Ketersediaan : Tersedia

MANS SEARCH FOR MEANING

Deskripsi Produk

Viktor Frankl pernah berada di empat kamp kematian Nazi yang berbeda, termasuk Auschwitz, antara tahun 1942 dan 1945. Dia bertahan hidup, sementara orangtuanya, saudara laki-laki, dan istrinya yang tengah hamil akhirnya tewas dalam kamp. Di dalam keganasan dan kekejian kamp, Frankl yang juga seorang psikiater belajar menemukan makna hidup. Menurutnya,…

Baca Selengkapnya...

Rp 79.000

Rp 67.150

Viktor Frankl pernah berada di empat kamp kematian Nazi yang berbeda, termasuk Auschwitz, antara tahun 1942 dan 1945. Dia bertahan hidup, sementara orangtuanya, saudara laki-laki, dan istrinya yang tengah hamil akhirnya tewas dalam kamp. Di dalam keganasan dan kekejian kamp, Frankl yang juga seorang psikiater belajar menemukan makna hidup. Menurutnya, kita tidak dapat menghindari penderitaan, tetapi kita dapat memilih cara mengatasinya, menemukan makna di dalamnya, dan melangkah maju dengan tujuan baru. Teori Frankl, yang dikenal sebagai logoterapi, menjelaskan bahwa dorongan utama kita dalam hidup bukanlah kesenangan, tetapi penemuan dan pencarian dari apa yang secara pribadi kita temukan bermakna. Banyak orang terinspirasi dari kisahnya dan menjadikan buku ini sebagai satu dari sepuluh buku paling berpengaruh di Amerika dan telah dicetak ulang lebih dari 100 kali dalam edisi bahasa Inggris.

