Ketersediaan : Tersedia
MENIMBANG PRURALISME BELAJAR DARI FILSUF DAN KAUM SUFI
Deskripsi Produk
Pluralisme pernah menjadi isu terpanas di jagat intelektual Indonesia pada tahun 2000-an. Puncaknya ketika MUI pada 2005 menerbitkan fatwa haramnya paham pluralisme—bersama dua saudaranya: liberalisme dan sekularisme. Sayangnya, penghakiman atas istilah/konsep pluralisme itu sering muncul dari prasangka atau pemahaman yang kurang mendalam dan menyeluruh. Nah, buku ini ingin memperlihatkan kepada…
Baca Selengkapnya...Rp 99.000
Rp 84.150
Pluralisme pernah menjadi isu terpanas di jagat intelektual Indonesia pada tahun 2000-an. Puncaknya ketika MUI pada 2005 menerbitkan fatwa haramnya paham pluralisme—bersama dua saudaranya: liberalisme dan sekularisme. Sayangnya, penghakiman atas istilah/konsep pluralisme itu sering muncul dari prasangka atau pemahaman yang kurang mendalam dan menyeluruh.
Nah, buku ini ingin memperlihatkan kepada pembaca, bagaimana para sarjana Muslim terkemuka memahami/mendekati agama, dari sudut disiplin yang berbeda, dengan suatu cara yang boleh jadi dianggap melampaui diskursus keagamaan arus utama. Mereka menggali substansi dan kedalaman teks serta keragaman tafsir atasnya. Sudut disiplin yang dimaksud adalah kalam (teologi), fiqih (hukum), dan tasawuf (mistisisme). Teks-teks keagamaan itu dibaca oleh mereka melalui mekanisme penggabungan aktivitas nalar rasional, filosofis, dan permenungan kontemplatif. Mereka adalah para Mahaguru Pencerahan: Imam Abu Hamid al-Ghazali, Ibn Rusyd al-Hafid, Syaikh Muhyiddin Ibn ‘Arabi, Husain Manshur al-Hallaj, dan Imam Fakhr al-Din al-Razi.
Pengantar Edisi Baru
PLURALISME DAN TOLERANSI ITU INDAH
KEBERAGAMAN atau keanekaragaman adalah kehendak Tuhan. Atau, dalam bahasa lain, hukum alam. Keberagaman bukan hanya dalam aspek tubuh, tetapi juga ruh, akal, dan kehendak. Dalam keragaman ada keindahan bagai taman bunga warna-warni dengan beragam aromanya. Di dalamnya ada bermacam energi yang membuat hidup jadi bergairah dan kreatif.
Syaikh Syams-i Tabrizi, guru spiritual Maulana Jalaluddin Rumi, menyampaikan kata-kata indah:
“Kita semua diciptakan menurut citra Allah, dan pada saat yang sama masing-masing kita diciptakan berbeda dan unik. Tak ada orang yang sama. Tak ada dua hati yang sama. Jika Tuhan ingin semua orang sama, Dia sudah menciptakan demikian. Oleh karena itu, tidak menghargai perbedaan atau memaksakan pandanganmu terhadap orang lain sama saja dengan tak menghargai aturan dan keputusan Tuhan” (Syams-i Tabrizi, Tafsir 40 Kaidah Cinta).
Al-Quran sendiri sudah menegaskan hal ini:
Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah kamu untuk berbuat kebaikan. Hanya kepada Allah-lah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perdebatkan. (QS Al-Mâ?idah [5]: 48)
Keragaman eksistensi tersebut seyogianya membimbing kita bukan saja untuk saling menghargai eksistensi yang lain, tetapi juga saling menyambut, menyediakan tempat, dan memudahkan yang lain. Inilah makna genuine dari kata toleran, samâhah, atau tasamuh. Betapa indahnya hidup ini bila manusia dalam kehidupan bersamanya saling membagi kegembiraan dan kebahagiaan.
Dalam beberapa dasawarsa ini, dunia Muslim tengah mengalami problem serius atas isu tersebut. Hampir saban hari relasi antarmereka sendiri, seagama atau sekeyakinan, dan mereka dengan “liyan” sebangsa dan se-Tanah Air diliputi ketegangan, perseteruan, konflik, permusuhan, bahkan saling membunuh. Fenomena ini belakangan telah menciptakan islamofobia, bahkan kecenderungan sebagian masyarakat untuk tak lagi ingin beragama. Mereka hanya ingin bertuhan atau sebagian lain malah menolak keberadaan Tuhan.
Buku ini hadir untuk memberikan pengetahuan kepada dunia bahwa para bijak bestari, intelektual Muslim besar dan para tokoh kemanusiaan yang namanya melegenda, mengurai isu kemanusiaan ini dengan begitu indah. Saya selalu merindukan kehadiran mereka di sini, hari ini, untuk membagi cahaya dan cinta. Beberapa saja dari mereka yang untuk sementara bisa saya tulis adalah Syaikh Husain Manshur al-Hallaj, Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Imam Ibn Rusyd al-Hafid, Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibn ‘Arabi, dan Imam Fakhr al-Din al-Razi.
Syams al-Din Muhammad al-Syahrzuri (w. 1288 M), pada pendahuluan bukunya, Nuzhah al-Arwah wa Raudhah al-Afrah fi Tarikh al-Hukama wa al-Falasifah, memberi saya pengetahuan ketika dia mengatakan:
“Zaman telah sunyi senyap dari kehadiran seperti para tokoh besar kemanusiaan. Umat manusia diliputi ketidakmengertian. Bila engkau seorang pelajar yang rajin dan pemikir yang memperoleh petunjuk Tuhan, seyogianya mengikuti jejak mereka dan mencari-cari dengan serius kabar mereka.”
Sementara Imam al-Thabarani, seorang ahli hadis terkemuka, menginformasikan kepada kita pesan-pesan kenabian. Antara lain:
“Hadiah dan pemberian paling indah adalah kata-kata dan narasi kebijaksanaan (wisdom). Seyogianya orang-orang beriman mendengarkannya lalu menginternalisasikannya ke dalam jiwanya, kemudian membagikannya kepada saudara-saudaranya.”
Cirebon, 27 Januari 2021
Husein Muhammad
Tentang K.H. HUSEIN MUHAMMAD
Spesifikasi Produk
SKU | UA-258 |
ISBN | 978-623-96104-0-1 |
Berat | 300 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 16 Cm / 24 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 236 |
Jenis Cover |
Ulasan Produk
Tidak ada ulasan produk