Ketersediaan : Tersedia

Metode Tafsir Esoeklektik: Pendekatan Integratif Untuk Memahami Batin Al-Qur'an (POD)

Deskripsi Produk

Al-Qur’a diyakini memiliki makna zahir dan makna batin. Makna zahir berkaitan dengan makna leksikal, tekstual, tersurat, atau harfiah, sedangkan makna batin berkaitan dengan makna tersirat, spiritual, mistikal—pendeknya yang melampaui atau di balik makna lahiriah. Dalam upaya memahami Al-Qur’an, ada metodologi tertentu yang dirumuskan dalam ilmu tafsir/ilmu takwil. Para pakar menyusun…

Baca Selengkapnya...

Rp 241.500

Al-Qur’a diyakini memiliki makna zahir dan makna batin. Makna zahir berkaitan dengan makna leksikal, tekstual, tersurat, atau harfiah, sedangkan makna batin berkaitan dengan makna tersirat, spiritual, mistikal—pendeknya yang melampaui atau di balik makna lahiriah. Dalam upaya memahami Al-Qur’an, ada metodologi tertentu yang dirumuskan dalam ilmu tafsir/ilmu takwil. Para pakar menyusun kriteria bagaimana kriteria tafsir yang dapat diterima dan mana yang mesti ditolak.

Lebih jauh, buku ini ingin menunjukkan bahwa penafsiran Al-Qur’an itu bisa menggunakan beberapa pendekatan. Beberapa ayat Al-Qur’an lebih tepat jika didekati dengan pendekatan berbeda lagi. Pendekatan mana yang dipakai, sangat bergantung pada karakteristik ayat yang hendak ditinjau.

Yang disoroti di dalam buku ini adalah tafsir isyari atau tafsir sufistik. Penulis menujukkan tafsir sufistik mana yang dapat diterima, dan mana yang layak ditolak—berdasarkan kaidah-kaidah penafsiran yang muktabar. Di samping itu, penulis mendemonstrasikan bagaimana pendekatan-pendekatan yang berbeda dapat digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an, dan pendekatan mana yang lebih tepat dipakai dalam ayat-ayat tertentu.

***

Salah satu hadis Nabi yang sering dirujuk misalnya, menyatakan bahwa “Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf, dan setiap ayatnya terdiri dari zahir dan batin”. Hal senada disampaikan Imam Ali bin Abi Thalib(601-661 H). Ia menyatakan, “Setiap ayat Al-Qur’an terdiri dari empat (lapisan) makna: zhâhir, bâtin, h?ad dan mathla.Tilawah merupakan aspek zahir, pemahaman merupakan aspek batin, halal dan haram merupakan h?ad (batas), dan maksud Allah merupakan mathla’(permulaan).” Berdasarkan dalil inilah, ulama besar Al-Ghazâlî (1058-1111 M) menyatakan bahwa penafsiran zahir dianggap kurang memadai.

Sebagaimana Al-Ghazâlî, signifikansi makna batin tersebut juga diamini oleh para ulama masa belakangan, seperti Thabâthabâ’î (1904-1981 M) dan Imam Khomeini (1902-1989 M). Menurut Thabâthabâ’î, makna zahir dan batin memiliki hubungan dalam satu kesatuan. Keduanya tidak perlu dipertentangkan. Makna zahir ayat seharusnya dijadikan jalan untuk mendapatkan makna batin. Makna zahir menjadi simbol menuju makna batin. Pernyataan senada disampaikan oleh Imam Khomeini yang berpendapat bahwa pemahaman literal (yang bertumpu pada makna zahir) merupakan pangkal kebodohan. Berhenti pada batas makna zahir dengan tidak melampauinya sampai ke makna batin merupakan akar pengingkaran terhadap kenabian dan kewalian. Khomeini kemudian menegaskan bahwa makhluk yang pertama kali berpegang pada aspek zahir dan buta terhadap aspek batin adalah Iblis yang hanya melihat aspek zahir Nabi Adam. Hal yang sama dilakukan pula oleh umat nabi terdahulu. Pandangan mereka hanya terarah pada aktivitas lahiriah seorang nabi, seperti pergi ke pasar atau makan dan minum.

Oleh karena itu, menyadari pentingnya pendekatan batin tersebut, sepanjang sejarah perkembangan tafsir Al-Qur’an, terdapat cukup banyak ulama yang menyusun karya tafsir esoterik (sufistik). Di antaranya: al-Tustarî (w. 896 M), Abû al-Qâsim al-Qusyairî (w. 1074 M), ‘Abdullah al-Anshârî (w. 1088 M), Abû H? âmid Al-Ghazâlî (w. 1111 M), ‘Abdulqâdir al-Jilanî (w. 1166 M), Ruzbihan Baqlî (w. 1209 M), Muh?yiddîn Ibn ‘Arabî (w. 1240 M), Shadruddîn al-Qunâwî (w. 1274 M), ‘Abdurazâq al-Kasyânî (w. 1329 M), H? aidar Amûlî (w. 1385 M), Imâm Khomeini (w. 1989 M) dan lainnya.

***

Untuk menggambarkan fokus utama, buku ini dibagi ke dalam tujuh bab. Setiap bab terdiri dari beberapa subbab yang memberikan penjelasan secara terperinci kandungan masing-masing bab tersebut.

