la adalah Nakhoda. Salah satu tokoh paling berpengaruh di Partai Demokrat, partai yang mula-mula berdiri dengan malu-malu namun tumbuh besar hingga menjadi kampiun Pemilu 2009. Syarief Hasan. Nama yang terus akan terukir dalam sejarah perpolitikan Indonesia kontemporer. Jejak hidupnya dipenuhi pernak-pernik, penuh kelindan cerita yang bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Tak hanya soal politik, kehidupan pribadi Syarief juga memberi banyak kejutan. Syarief kecil yang unik, suka iseng, pemberani. Setiap tantangan baginya harus ditaklukkan. Impian-impian- nya melampaui batas kemampuan anak-anak muda di kampungnya era itu. Ini yang berbuah kesuksesan di masa depannya. Syarief tumbuh menjadi pengusaha sukses.
Buku ini mendedah secara utuh kehidupan Syarief; mulai dari masa-masa sebelum kelahirannya, hingga menjadi tokoh politik nasional di era kini. Sebuah Authorized Biography Syarief Hasan. Nakhoda Menatap Laut, menjadi makna filosofis yang melukiskan karier cemerlang Syarief di dunia politik. Dunia yang dia pilih untuk mengabdi pada Ibu Pertiwi.
Petualangan dan Pengabdian sang Nakhoda
Syarief Hasan, tokoh senior Partai Demokrat ini sungguh jauh dari permasalahan di dunia politik. Hubungannya yang begitu erat dengan Presiden SBY menjadikan dirinya menjadi salah satu tokoh politik yang tidak bisa dipisahkan dengan Partai Demokrat. Syarief Hasan adalah Demokrat, dan Demokrat adalah Syarief Hasan. Mungkin seperti itu sebagian orang menggambarkan sosoknya.
Sebelum terjun ke dunia politik, Syarief Hasan adalah pengusaha. Lelaki asli Palopo ini sungguh gesit dan cerdas sedari kecil. Ia, misalnya, seperti yang diceritakan dalam buku Nakhoda Menatap Laut, selain cerdas, juga berani dan selalu “penasaran” terhadap sesuatu yang menurutnya menarik untuk diselami.
Sebenarnya, jika saat ini orang lain melihat dirinya sebagai pengusaha dan politikus senior yang sukses, itu sudah terlihat dari tingkah laku masa kecilnya. Tanda-tanda ia akan menjadi “orang sukses” sudah terbaca. Saat kecil misalnya, ia berani mengajukan diri menjadi ketua kelas di Sekolah Dasar, berani mengembara ke daerah yang jauh dari lingkungan rumahnya, hingga ketika masa mahasiswa ia berani “terbang” ke Jepang untuk mencari pengalaman, sampai akhirnya di negara itulah ia bertemu dengan perusahaan yang kelak menjadi salah satu gerbang dirinya membuka cakrawala kehidupan lebih luas.
Sepulang dari Jepang, ia bekerja di perusahaan Indonesia hingga menjadi pengajar training untuk calon karyawan-karyawan baru di perusahaannya saat itu. Kariernya terus meningkat. Namun, ia tak selamanya di perusahaan itu. Ia tak mau selamanya menjadi “karyawan”. Suatu hari ia memberanikan diri untuk keluar dari pekerjaannya, dan memualai membuka usaha sendiri. Jatuh bangun, membentur segala rintangan, hingga kesuksesan ia genggam.
Tak puas hanya menjadi pengusaha saja, pada awal 2000-an ia memberanikan diri untuk terjun ke dunia politik. Sejak awal berpolitik ia sudah masuk ke Partai Demokrat. Ia mengikuti berbagai kontestasi politik, mulai dari Pemilihan Legislatif 2004 hingga yang terkini: 2019. Seluruh kontestasi itu berhasil ia menangi dengan memperoleh suara yang mengagumkan.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, semaikn ia memndalami dunia politik, semkain matang wawasan dan pengalamannya menganai perpolitikan, khususnya di Indonesia. Ia memang seorang nakhoda yang berani menghadapi segala macam arus kehidupan. Pemilihan legislatif menjadi salah satu arus kehidupan yang sangat bermakna bagi dirinya. Dunia politik tak bisa dipisahkan dengan sosok ini. Sejak awal terjun di dunia politik, ia sudah memilih daerah tempatnya mengabdi: Dapil Jabar III.
