“Mungkin bisa ada ratusan Muhammad baru di kelurahan ini saja, Bapak yakin ingin menemukan satu Muhammad?”
“Ada cara untuk membuatnya lebih mudah, kah? Katanya ini zaman serbacanggih, orang kuno seperti aku tidak mengerti! Siapa di sini yang bisa menggunakan benda terang bercahaya itu, yang bisa memberikan jawaban?"
Kumpulan cerpen MEMBURU MUHAMMAD adalah yang kedua dari trilogi Islamisme Magis karya Feby Indirani, setelah BUKAN PERAWAN MARIA yang telah keliling berbagai kota di Indonesia, hingga mancanegara: Italia, Belanda, Jerman, Belgia, dan Inggris.
Kumpulan cerita baru ini menggelitik, menyusup masuk ke sari pati keberagamaan masa kini. Aneka rupa tema dan cerita—suara dari alam kematian yang menggemparkan kampung di Jakarta, kiai yang hidup kembali setelah wafat, dilema bakso terenak di dunia, pelukis yang ingin melukis Tuhan, malaikat yang mencintai dengan pedih, negeri Tuantu yang dilanda mitos dan pandemi, juga seorang yang mengaku musuh Nabi menyandera petugas kelurahan. Jenaka, juga mengharukan.
Endorsment untuk Memburu Muhammad
“Kemampuan Feby menghadirkan cerita-cerita lampau yang sudah sangat familier dengan cita rasa baru bukan saja untuk menunjukkan bahwa cerita-cerita ini masih relevan, melainkan untuk mengingatkan kita bahwa cerita-cerita ini memang tidak pernah hilang. Ia tetap ada menyelusup ke ruang dan sudut-sudut yang berbeda dengan wajah yang makin akrab dan dekat dengan kita.
“Kekagetan-kekagetan pada awal cerita hanya membuat semakin ingin dibaca akhirnya, dan kejutan-kejutan yang selalu muncul di tiap akhirnya tidak hanya membuat kita lekat dan terpikat, tapi di banyak bagian ia jadi terasa hangat dan yang terpenting, kembali mengingatkan siapa sesungguhnya kita.”
—Inaya Wahid, aktor, presenter dan aktivis Gusdurian
“Saya pengagum cerita-cerita Feby Indirani sejak saya membaca kumpulan cerpennya Bukan Perawan Maria beberapa tahun lalu tanpa mengerti genre apakah cerita-cerita tersebut: campuran humor, satire, surealis, bahkan horor dan romantisme jadi satu. Lama sejak itu saya mencoba mencari jawaban, di mana daya pikatnya? Kini setelah membaca Memburu Muhammad, misteri itu terjawab setelah saya melihat kesamaannya dengan musik yang saya cintai sejak saya kecil. Ada juga penderitaan yang bersumber dari ketakutan, kekhawatiran, dan kekecewaan yang ditampilkan terselubung, bahkan menjadi humor yang gelap (dark joke). Alur cerita juga ditata dengan penuh modulasi yang tidak terduga. Penderitaan adalah satu hal yang dimiliki semua makhluk di dunia ini, tapi hanya manusialah makhluk yang ingin menolak keberadaannya dan mengubahnya menjadi karya seni.
“Dalam dunia musik klasik, 99% mahakarya tercipta karena penderitaan, ketakutan, perpisahan, atau kematian. Dengarkan saja “Requiem”-nya Mozart, “Tristan & Isolde”-nya Richard Wagner yang justru indah karena penderitaan dari cinta, “Simfoni No. 9”-nya Beethoven yang tercipta dari kesunyian sang tunarungu, dan kalau kita ke bidang lain seperti sastra dan lukisan: Romeo & Juliet-nya Shakespeare, Twenty Love Poems and a Song of Despair-nya Pablo Neruda, Guernica-nya Picasso. Sekarang kita bisa menambahkan buku Memburu Muhammad ke dalam daftar ini.”
—Ananda Sukarlan, composer
“Buku kedua dari trilogi Islamisme Magis ini masih menampakkan kekuatan cerpen-cerpen Feby yang mengakarkan diri pada dunia Islam yang hidup di Indonesia, bukan sekadar pada konsep atau ajaran abstrak yang abai pada gerak-gerik kenyataan sehari-hari. Ada sisi ketakjuban pada berbagai segi dunia itu. Ada pula sisi kritis di dalam cerita-cerita Feby Indirani, yang memiliki kelebihan daripada sekadar berprasangka pada dunia itu: kritik dalam buku ini adalah kritik yang empatik, dan lahir dari ‘sisi dalam’ dunia Islam yang ia hayati sebagai seorang perempuan urban di dunia modern yang penuh gejolak kini. Semua disajikan dalam sebuah kumpulan yang menampakkan perkembangan lebih lanjut dari kepenulisannya. Dalam buku ini, penulis menjelajahi minatnya atas permainan bentuk dan kemungkinan-kemungkinan naratif. Buku MEMBURU MUHAMMAD ini, selain relevan sebagai komentar atas dunia kita kini, juga melipur dengan tuturan yang cerkas dan menghibur.”
—Hikmat Darmawan, peneliti budaya populer & Direktur Kreatif Pabrikultur
“Sejatinya agama hadir untuk menjadikan manusia sebagai makhluk spiritual yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Semakin ketat manusia beragama, seharusnya menjadi lebih peduli pada masalah-masalah kemanusiaan yang terjadi di sekitarnya, seperti masalah kemiskinan, kebodohan, kekurangan air bersih, korupsi, nepotisme, kekerasan dalam rumah tangga, termasuk kekerasan seksual, kerusakan lingkungan, dan seterusnya. Namun, dalam realitas sosiologis, manusia beragama terjebak pada hal-hal yang bersifat ritual dan simbolistik, seperti busana, organisasi, rumah ibadah, dan ideologi. Umat beragama umumnya belum menjadikan kemanusiaan (humanity) sebagai bagian penting dalam keberagamaan (religiosity). Tidak heran jika terlihat paradoks dalam kehidupan umat beragama, semakin beragama, semakin tidak manusiawi dan semakin jauh dari pengamalan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kedamaian. Potret beragama seperti inilah yang dihadirkan Feby Indirani dalam bukunya, Memburu Muhammad. Buku ini dengan sangat indah mengecam cara beragama yang tidak rahmatan lil alamin. Cara beragama yang tidak membuat manusia bahagia dan saling membahagiakan. Selamat untuk Feby!”
—Prof. Hj. Siti Musdah Mulia, aktivis dan ulama perempuan
Pujian media internasional untuk Bukan Perawan Maria, kumpulan cerpen yang juga diterbitkan ke dalam Bahasa Italia
Dengan ironi dan ketajaman, Feby menyoroti semua kontradiksi di dalam agama, dan menyampaikan hal-hal yang biasanya dihindari. (The Rolling Stones)
Cerita-cerita Feby lucu dan cerdas, mengingatkan kita pada humor tragis Georges Bataille dan gema sarkastis Nikolai Gogol (La Stampa)
Cerita-cerita Feby bertutur tentang agama dan perempuan Muslim dengan cara yang tak pernah dilakukan siapapun. Feby menulis dengan ringan tapi tak pernah superfisial dan mampu mengamati sisi humor dari topik yang paling serius sekalipun, tanpa meremehkan aspek spiritual, hanya meledek kemunafikan yang menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan (Elle Italy)