Edisi spesial donasi Every Tree In Between Rp 10.000
Persediaan terbatas!
SINOPSIS
Dear diary,
Tidak ada lagi jalan untuk kembali.
Akankah ada beruang di dalam tenda kami? Akankah kami merindukan Ben dan Jer setiap hari? Akankah kami jatuh sakit di negeri yang tidak kami kenal? Akankah ada momen yang memaksa saya untuk menggunakan pepper spray? Akankah kami melihat unta di Turkmenistan? Akankah kami menemukan air di pegunungan Pamir? Akankah turun salju? Akankah ada hari yang saya sesali?
Akankah pundak saya cukup kuat untuk memikul seluruh pengalaman dan pelajaran yang saya temui?
Ya Tuhan, biarkan kami bertualang, merasa kagum, biarkan hati kami terpecah belah sehingga kami dapat belajar arti menghargai yang sesungguhnya. Ya Tuhan, kuatkanlah keyakinan akan harapan dan mimpi kami, jadikanlah nyata. Biarkan kami menemukan kepercayaan di tengah keasingan dan ketidaktahuan yang jauh dari rasa nyaman. Ya Tuhan, tuntunlah kami pulang dengan aman.
Dear diary, dalam setiap putaran pedal yang kami kayuh dari Belanda menuju Indonesia, saya akan berbagi kepadamu segala sesuatu yang ada di antaranya.
Saya berjanji,
Marlies
Suatu hari saya membaca bahwa banyak orang percaya hidup mereka cukup menarik untuk dijadikan novel. Saya rasa orang-orang itu benar, dan saya rasa saya bukan salah satu di antara mereka. Saya tidak merasa hidup saya cukup menarik untuk dijadikan novel. Yang membuat hidup seseorang menarik itu bukan hal-hal yang terjadi dalam hidup seseorang. Saya rasa, apa yang kalian pikirkan lah yang membuat sesuatu menjadi berharga. Ini alasan yang membuat beberapa orang merasa sedih ketika mereka akhirnya menikmati liburan panjang (kadang termasuk saya juga). Dan hal yang sama terjadi buat orang yang mendadak menangis ketika tiba-tiba ada kepik hinggap di tangan mereka (ini jelas saya).
“It is not the moment that is unforgettable,
it is the mind you have with it that makes it memorable.”
Buku ini bukan hanya tentang apa yang terjadi dalam perjalanan kami: bersepeda dari Belanda ke Indonesia. Saya tidak akan memberi tahu bagaimana kami bersepeda dari A ke B menuju Indonesia. Saya juga tidak akan membagikan itinerary atau hal-hal praktis lainnya. Saya akan membagikan pikiran, ide, keraguan, air mata, tawa, dan rasa ingin tahu saya sepanjang jalan, yang terangkum dalam pengalaman kami. Oke, mungking juga beberapa hal yang praktis. Supaya kalian bisa mengalami perjalanan ini seperti sedang mengayuh sepeda kalian sendiri.
-
Mengapa Everything in Between?
Kami tidak yakin apakah ini yang kami mau. Bekerja dari Senin sampai Jumat, dari pukul 09.00 sampai pukul 17.00, selama sisa hidup kami. Terjebak dalam perlombaan tikus di sekeliling kami.
Ada sebuah kalimat klise yang berbunyi “Traveling is not about the destination, but about everything in between [Perjalanan bukanlah tentang destinasi, tetapi tentang semua hal yang terjadi di antaranya]”. Ya, begitulah yang ada di pikiran kami!
Saya dan Diego bertemu di Jakarta pada 2013 saat kami sama-sama mengikuti perlombaan lari. Sejak itu kami pergi bertualang bersama. Dari road trip sampai perjalanan dengan sepeda. Dari lari, mendaki, hiking, sampai berkemah di alam bebas. Dari kecintaan kami pada olahraga hingga alam, dan segala hal di antaranya, kami mulai saling jatuh cinta.
Suatu hari, kami bercanda bahwa saya bisa saja bersepeda ke Jakarta. Kami menamakan perjalanan kami Everything in Between: karena ini adalah cara terbaik untuk menemukan semua yang ada di antara dua negara asal kami.
Tentu saja, banyak hal terjadi sebelum kami membuat keputusan untuk melakukan perjalanan bersepeda ini. Kami melakukan perjalanan bolak-balik untuk bisa bersama. Saya tinggal, bekerja, dan belajar di Jakarta demi bersama Diego. Pada akhirnya Diego memutuskan untuk pindah ke Belanda. “Karena aku sudah menghabiskan 1/3 hidupku di tempat yang sama,” ujarnya. Sejujurnya, setelah perjalanan ini selesai kami belum tahu di mana kami akan tinggal dan bagaimana (atau seandainya) kami akan terus bersama.