Ramainya Dunia Politik 2019
Pada 2019, meski sudah berpengalaman dan secara konsisten mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pemilih di Dapil Jabar III, pemilihan legislatif yang dilangsungkan bersamaan dengan pemilihan presiden memiliki tantangan yang cukup berat. Syarief Hasan, selain fokus memenangkan dirinya agar lolos ke parlemen, harus juga berjuang untuk memenangkan pasangan calon Prabowo-Sandi di Pemilihan Presiden 2019.
Pada Pemilu Legislatif 2004, Syarief Hasan—yang saat itu masih terhitung sebagai pendatang baru di dunia politik—tampil sebagai salah satu “petarung” unggul. Buktinya, calon legislative bernomor urut 1 dari Partai Demokrat yang bernomor 9 itu lolos ke Senayan dengan meraih 5.41% suara di Dapil III Jawa Barat. Adapun, pada tiga pemilihan legislatif terakhir, Syarief Hasan berhasil membukukan suara sebagai berikut: Pada Pemilihan Legislatif 2009, ia berhasil mengantongi 60.200 suara. Di Pemilihan Legislatif 2014, ia memenangkan 31.486 suara. Adapun pada Pemilihan Legislatif 2019, perolehan suara Syarief Hasan menunjukkan kenaikan dengan mengantongi 35.270 suara. Ia meraih kursi kelima dari sembilan kursi yang diperebutkan oleh seluruh calon legislatif dari berbagai partai.
Rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Presiden 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jawa Barat mencatatkan Partai Gerindra sebagai pemenang. Partai Gerindra berhasil meraih 4.320.050 suara dengan 18 kursi DPR. Posisi kedua diduduki oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) yang memperoleh 3.510.525 suara dengan 17 kursi DPR. Disusul berturut-turut oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Golkar yang masing-masing memperoleh 3.286.606 suara dengan 13 kursi DPR dan 3.226.962 suara dengan 13 kursi DPR.
Sementara itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendapatkan 1.896.257 suara dengan 8 kursi DPR, diikuti oleh Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN), yang masing-masing memperoleh 1.830.565 suara dengan 10 kursi DPR, dan 1.690.821 suara dengan 7 kursi DPR. Urutan selanjutnya adalah Partai Nasional Demokrat (NasDem), yang mendapat 1.213.414 suara dengan 5 kursi DPR dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memperoleh 1.111.362 suara dengan 3 kursi DPR. Sedangkan, Partai Persatuan Indonesia (Perindo) mendapatkan 695.083 suara, Partai Berkarya tercatat mendapatkan 564.942 suara, kemudian Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendapatkan 401.835 suara dan Partai Bulan Bintang (PBB) mendapatkan 236.304 suara. Dua posisi terakhir ditempati oleh Partai Garuda yang memperoleh 114,894 suara dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) memperoleh 45.372 suara, tidak berhasil memperoleh kursi DPR.
Sementara secara nasional, merujuk penetapan KPU (21/5/2019) Partai Demokrat pada Pemilihan Presiden 2019 mendapatkan 10.876.057 suara atau sebesar 7,77 persen dengan perolehan 54 kursi DPR. Suara Partai Demokrat bisa dibilang turun jika dibandingkan dengan perolehannya pada 2014 yang mencapai 10,9 persen atau 12.728.913 suara dengan 61 kursi DPR.
Turunnya perolehan suara ini juga membuat Partai Demokrat tergeser dari posisi lima besar ke tujuh besar untuk perolehan suara, tetapi menempati urutan enam besar untuk perolehan kursi. Hasil Pemilihan Legislatif 2019 menempatkan partai-partai berikut dalam posisi lima besar: PDI Perjuangan mendapatkan 27.053.961 suara sah (19,33%) dengan 128 kursi DPR; Partai Gerindra mendapatkan 17.594.839 suara sah (12,57%) dengan 78 kursi DPR; Partai Golkar mendapatkan 17.229.789 suara sah.(12,31%) dengan 85 kursi DPR; PKB mendapatkan 13.570.097 suara sah (9,69%) dengan 58 kursi DPR; dan Partai Nasdem mendapatkan
12.661.792 suara sah (9,05%) dengan 59 kursi DPR.