Tentang Viktor E. Frankl

Resensi

Istri, ayah, ibu, dan saudara laki-laki Viktor Frankl meninggal di kamp konsentrasi Nazi, Jerman. Hanya saudara perempuannya yang mampu bertahan. Di tengah-tengah kelaparan, hawa dingin dan kekejaman, pertama di Auschwitz dan kemudian di Dachau, Frankl terus menerus diancam dimasukkan ke dalam kamar gas. Ia kehilangan seluruh harta miliknya di hari pertama masuk kamp, dan dipaksa menyerahkan sebuah manuskrip ilmiah yang merupakan hasil kerja seumur hidupnya. Inilah sebuah kisah di mana ia mempunyai pikiran hidup ini tidak ada artinya dan bunuh diri merupakan sebuah pilihan yang baik dan dapat dimaklumi. Tetapi meskipun dirinya telah direndahkan sampai batas terendah kemanusiaan, Frankl mampu membangkitkan rasa optimis. Ia berpendapat bahwa meski berada dalam keadaan yang mengerikan, manusia tetap memiliki kebebasan untuk memilih bagaimana mereka melihat keadaan ini dan memaknainya. Penyiksaan bukanlah penderitaan fisik, melainkan upaya aktif untuk memadamkan kebebasan. Menegaskan kembali pencapaian manusia Kutipan kata-kata Nietzche menjadi kutipan yang paling disukai oleh Frankl, “Manusia yang memiliki sebuah alasan untuk hidup dapat menahan penderitaan apapun.” Buku ini berisi tentang pikiran-pikiran Frankl yang memberinya semangat untuk tetap hidup. Bayangan akan sosok istrinya menjadi satu satunya cahaya dalam hari-hari gelap di kamp konsentrasi. Ketika bayangannya tentang sang istri mencapai intensitas tertentu, seekor burung yang loncat ke sebuah gundukan tanah di depannya tampak seperti sosok tubuh istrinya. Sebuah pemandangan yang indah. Ia juga membayangkan dirinya setelah bebas nanti berada di sebuah ruang kuliah dan menceritakan kepada orang-0rang tentang sesuatu yang tidak boleh terjadi di kemudian hari. Memang bayangan ini terjadi. Terakhir, ada keinginan untuk menuliskan beberapa hal yang dia ingat dari manuskripnya yang hilang. Frankl dapat mengenali orang-orang yang sudah menyerah, yaitu mereka yang membakar rokok terakhir mereka padahal rokok itu seharusnya bisa ditukar dengan sisa-sisa makanan. Orang-orang ini telah menetapkan bahwa hidup ini tidak berarti lagi bagi mereka. Bagi Frankl, berpikir seperti itu adalah sebuah kesalahan besar. Kita tidak boleh membandingkan antara hidup seperti apa yang kita harapkan dan hidup seperti apa yang diberikan pada kita. Kita justru harus mencari kekuatan dan mencari tahu apa yang diharapkan kehidupan dari diri kita, setiap hari.  Kita tidak hanya harus bertahan tetapi menemukan hakikat diri dan situasi kita, yang kadang-kadang hanya bisa terlihat dalam penderitaan terburuk. Bahkan Frankl berkata, “Jangan biarkan penderitaan memicu munculnya gejala penyakit jiwa, tetapi biarkan ia memicu munculnya pencapaian seseorang.” Dampak buku ini Man’s Search for Meaning terjual lebih dari sembilan juta kopi dan telah diterjemahkan dalam 24 bahasa. Library of Congress memilih buku ini menjadi salah satu buku yang paling berpengaruh. Tetapi Frankl ingin bukunya diterbitkan hanya dengan mencantumkan nomor tahanannya di sampul depan, menyatakan bahwa ia tidak melihat buku ini sebagai sebuah pencapaian besar. Sukses buku ini justru merupakan ” sebuah gambaran kesengsaraan masa kini”, mengungkapkan bagaimana orang-0rang benar-benar lapar akan arti eksistensi mereka. Keinginan memaknai dan logoterapi Yang mengagumkan, pengalaman Frankl justru membuatnya mewujudkan pemikiran yang, sebagai seorang dokter, sudah ia kaji sebelum perang dunia ke 2 pecah. Hasil pemikirannya, teori dan praktik logoterapi (logos dalam bahasa yunani berarti “arti”), menjadi psikoterapi Third School of Viennese, menyusul psikoanalisis dari Freud dan psiko individual Adler. Bila psikoanalisis menggunakan instropeksi dan keterpusatan diri untuk menyingkap dasar kejiwaan seseorang, logoterapi mengusahakan agar orang itu keluar dari dirinya dan melihat hidup dari perspektif  yang lebih luas. Psikoanalisis menekankan pada “keinginan untuk menikmati” dan Adlerian menekankan pada “keinginan untuk berkuasa”. Tetapi logoterapi berpendapat bahwa kekuatan utama yang memotivasi manusia adalah “keinginan untuk berarti”. Frankl ingat, seorang diplomat Amerika yang telah menjalani terapi psikoanalisis selama lima tahun datang ke kantornya. Ia tidak puas akan pekerjaannya dan merasa tidak nyaman dengan penerapan kebijakan luar negeri AS. Perasaan ini muncul didasari oleh relasi diplomat itu dengan sang ayah. Pemerintahan Amerika  Serikat mempresentasikan gambaran sang ayah dan karena itu menjadi sasaran kegelisahannya, padahal masalah sesungguhnya adalah perasaan diplomat terhadap ayah kandungnya. Frankl mendiagnosa pekerjaan itu kurang memberi arti bagi sang diplomat dan menyarankan untuk mengganti karier. Diplomat itu mengikuti nasihatnya dan tidak pernah kembali lagi. Inti anekdot ini adalah