juga. Aku punya senyum yang cukup manis, mata yang cukup indah, walaupun keseluruhan jerawat di wajahku membuat tak seorang pun mau memerhatikan yang lain. Aku sudah berusaha sekuat tenaga soal jerawat ini dengan mencuci wajahku dengan teh setiap hari, mengolesinya dengan obat jerawat nyaris setiap aku ingat sehingga aku bisa menghabiskan tiga tabung dalam sebulan, dan melakukan serangkaian facial yang membuatku radang tenggorokan karena kebanyakan menjerit, tetapi tak satu pun berhasil menahan laju penyebaran jerawat yang sekarang jumlahnya lebih banyak dari penduduk Singapura ini.
Aku pernah menangis frustrasi suatu malam, tetapi akhirnya berhenti begitu Mama mengatakan bahwa aku hanya sedang dalam masa puber yang lebih hebat dari siapa pun. Ya, tidak ada salahnya menghibur diri. Toh, aku juga harus tetap hidup untuk melihat bagaimana masa puberku itu berhenti dan akhirnya mendapatkan kulit sehalus punya Mama.
Sekarang, aku sudah berhasil menyembunyikan sebagian besar jerawatku di balik poni dan merasa lebih baik karenanya. Ya, ya, aku tahu, tidak baik membiarkan jerawat terkena rambut yang kotor karena keringat, tetapi peduli apa, sih. Toh, tanpa bantuan poni pun jerawatku akan beranak pinak dengan sendirinya.
Aku mencoba untuk tersenyum semanis yang aku bisa, dan ternyata aku memiliki kelebihan lain yang tidak pernah aku sadari. Gigiku sangat rapi dan putih, mengingatkanku pada deretan gigi milik Natalie Portman. Aku mencoba untuk tersenyum lagi dari beberapa angle—hanya untuk memastikan gigiku terlihat bagus dari setiap sudut—sambil bergaya-gaya seperti sedang difoto. Kata teman-temanku, sih, aku fotogenik. Namun, aku tidak setuju pada pepatah yang mengatakan julukan fotogenik itu hanya untuk orang jelek yang terlihat bagus di kamera. Kalau memang demikian, apa yang terjadi dengan Luna Maya?