Rasanya lelah.
Terus berjuang tanpa ada timbal balik.
Rasanya putus asa.
Terus tersenyum, tapi aku bukan alasanmu tersenyum.
Tapi, aku bisa apa?
Arsenio Abrisam. Dia cowok paling sempurna di mataku. Kami emang udah pacaran sejak kelas X di SMA Nusa Cendekia. Tapi, sikap baiknya selama ini kayak udah SOP, datar. Seolah-olah dia cuma menjalankan kewajiban sebagai pacar. Aku bingung. Apa cuma aku yang punya perasaan cinta? Atau, apa mungkin dia jenuh sama aku? Sebenernya aku masih pengin pertahanin hubungan ini. Tapi, mana bisa cinta bertepuk kalau hanya salah satu yang berjuang?
Apa aku salah mencintai cowok dingin seperti Arsenio dan bertahan hampir 3 tahun? Sementara itu, jelas-jelas ada cowok lain bernama Erlan yang lebih perhatian. Mungkin aku bisa mengelabui orang lain. Tapi, gimana dengan hati ini
Libur setelah penerimaan rapor semester satu telah usai. Lavina, cewek 18 tahun, berkulit putih dengan rambut hitam dikucir ekor kuda, sudah berdiri di depan sekolahnya. Jam di tangannya menunjukkan pukul enam lebih dua puluh menit. Dia menggendong tas berwarna pink kesukaannya, tersenyum lebar menatap pintu masuk dengan hati berdebar. Berharap segera bertemu sang kekasih hati yang tak dia temui selama liburan.
Dengan langkah ringan, Lavina memasuki halaman SMA Nusa Cendekia (Nuski). Sekolah dengan gedung tiga lantai dan dominan warna krem itu sudah ramai pada hari pertama masuk. Sesekali ia menyapa siswa yang dia kenal dan memberikan senyum andalan selama perjalanan ke kelasnya di Lantai 3.
Melihat lapangan basket, Lavina berhenti. Matanya mengarah ke lapangan, tempat anak-anak bermain basket. Melihat pemandangan seperti ini mengingatkan Lavina pada kenangan indahnya saat kali pertama mengenal Arsenio Abrisam. Cowok yang sudah setahun ini menjadi kekasihnya. Cowok yang menurut Lavina memiliki wajah mirip member boy band kesayangannya, Sehun EXO. Cowok dengan tinggi badan 178 cm, rambut model quiff, dan selalu memakai jaket warna hitam. Kontras dengan Lavina yang menyukai warna pink. Dia mengenal Arsenio kali pertama saat MOS. Lavina dihukum di lapangan basket karena lupa membawa topi. Ah, mengingat itu membuatnya senyum-senyum sendiri.
“Pakai,” Arsenio memakaikan topi miliknya di kepala Lavina yang tengah dihukum, duduk bersila di depan ring basket.
“Ini kan topi lo,” Lavina menengadah pada Arsenio yang notabene belum dia kenal. “Hei, ini topi lo.”
“Buat lo,” balas Arsenio.
“Makasih. Nama lo siapa?”
Arsenio memperlihatkan kalung yang berisi data diri.
Nama: Arsenio Abrisam
Kelompok: Naga putih
Moto: Talk less do more
“Gue Lavina,” seru Lavina.
Dia mau memperkenalkan diri lebih banyak, tapi Arsenio sudah lebih dulu pergi begitu saja tanpa berminat mengenalnya lebih jauh. Sejak peristiwa itu, Lavina jadi berdebar setiap melihat Arsenio.
“Woi, pagi-pagi udah ngelamun. Pakai senyum-senyum sendiri pula. Mikirin apa lo?” seru Lolita Adeeva, teman Lavina sejak SD.
“Biasa aja, sih. Kaget tahu!”
“Sorry. Habis gue lagi semangat banget.”
“Kenapa?” tanya Lavina.
“Semangat akhirnya bisa ketemu temen-temen lagi.”
“Kalau gue semangat karena bisa ketemu Arsenio lagi.”
Lolita menatap Lavina dengan alis bertaut.
“Memang selama liburan kalian nggak ketemu?”
“Nggak. Arsenio kan ke Jogja, liburan.”
“Halo ... memang selama liburan dia full di Jogja? Kapan lo sadar sih, Lav?”
“Gue sadar kali.”
Gemas! Lolita menyentil kepala Lavina.
“Gue sentil lo biar sadar. Pacaran itu timbal balik, bukan berat sebelah kayak lo. Berapa kali gue bilangin, masih aja lo nggak paham-paham.”
