Merasa kesepian dalam keluarga, Bora selalu membayangkan hidupnya sesempurna drama Korea. Maka, betapa bahagianya Bora ketika bertemu Reksa. Cowok berpostur tinggi dengan hidung mancung dan gaya rambut ala aktor Korea itu sempat membuat hati Bora melayang. Tapi sayang, tingkah superjail Reksa selalu sukses meruntuhkan khayalan Bora. Membuatnya kesal setengah mati.
Untungnya ada Akas, senior idaman penuh wibawa dan kalem, yang selalu menyelamatkan Bora dari kejailan Reksa. Cowok itu nyaris sempurna. Kehadiran Akas memberikan kebahagiaan tersendiri bagi Bora.
Akan tetapi, sejak bertemu Akas, masalah demi masalah justru bermunculan. Sanggupkah Bora menghadapi kenyataan hidup dan menghapus semua khayalannya selama ini?
Hidup tidak usah terlalu memikirkan pendapat orang lain.
Mau suka atau tidak, itu pilihan mereka.
Tapi, mau hidup bebas atau tidak, itu pilihan kita.
Pohon-pohonnya indah banget, kayak lagi musim gugur. Ada kuning-kuningnya, daun-daunnya pada jatuh, lagi! Bora berseru dalam hati. Peringatan: jangan percaya semua omongan Bora! Ngebayangin pohon musim gugur persis seperti yang barusan dibilang Bora cuma akan membuahkan kekecewaan. Karena kenyataan pertama, pohon itu cuma pohon biasa yang bisa dilihat di mana-mana. Iya, sih, ada daun-daun yang jatuh dan beberapa bunga kuning kecil yang bikin pohon itu kelihatan mirip pohon ginkgo, tapi cuma dari jauh. Kenyataan kedua, pohon itu jaraknya nggak jauh dari rumah Bora. Jadi, sebenarnya pemandangan itu nggak asing sama sekali, bahkan tiap hari dia lihat. Tapi, memang dasar Bora suka berlebihan, apalagi kalau mood-nya lagi bagus kayak sekarang.
“Yong!” Bora tetap menoleh walau sudah tahu itu suara sahabatnya, Anka.
Bora berdiri diam menunggu Anka yang lagi lari ke arahnya, lalu nyengir sampai lesung pipit kirinya kelihatan. Tapi, baru beberapa detik, dia sudah mengaduh karena bagian bawah matanya ditunjuk-tunjuk Anka. “Abis nonton apa lagi tadi malem?”
“Andante! Satu episode doang, kok.” Bora nyengir makin lebar.
“Terus ngulang Do Bong Soon,” tambah Anka. Saking kenalnya sama Bora, Anka nggak perlu lagi pakai tanda tanya di belakang kalimatnya. Dia sudah tahu pasti jawabannya. Soalnya sejak drama Korea yang satu itu selesai tayang sekitar enam bulan lalu, sahabatnya ini nggak pernah bosan menonton ulang. Entah sudah berapa kali, pokoknya banyak. Anka nggak serajin itu buat menghitungnya.
“Namanya juga cinta, ya, nggak bakalan bosen. Diulang berapa kali juga gue tetep jatuh cinta sama MinMin Oppa1.Udah gitu, kan, ada panutan gue, Bo Young Eonni2.”
Anka juga paham betul alasan Bora yang satu ini. Sejak dulu dia memang suka banget sama Park Bo-young, aktris imut, cantik, yang juga jago akting. Menurut halusinasi Bora, sih, dia mirip banget sama aktris satu itu, jadilah dia ngefan pakai banget. Dan, rasa sukanya makin menjadi-jadi habis nonton Strong Woman Do Bong-soon itu. Nggak heran, sih, di sana Park Bo-young memang lucu banget.
Sudah begitu, Bora suka banget sama Park Hyun-sik, lawan main Park Bo-young yang panggilannya MinMin di drama itu. Jadilah sekarang dia lebih suka memanggil MinMin daripada Hyung Sik. Sebenarnya karakter Min Min di sana memang sesuai banget sama tipe idaman Bora. Tinggi, imut, lucu, perfect deh, pokoknya. Jelas bikin Bora nggak bisa move on dari itu drama.
“Cinta kalo bikin lo mati, buat apa?!” sindir Anka sengit. Sebenarnya ini bukan kali pertama ia menyindir Bora. Sudah sering. Banget. Tapi, nggak ada yang mempan, mental semua sama bantahan Bora.
“Nggak usah lebay juga kali, Ka. Ini buktinya gue masih sehat, kok. Ke sekolah juga nggak telat, kan?”
“Nggak sekarang, tapi nanti. Perlahan matinya. Lihat aja tuh, mata lo, udah kayak vampir!”
“Eh … gue baru tahu kalo lo udah pernah ketemu vampir.”
“Auk amat! Susah ngomong sama orang gila!”
Bukannya cemberut karena dikatai gila atau minta maaf karena udah bikin Anka kesal, Bora malah ketawa. Kayaknya puas banget bikin sahabat sejak kecilnya itu naik darah. Sejak dulu, sih, Anka memang nggak pernah menang berdebat sama Bora.