Saya mempunyai bisnis sendiri sebagai guru bahasa dan copywriter lepas. Diego bekerja di bagian logistik di perusahaan furnitur milik kakak ipar saya. Sepertinya hebat, kan? Pasangan muda, saling jatuh cinta, akhirnya bersama, dengan semua kemungkinan di dalamnya. Namun sebenarnya susah. Susah bagi Diego untuk beradaptasi dengan kehidupan orang Belanda. Susah buat saya untuk membuat Diego merasa betah. Kami tidak yakin apakah ini yang kami mau. Bekerja dari Senin sampai Jumat, dari pukul 09.00 sampai pukul 17.00, selama sisa hidup kami. Terjebak dalam perlombaan tikus di sekeliling kami.
Dengan perjalanan ini, kami ingin mengambil jeda sejenak dari kehidupan kami yang sibuk, untuk mencari tahu yang sebenarnya ada di luar sana. Dengan bersepeda, dari 1 hari ke hari berikutnya, untuk menjelajah, supaya kami lebih menyadari sekeliling, dan menemukan jawaban tentang kami.
Perjalanan kami ini juga punya tujuan lain, tidak hanya untuk memuaskan keingintahuan kami. Kami bersepeda sekaligus menggalang dana untuk amal. Karena tidak bisa memilih hanya satu jenis amal yang terpenting buat kami, kami memilih tiga: untuk sesama manusia, binatang, dan pohon. Lebih jelasnya: untuk anak-anak hebat di Yayasan Lestari Sayang Anak, untuk para relawan luar biasa di Jakarta Animal Aid Network, dan untuk para idealis yang realistis di Kebun Kumara.
Kami ingin melakukan perjalanan di bumi ini secara bertanggung jawab, mencari inspirasi baru, dan menginspirasi orang lain. Menginspirasi orang-orang untuk tidak sekadar mencari ya, tidak, kiri, kanan, atas, bawah, lebih, lebih cepat, atau lebih besar: tetapi untuk semua hal di antaranya yang benar-benar berharga.
Salam,
Marlies
-
Hal-Hal yang Sudah Kami Perkirakan
Kami mengharapkan perjalanan ini adalah segalanya kecuali yang sudah bisa kami duga. Sebab, kalau ada satu hal saja yang saya pelajari dari traveling, segala hal selalu berjalan persis seperti yang tidak kamu rencanakan.
Beberapa hal yang kami duga akan susah bagi kami, misalnya:
tidak mempunyai rumah;
kangen keluarga dan teman (kami sangat bersyukur keluarga kami bisa berkumpul untuk kali pertamanya, tepat sebelum kami berangkat dalam perjalanan ini);
kangen tikus peliharaan kesayangan kami, Ben dan Jer;
melintasi gunung dengan sepeda;
tidak makan piza dari La Pineta selama setahun;
bahasa selain Belanda, Inggris, Dunglish (campuran Belanda dan Inggris), Singlish (campuran Singapura dan Inggris), dan Indonesia;
tidak mandi dua kali sehari (saya sungguh peduli pada lingkungan, tetapi hanya ini satu-satunya kebiasaan buruk saya yang … well … buruk untuk lingkungan);
tidak mandi satu kali dalam beberapa hari;
atau bahkan sekali dalam 1 minggu!;
membuat api ketika hujan;
ceroboh bersepeda;
beruang masuk ke tenda; dan
zzzzzzzzz (nyamuk)
Sementara, hal-hal yang kami duga akan menakjubkan antara lain ada di buku ini!
-
When You Are Made for It
I get to see one of a kind places around the world. Everyday is a surprise, I never know where they take me. The views they show me, wow. Even though I have a heart of steel, I warmly embrace the ways guiding me to the sun. Or the ones to snowy mountains, I love it too.
I can go pretty fast, day after day. I almost never get tired. Even when I only can go so slow, I never give up. Continuously rolling around, making the same loop after the same loop. I tend to not to notice the small changes around me anymore. What I do notice is the other road looking smoother. Why is that?
When things seem to go well and fast, I still have to avoid obstacles to hold it together. I meet many of my kind along the way, though, I can feel lonely. Sometimes it is just too heavy, too much weight on my shoulders. But the weight I carry is not only a burden to me. There is plenty of perks of being me.
I guess after all this time, I should tell you something about ups and downs. They are inseparable connected to each other, always. And that is something to accept.
When I am tired, they lay me down. When I have issues, they have a look at me. When I need a repair, they fix me and give me a rest. And then I realize: I can do this, because I am made for it.