“Ih, diem, deh. Jangan ceramah pagi-pagi. Bikin mood gue jelek aja.”
“Ini anak, dibilangin ngeyel. Kayak nggak ada cowok lain aja.”
“Cowok lain banyak, tapi Arsenio cuma satu,” balas Lavina, tersenyum lebar dan bikin Lolita geram.
Senyum Lavina melebar, semakin memperlihatkan lesung pipitnya saat melihat sosok cowok tinggi dengan jaket hitam, tas abu-abu, dan sepatu Adidas hitam berjalan santai menuju lift.
“Gue ke sana dulu,” ucap Lavina, lalu lari tanpa menunggu jawaban Lolita.
“Arsen .... Arsenio ...,” panggil Lavina berulang kali, tapi Arsenio tetap berjalan seolah tak mendengar. Hingga akhirnya pintu lift tertutup lebih dulu sebelum Lavina sampai. Lavina menghela napas kesal, tak sempat mengejar Arsenio.
“Lo ngejar Arsen?” tanya Lolita yang sudah menyusul Lavina.
“Iya, tapi gue panggil nggak denger, malah keburu masuk lift.”
“Palingan dia pura-pura nggak denger,” balas Lolita sembari menekan tombol naik.
“Nggak mungkin.”
“Kalau dia pura-pura bagaimana?”
“Eggak mungkin, Lol. Arsen itu nggak seburuk pikiran lo. Dia itu baik, tahu.”
“Gue tahu dia baik, tapi dia nggak cinta sama lo.”
“Terserah, deh. Pagi-pagi bikin mood gue rusak aja lo.”
Pintu lift terbuka, Lavina dan Lolita masuk. Mereka mundur ketika Rangga, kapten futsal sekolah, masuk bersama rombongannya.
“Hai, Lav,” sapa Rangga saat melihat Lavina.
“Hai,” balas Lavina dengan senyuman.
Lolita menyikut Lavina memberi isyarat mata.
“Pacar orang,” balas Lavina dengan gerakan mulut tanpa suara.
“Gue nggak nyuruh lo gebet dia. Lihat aja, lumayan buat pemandangan pagi-pagi,” bisik Lolita.
“Hih! Rangga kan temenan deket sama Arsen. Lagian, cakepan Arsen.”
Bagi Lavina, Arsen adalah cowok paling sempurna. Membayangkannya saja sudah membuat Lavina salah tingkah.
Tepat ketika pintu lift terbuka di Lantai 3, Lavina langsung menyerobot keluar. Meninggalkan Lolita di belakang. Dia ingin segera mengejar Arsenio. Lavina lari hingga hampir terjatuh di depan kelas Bahasa. Untung Lavina sigap sehingga dia bisa berdiri tegak lagi.
“Arsen!” panggil Lavina sembari kembali lari.
“Arsenio ....” Akhirnya, Lavina bisa meraih tas Arsenio.
“Ya?” Arsenio melepas headset di telinganya.
“Oh ... pantes aku panggil nggak noleh-noleh. Aku manggil kamu dari tadi,” napas Lavina memburu.
“Maaf, ada apa?”
“Nggak ada apa-apa, sih, cuma manggil aja,” jawab Lavina bingung.
Ya, pertanyaan Arsenio membuatnya berpikir keras. Padahal, tak butuh alasan untuk menyapa kekasih, bukan?
“Ya sudah, aku masuk dulu.”
“Tunggu.” Lavina menarik jaket Arsenio.
“Apa?” tanya Arsenio dengan wajah superdatarnya.
“Kamu nggak kangen aku?” tanya Lavina percaya diri.
Arsenio menoleh ke sekitar, beberapa pasang mata melihat ke arah mereka. Arsenio pun hanya mengangguk sekali. Namun, itu berarti luar biasa untuk Lavina. Dia mengulum senyum, menggigit bibir bawahnya, dan pipinya merona hanya karena anggukan kekasihnya.
Testimonial
“Dari awal baca deskripsi cerita, aku, tuh, udah jatuh cinta banget sama cerita Lavina. Cerita ini, tuh, bikin aku geregetan sendiri sampai aku guling-guling di kasur. Ceritanya menarik dan unik. Yang paling aku suka banget dari cerita ini yaitu ada puisi-puisi dan quote-quote yang bikin aku termotivasi.”
—@zellca5, pembaca Lavina di Wattpad
“Kisah anak remaja yang nggak menye-menye. Aku suka banget, Lavina dan Arsenio couple goals menurutku. Kak Ai membuat aku hanyut dalam setiap lakon di cerita ini. Berasa beneran aku ada di sekitar para tokoh dan menikmati kisah SMA mereka di SMA Nusa Cendekia secara langsung. Cerita ini simple tapi keren banget, bikin gagal move on.”