Bab Pertama menjelaskan argumen awal penulis tentang signifikansi pendekatan tafsir esoterik dalam tradisi keilmuan Islam. Penulis memfokuskan pada latar belakang, beragam respons terhadap tafsir ini, studi para sarjana terkait subjek tersebut, pendekatan yang digunakan dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua mengulas tentang diskursus tafsir esoterik. Pembahasan akan difokuskan pada masalah pengertian, perkembangan, tipologi, pandangan ulama tafsir, persyaratan tafsir esoterik yang sahih dan hubungan tafsir esoterik dengan tasawuf dan filsafat. Berbagai tipologi tafsir esoterik akan dijelaskan di bagian ini, termasuk tipologi tafsir esoterik yang sahih dan tidak sahih. Selain itu, dijelaskan pula ragam respons para ulama tafsir terhadap tafsir esoterik, baik penolakan maupun penerimaan dengan persyaratan tertentu. Beberapa argumen dan persyaratan tafsir esoterik yang sahih juga dijabarkan di sini sebagai pijakan dalam penerapan metode tafsir esoeklektik.

Bab Ketiga memfokuskan pada landasan tafsir esoterik. Pada bab ini, penulis akan menjelaskan beberapa konsep dasar dan landasan penting dalam tafsir esoterik. Beberapa konsep dasar akan dijelaskan di sini, seperti tingkatan makna Al-Qur’an, makna zahir dan batin, tafsir, takwil dan penerapan makna (tathbîq) atas konsep umum Al-Qur’an. Bagian ini juga akan menyoroti pentingnya landasan kebahasaan dan landasan filosofis dalam tafsir esoterik.

Bab Keempat membahas tentang diskursus metodologi tafsir. Penulis akan memaparkan tentang pengertian metodologi tafsir, perbedaan antara metodologi dan kecenderungan dalam tafsir, pandangan para sarjana tentang metodologi tafsir dan metodologi tafsir muktabar. Penjelasan tentang metodologi tafsir muktabar terdiri dari lima metode, yaitu metode tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, tafsir riwayat, tafsir berbasis ijtihad rasional, tafsir saintifik, dan tafsir esoterik.

Bab Kelima mengulas formulasi metode tafsir esoeklektik. Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang metode eklektik sebelum kemudian menjelaskan tentang metode tafsir esoeklektik dan tahapan metode tafsir esoeklektik. Penjelasan tentang metode tafsir esoeklektik akan difokuskan pada pengertian, tafsir esoterik yang sahih, hubungan antar metode, posisi semantik dan hermeneutik dalam metode ini. Bagian ini juga akan menjelaskan tahapan metode tafsir esoeklektik berupa tahapan umum dan khusus.

Bab Keenam menyoroti penerapan metode tafsir esoeklektik ke dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Penerapan metode tafsir esoeklektik dilakukan berdasarkan dua gaya penulisan tafsir (uslûb tafsîr), berupa penerapan secara parsial (tajzî’î, tahlîlî) dan secara tematik (maudhû’î). Terdapat beberapa ayat yang dibahas melalui tahap penafsiran secara parsial, yaitu ayat tentang perintah sujud pada Adam (QS 2: 34), perintah berjihad (QS 22: 78) dan ayat tentang keberpasangan (QS 30: 20-21). Penerapan metode tafsir esoeklektik dengan tahapan penafsiran secara tematik difokuskan pada pembahasan tentang konsep bintang (al-najm) dalam Al-Qur’an.

Bab Ketujuh merupakan bagian akhir buku ini yang berisi kesimpulan, kontribusi dan beberapa saran bagi kajian selanjutnya.[]

***

SERI TEROKA

Seri Teroka menerbitkan karya para cendekia muda yang merupakan hasil tesis/disertasi terpilih. Pemilihan karya dilakukan oleh Dewan Penilai yang terdiri dari para pakar di bidangnya. Karya yang dipilih mestilah meneroka (menjelajahi) tema-tema seputar Islam dan Indonesia.

Spirit penerbitan Seri Teroka dapat ditelusuri ke era awal 1980-an hingga akhir 1990-an ketika penerbitan buku Seri Cendekiawan Muslim Indonesia terbitan Mizan menjadi trendsetter pemikiran keislaman di Tanah Air. Meskipun Mizan hingga kini masih terus menerbitkan karya-karya kesarjanaan dari intelektual Muslim Indonesia, buku-buku pemikiran keislaman tersebut—di tengah kelimpahruahan informasi serta di tengah dominasi buku-buku populer—makin luput dari perhatian publik luas, dan pada gilirannya juga makin kehilangan pengaruh dalam wacana publik di Indonesia.

Penerbitan Seri Teroka, karena itu, tumbuh dari kesadaran bahwa perlu dihidupkan kembali kegairahan akan pergulatan pemikiran keislaman di Indonesia—antara lain dalam bentuk tesis dan disertasi di lingkungan sivitas akademika UIN, IAIN, STAIN, kampus-kampus Islam, dan kampus-kampus umum. Dengan cara itu, hasil penelitian keislaman tidak hanya beredar di kalangan intern kampus, melainkan mendapatkan perhatian lebih luas dan pada gilirannya lebih diperbincangkan oleh publik luas di Indonesia.[]

Spesifikasi Produk

SKU POD-148
ISBN 978-602-441-185-5
Berat 340 Gram
Dimensi (P/L/T) 22 Cm / 15 Cm/ 0 Cm
Halaman 312
Jenis Cover

Ulasan Produk

Tidak ada ulasan produk