bahwa dalam logoterapi , gangguan eksistensi tidak dianggap  sebagai penyakit saraf atau kejiwaan, tetapi sebuah tanda kemanusiawian kita terutama karena memiliki keinginan untuk berarti. Bertolak belakang dengan Freud dan Adler, Franks tidak melihat hidup  hanya sebagai sarana pemuasan naluri atau insting, atau hal “menyesuaikan diri dengan baik” dengan masyarakat. Frankl (dan psikolog humanis lain pada umumnya, misalnya Abraham Maslow dan Carl Rogers) meyakini bahwa hal yang luar biasa dari manusia adalah kehendak mereka yang bebas. Sumber makna Logoterapi mengatakan bahwa kesehatan mental dapat dibangkitkan bila kita tahu bagaimana caranya memperkecil jurang antara diri kita dan menjadi apa diri kita. Tetapi bagaimana kalau kita belum bisa mengetahui menjadi apa diri kita in? Frankl mengutarakan bahwa ada terlalu banyak kebebasan yang harus dihadapi oleh orang orang modern. Kita tidak lagi hidup berdasarkan insting, tidak juga mengikuti tradisi. Eksistensi mengalami kevakuman, dan keinginan besar untuk berarti dikompensasikan dalam bentuk dorongan untuk mengejar uang, seks, hiburan bahkan melakukan kekejaman. Kita menutup diri kita dari sumber makna. Menurut Frankl, sumber itu adalah : Menciptakan sesuatu atau melakukan sesuatu Mengalami sesuatu atau menemui seseorang (cinta) Sikap yang harus kita ambil untuk menghadapi penderitaan yang harus dijalani Sumber yang pertama adalah sumber klasik yang biasa disebut dengan “tujuan hidup”. Kita terbiasa mengharapkan kebahagiaan. Tetapi Frankl mengatakan bahwa kebahagiaan bukan sesuatu yang bisa dicari secara langsung. Frankl mendefinisikan kebahagiaan sebagai sebuah produk yang muncul akibat lupa diri saat mengerjakan sesuatu yang menarik seluruh imajinasi dan bakat kita. Sumber kedua menjadi penting karena menjadikan pengalaman (di dalam maupun di luar diri) sebagai alternatif  pencapaian yang legitimasinya diakui oleh masyarakat yang mendewakan pencapaian. Sumber ketiga berarti memaknai penderitaan. Makna atau arti seperti apa?  Frankl mengakui bahwa kita mungkin tidak akan pernah tahu, atau setidaknya tidak akan tahu sampai suatu hari nanti. Tidak bisa memahami artinya bukan berarti tidak memiliki arti. Bagi orang-orang yang mengatakan bahwa hidup ini fana dan oleh karena itu tidak berarti, Frankl menanggapi “hidup ini berarti, hanya potensi yang terpendam yang tidak memiliki arti”. Budaya kita selalu mengagung-agungkan kemudaan, padahal kita seharusnya mengagumi usia tua, karena orang-orang yang berumur itu telah mengalami cinta, penderitaan dan pemenuhan. Memaksimalkan potensi kita, betapapun kecilnya, akan meninggalkan jejak dalam sejarah dunia. Keputusan untuk membuat jejak kaki mencerminkan adanya rasa tanggung jawab. Kebebasan hanya mewakili setengah diri kita. Setengahnya lagi adalah rasa tanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang didasari oleh kebebasan itu. Kata penutup Benang merah dari seluruh karya pengembangan diri adalah keyakinan akan kemampuan individu untuk berubah. Determinisme sebaliknya mengatakan bahwa kita tidak akan pernah bisa berkembang lebih baik dari saat masa kanak-kanak atau genetis kita. Freud meyakini bahwa bila sekelompok orang tidak memiliki makanan, perbedaan masing-masing individual akan berkurang dan berubah menjadi satu keinginan bersama. Tetapi pengalaman Frankl di kamp konsentrasi sering kali membuktikan  hal yang sebaliknya. Kelaparan, siksaan dan pencabulan memang membuat tahanan semakin peka, tetapi tidak membuat mereka bisa digiring seperti binatang. Sebagian di antaranya malah menghindari mentalitas bergerombol. Kita tidak akan pernah bisa memprediksi tingkah laku sebuah individu dan membuat beberapa generalisasi manusia: Generasi kita disebut generasi yang realistis karena kita telah mengenal manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah makhluk yang telah menciptakan kamar gas di Auschwitz; juga makhluk yang masuk ke kamar gas itu dengan kepala tegak, dengan Doa Bapa Kami atau Shema Yisrael keluar dari bibirnya Manusia menjadi spesies yang berbeda karena ia bisa bertahan hidup demi cita-cita dan nilainya. Makhluk mana lagi, tulis Frankl,yang mampu menegakkan kepalanya saat masuk ke kamar gas? Frankl tahu bahwa sebagian besar dari kita tidak akan pernah mengalami ketakutan seperti itu, oleh karena itu ia menggunakannya sebagai referensi, sebuah simbol rasa tanggung jawab pribadi yang dapat memandu kita membuat keputusan dalam hidup sehari-hari. Frankl mengatakan dalam bukunya, seperti apapun lingkungan yang kita hadapi, kita bisa tetap merasakan kebebasan. Sumber: https://henkykuntarto.wordpress.com/2011/07/21/mans-search-for-meaning/

Spesifikasi Produk

SKU ND-277
ISBN 978-602-385-416-5
Berat 220 Gram
Dimensi (P/L/T) 14 Cm / 20 Cm/ 0 Cm
Halaman 256
Jenis Cover

Ulasan Produk

Tidak ada ulasan produk