—@Vicachuuu, pembaca Lavina di Wattpad
“‘Jatuh hati itu seperti melihat bunga sakura berguguran. Berwarna merah jambu dan senyum bertebaran. Meski ini kali kedua. Aku yakin aku akan jatuh hati berulang kali. Dan, itu hanya padanya.’ Menurutku puisi ini mewakili kisah Lavina. Karena dalam ceritanya ada tawa, senyum, dan keceriaan seperti festival Hanami, dan tangis meski bunga sakura jatuh berulang kali, ia akan tumbuh kembali pada pohon sakura.”
—@Yulianiidewi28, pembaca Lavina di Wattpad
“Udah nggak heran, Kak Ai selalu nyiptain karakter cowok yang selalu bikin mupeng. Begitu pun Arsenio di cerita Lavina hingga mampu membuat jutaan readers baper parah. Penyuka teenfic dengan kisah cheesy yang manis, bonus kandungan lengkap antara persahabatan, keluarga, dan pendidikan. So pasti wajib punya Lavina yang nggak pernah ngebosenin buat dibaca.”
—Goodluck_, pembaca Lavina di Wattpad
“Cerita ini bikin aku ngayal gila, sampai kadang dikatain stres karena suka senyum-senyum sendiri, kesel sendiri, ketawa-ketawa sendiri, dan cekikikan sendiri. Dan, tentang bestfriendable Lavina, Lolita, dan Widy kadang bikin haru, bikin pengin, dan masuk ke dalam cerita buat ngerasain gimana rasanya real bestfriend. Banyak pesan dari cerita Lavina. Cerita komplet yang menghasilkan kesan baper, sedih pengin nangis, kecewa, dan kesel jadi satu. Overall, aku suka semua yang ada dalam cerita ini, mulai dari alur, tokoh-tokohnya, karakternya, semua bikin aku jatuh cinta!”
—@Astiliana, pembaca Lavina di Wattpad
“Ceritanya berhasil bikin aku baper bangettt. Benar-benar kebawa suasana cerita. Alur dan bahasa yang nggak ribet, bisa dinikmati dengan santai, tapi tetap bikin senyum-senyum sendiri. Kak Ai berhasil bikin aku gemes dengan Arsen dan Lavina.”
—@raraferaa, pembaca Lavina di Wattpad
“Cerita Lavina itu oke banget, deh. Emak berhasil buat perasaan aku sebagai pembaca nano-nano. Gemes, seneng, sedih, semuanya dapet. Mungkin cerita ini emang mainstream (cowok cuek jadian sama cewek bawel). Tapi, cerita ini dikemas dengan bahasa yang bagus banget dan mudah dipahami jadi enak dibaca. Notif Lavina selalu jadi notif yang aku tunggu-tunggu. Selalu sukses buat aku terbang ke langit, deh. Tak terhingga bintang buat cerita ini. Pasti seru kalau dibuat film!”
—@Darkbrown_hair, pembaca Lavina di Wattpad
“Lav banget sama cerita Lavina. Nggak cuma geregetan sama kisah Lavlav dan Arsenio di SMA Nusa Cendekia, tapi cerita ini juga menginspirasiku. Aku jadi berani buka olshop sendiri. Success, Kak Ai!”
—@Dreamin9yu, pembaca Lavina di Wattpad
“Karya yang paling aku suka dari semua karya Kak Ai. Nggak cuma bahas kisah cinta Lavina, tapi juga pengorbanan, usaha meraih mimpi, keluarga, persahabatan, mengikhlaskan apa yang harus diikhlaskan. Ini kisah remaja zaman sekarang yang cocok buat semua karena banyak banget pesan moral, disajikan dengan alur jelas, dan diksi yang menarik. Lav, aku mengharapkan sekuelmu!”
—@Phararel, pembaca Lavina di Wattpad
“Walaupun blurb-nya cowok cuek yang katanya udah mainstream di berbagai cerita Wattpad, tapi Kak Ai berhasil bikin aku fall in love sama cerita Lavina. Jadi, jangan cuma mandang cowok cuek yang udah mainstream, tapi pandang juga dari sisi Kak Ai yang bisa bikin cerita ini nggak dipandang biasa dan bisa dibaca lebih dari 3M. Baca versi Wattpad aja udah pengin teriak, apalagi versi cetaknya.”
—@Sarahghdh, pembaca Lavina di Wattpad