Selamat datang di Perkemahan Blasteran! Butuh bantuan? Mau kuajak berkeliling? Ke Rumah Besar, mungkin? Siapa tahu kau mau bertemu Chiron si Centaurus. Atau ke Gua Oracle, mendengar ramalan tentang kapan kau akan mati? Tidak? Ya sudah, kuputarkan saja untukmu sedikit cuplikan video orientasi luar biasa mengerikan menarik dari, tak lain tak bukan, Apollo yang beken (sungguh, aku tidak bermaksud memujinya)!
Omong-omong, ini aku. Percy Jackson. (Iya, cowok yang sudah berkali-kali menyelamatkan dunia.) Sekarang, kau tahu, ‘kan, kenapa kau harus membeli buku ini?
NUKILAN
NONTON BARENG
oleh Percy Jackson
Hai, Semuanya. Ini Percy Jackson. Kalian mungkin mengenalku sebagai cowok yang membantu menyelamatkan dunia dari kehancuran total—dua kali, tetapi siapa pula yang menghitung? Aku suka menganggap diriku sebagai satu lagi demigod mujur yang bisa menemukan Perkemahan Blasteran.
Jika kalian bisa membaca ini, kejutan! Kalian barangkali demigod juga. Soalnya, cuma demigod—dan segelintir manusia biasa yang istimewa, seperti ibuku dan Rachel Elizabeth Dare— yang bisa membaca tulisan sesungguhnya di sini. Bagi semua orang lain, buku ini berjudul Sejarah Lengkap Trotoar dan isinya mengenai ... sudah jelas, ‘kan?! Kalian boleh berterima kasih kepada Kabut atas topik pilihan tersebut.
Jadi, Demigod, kalian barangkali sedang dalam perjalanan ke perkemahan bersama satir pemandu kalian. Atau, mungkin kalian sudah tiba dan sedang membaca ini dalam rangka menenangkan ketegangan. Soal nantinya tenang atau tidak, menurutku peluangnya lima puluh-lima puluh.
Namun, aku melantur. (Itu sering terjadi. Aku mengidap gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Taruhan, kalian pasti tahu rasanya.) Yang mesti kujelaskan adalah cerita di balik buku ini.
Beberapa bulan lalu, Chiron—dia centaurus abadi sekaligus direktur kegiatan di perkemahan kita—dipanggil untuk menyelamatkan dua demigod yang belum diklaim dan satir pemandu mereka. (Satir itu terjerumus dalam situasi pelik—lengket, maksudku. Butuh berhari-hari sampai bulunya bersih lagi.) Pokoknya, Argus, penjaga keamanan perkemahan dan sopir paruh waktu, mengantar Chiron menjalani misi tersebut karena—coba, bisa kalian bayangkan centaurus menyetir SUV? (Bisa? Hmm. Mungkin kalian anak Hypnos dan melihatnya dalam mimpi.)— direktur perkemahan kita, Pak D (alias Dionysus, Dewa Anggur), sedang absen, maka kami para demigod tidak diawasi siapa-siapa.
“Jangan hancurkan Perkemahan Blasteran selagi aku pergi,” adalah instruksi Chiron sebelum berangkat. Argus menunjuk matanya dengan dua jari, kemudian menunjuk kami. Aksi ini memakan waktu yang lumayan karena matanya berjumlah seratus, tetapi kami paham pesannya—bersikaplah yang baik, atau awas.
Kami mengerjakan rutinitas yang biasa—latihan bertarung, latihan voli, latihan panahan, latihan memetik stroberi (jangan tanya), latihan memanjat dinding lava .... Kalian akan mendapati bahwa di sini kami sering berlatih. Kami niscaya menghabiskan malam seperti biasa juga, andaikan Nico di Angelo tidak melontarkan celetukan sambil lalu saat makan malam. Kami masing-masing menyampaikan hendak membuat perubahan apa andaikan diserahi tanggung jawab mengelola perkemahan dan Nico berkata:
“Pertama-tama, akan kupastikan agar demigod baru yang malang tidak disiksa dengan tontonan berupa film orientasi.”
Seluruh percakapan terhenti. “Film orientasi apa?” tanya Will Solace.
Nico tampak bingung. “Tahu, ‘kan ….” Dia melirik kanan kiri, kentara sekali jengah karena diperhatikan semua orang. Dia akhirnya berdeham dan bernyanyi melengking mengikuti irama “The Hokey Pokey”: “Demigod boleh masuk! Monster tidak boleh! Blasteran jadi aman, yang lain kebingungan! Berkat pembatas sihir yang melindungi kita: Kabut namanya!” Baris terakhir lagu dia beri penekanan dengan tepuk tangan setengah hati.
Kami menatapnya sambil membisu dan terbengong-bengong.
“Nico.” Will menepuk lengan cowok itu. “Kau menakut-nakuti para pekemah lain.”
“Lebih dari biasanya,” gerutu Julia Feingold lirih.
“Ah, jangan begitu,” protes Nico. “Kalian semua pernah mendengarnya, ‘kan? Lagu menyebalkan itu dari Selamat Datang di Perkemahan Blasteran.”
Tidak ada yang menanggapi.
“Film orientasi,” imbuh Nico.
Kami semua kompak mengangkat bahu.
Nico mengerang. “Maksud kalian, aku barusan bernyanyi di depan umum dan ... cuma aku yang pernah melihat film tolol itu?”
“Sampai saat ini, memang,” kata Connor Stoll. Dia mencondongkan tubuh, matanya berkilat-kilat jail. “Di mana persisnya kau menonton mahakarya sinematik tersebut?”
“Kantor Chiron di Rumah Besar,” jawab Nico.
Connor mendorong dirinya ke belakang meja dan bangkit.
“Mau ke mana kau?” tanya Will.
“Kantor Chiron di Rumah Besar.”
Annabeth Chase—pacarku yang keren, putri Athena—mengerutkan kening dengan curiga. “Connor ..., kantor Chiron dikunci.”
“Masa?” Connor menautkan jemarinya menjadi satu dan menggemeretakkan buku-buku jarinya. “Kita lihat saja nanti.” Dia menoleh kepada Harley, putra Hephaestus yang kelewat berotot untuk ukuran anak delapan tahun. “Mau ikut denganku? Aku mungkin butuh bantuan untuk mengoperasikan proyektor.”
“Proyektil! Ya!” Harley meninju udara.
“Proyektor,” ralat Connor. “Dan fungsinya hanya untuk menayangkan film. Tidak ada fitur meledak. Tidak ada fitur berubah menjadi robot pembunuh.”
“Yaaah ….” Harley merengut kecewa meski tetap mengikuti Connor ke Rumah Besar.
Kulirik Nico. “Nah, lihat apa yang sudah kau mulai.”
Dia mendengus. “Ini salahku? Kau ingin aku melakukan apa—menghentikan mereka?”
“Menghentikan mereka?” Aku menyeringai. “Tidak, Bung. Menurutku, sebaiknya kita siapkan berondong jagung.”