“Udah, nggak usah kesel gitu mukanya. Hari pertama MOS masa cemberut, sih!” bujuk Bora. Yang dibujuk nggak jawab apa-apa, cuma mendengkus dan lanjut jalan.
Ini memang hari pertama mereka mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS), dan itulah sebenarnya alasan mood Bora bagus banget. Sejak kali pertama ngalamin di bangku sekolah menengah pertama, dia jadi suka banget sama MOS. Maka, kali ini dia pun sudah menanti-nantinya. Menurut Bora, MOS adalah masa-masa paling menyenangkan buat cari pengalaman baru, merekam adegan-adegan yang bisa jadi bahan khayalan tiap hari.
“Eh, Yong, nanti gue manggil lo apa? Bora aja?” Anka berhenti tepat di depan sekolah baru mereka dan memastikan itu sebelum masuk.
“Nggak usah, lah, tetep panggil Bo Yong aja,” jawab Bora mantap.
“Yakin? Lo nggak malu?”
“Lho kenapa emangnya? Nama Bo Yong bagus, kok, lagian itu juga bagian dari nama lengkap gue, kan.” Bora sempat nyengir sebelum akhirnya menggeret Anka melewati gerbang dan masuk ke sekolah.
“Yong, lihat, tuh!” Anka menyenggol lengan Bora dengan siku, lalu mengedikkan dagu ke depan.
Bora mengangkat wajah dan berpaling ke arah yang ditunjuk Anka. Di depan sana, lewat cowok ganteng, tinggi, mancung. Rambutnya berponi full menutupi jidat. Persis muka aktor-aktor yang sering seliweran di drama Korea. Dan, entah dari mana asalnya, bunga-bunga sakura mulai turun satu per satu di sekitar cowok itu. Cahaya tiba-tiba datang dan bikin sekujur tubuh cowok itu bersinar-sinar. Lalu, lagu “Heartbeat” yang jadi soundtrack Strong Woman Do Bong-soon terputar tiba-tiba. Indah banget! Ah! Persis adegan drama! Dia harus kenalan sama cowok itu!
Semua murid yang berkumpul di lapangan buat upacara pembukaan MOS saling menanyakan nama dan informasi dasar lain. Bora tentu nggak mau ketinggalan. Dari awal masuk, badannya sudah lincah ke sana kemari. Tujuan awalnya, sih, buat mencari cowok tadi, tapi sekalian juga ngobrol sama gerombolan anak di satu tempat, lalu pindah ke tempat lain. Dan, selama itu, Anka digeret untuk ikut ke mana pun dia pergi.
“Nama lo Bora Yovanka, tapi panggilannya Boyong? Dari mana asalnya?” tanya semua orang yang diajak kenalan sama Bora.
Dengan penuh keyakinan, Bora mengeluarkan buku kecil yang sudah disiapkan dari rumah. Tampaknya dia sudah memprediksi kejadian ini dan sudah menyiapkan semua dengan baik. Buktinya setiap ada yang bertanya, Bora tinggal menunjukkan buku kecil itu. Di dalam sana terdapat tulisan persis kayak gini: Bora Yovanka = Bo Yonk = Bo Yong.
Tiap selesai menunjukkan tulisan nama panggilannya, Bora selalu dapat salah satu dari dua respons ini: diketawain atau ditatap aneh. Bagi Bora, sih, nggak masalah, kan tiap orang punya hak berekspresi. Dia juga kayak gitu. Dia juga berhak minta dipanggil kayak gimana pun ke orang lain, dan pastinya, dia berhak mengkhayal. Jadi, prinsipnya, hidup nggak usah terlalu memikirkan pendapat orang lain. Mau suka atau nggak, itu pilihan mereka. Tapi, mau hidup bebas atau nggak, itu pilihan kita.
Dari semua anak yang cuma berekspresi ala kadarnya, akhirnya ada satu yang menanyakan alasan Bora memilih nama panggilan itu. “Karena gue suka banget sama Park Bo-young. Mirip, kan?” jawab Bora pede.
“Banget!” sambar seseorang di belakang Bora.
Sontak Bora menoleh. DAN, TERNYATA ITU COWOK YANG TADI! Dia bilang gue mirip banget sama Park Bo-young, O-EM-JI! Langsung panggil Yeobo aja apa, ya?! Bora histeris dalam hati. Kebayang di benaknya dia sudah jejingkrakan jungkir balik karena omongan cowok itu.
“Pas masih janin, mirip banget, asli,” lanjut cowok itu, membuat mata Bora hampir keluar dari tempatnya.
Bora kesal setengah mati melihat alis cowok itu naik setengah sambil kasih senyuman, yang harusnya manis banget kalau dia nggak nyebelin. Ya Tuhan, ganteng-ganteng, kok nyebelin! Bora menggerutu dalam hati. Jadi, pelajaran baru hari ini: jangan percaya sama penampilan karena bisa sangat menipu. Nyatanya cowok ganteng ala-ala drama Korea yang dilihatnya tadi berhasil bikin Bora naik darah gara-gara khayalan drama di otaknya amburadul!