Untuk hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada sidang pleno 30 Juni 2019, menetapkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai presiden-wakil presiden terpilih periode 2019-2024 dengan perolehan 85.607.362 suara atau 55,50% dari total suara sah nasional. Sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memperoleh 68.650.239 suara atau 44,50%.
Bagi Demokrat, kontestasi politik 2019, di mana pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang dilaksanakan bersamaan, merupakan pengalaman penuh tantangan. Persaingan politik
bukan saja terjadi dengan partai lain, namun secara internal juga menunjukkan dinamika persaingan yang ketat. Pada momen ini juga banyak bermunculan kader yang berkualitas, eksis, dan amat giat berkomunikasi dengan rakyat.
Pilihan Partai Demokrat berkoalisi dengan pasangan Prabowo-Sandi, di mana tidak ada representasi Partai Demokrat dalam pasangan calon tersebut, tidak mampu mengangkat elektabilitas Partai Demokrat. Singkat kata, Pemilu 2019 amat menantang karena diperlukan ketepatan dan kejelian strategi kampanye, juga persediaan logistik yang memadai. Hal itu sangat menentukan untuk meraih kemenangan, baik di pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden yang dilakukan secara bersamaan pada 17 April 2019.
Pengabdian Masih Berlanjut
Pemilu 2019 telah usai. 575 anggota DPR RI sudah terpilih. Mereka berasal dari sembilan partai politik yang lolos ke parlemen: PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, PKB, Partai Demokrat, PKS, dan PAN.
Rapat Paripurna DPR RI periode 2019-2024 perdana dipimpin anggota DPR termuda dan tertua sebelum pimpinan DPR definitif ditetapkan. Pada periode 2019-2024, anggota DPR tertua adalah Abdul Wahab Dalimunthe kelahiran Oktober 1939 dari Partai Demokrat asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Utara I. Sedangkan anggota termuda adalah Hillary Brigitta Lasut kelahiran Mei 1996 dari Partai NasDem Dapil Sulawesi Utara.
Pada Selasa 1 Oktober 2019, mereka semua dilantik dan mengucapkan sumpah dan janji sebagai wakil rakyat.
Berdasarkan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) Pasal 42, 427 di ayat 1, Rapat Paripurna DPR RI pada Rabu (2/10/2019) menghasilkan lima pimpinan DPR RI periode 2019- 2024. Kelima pimpinan DPR RI tersebut berasal dari partai politik dengan jumlah kursi terbanyak. Partai dengan jumlah kursi terbanyak otomatis mendapat kursi pimpinan DPR RI. Berikut ini kelima pimpinan DPR RI periode 2019-2024: Puan Maharani, Aziz Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad, Rachmat Gobel, dan Muhaimin Iskandar.
Pada Selasa, 2 Oktober 2019 sekitar pukul 05.30 sore, SBY melalui staf pribadinya, Ossy Dermawan, menghubungi Syarief Hasan dan menjelaskan tentang keputusan SBY dalam hal menentukan kebijakan pemilihan pimpinan MPR yang mewakili Partai Demokrat. SBY menjelaskan bahwa dirinya telah melakukan rapat yang berkaitan dengan pemilihan pimpinan MPR. Rapat itu dipimpin langsung oleh SBY. Dalam rapat tersebut, muncul pandangan-pandangan yang mengusulkan beberapa nama yang akan diajukan untuk menjadi Wakil Ketua MPR. Namun, pada akhirnya SBY mengambil keputusan untuk memilih Syarief Hasan sebagai Wakil Ketua MPR mewakili Partai Demokrat.
Selanjutnya, pada 3 Oktober 2019 dilaksanakan Rapat Paripurna MPR. Dalam hal menetapkan pimpinan MPR yang mengacu pada Undang-undang MD3, MPR terdiri dari 10 orang pimpinan; 9 orang mewakili partai yang lolos parlemen dan satu orang berasal dari DPD.
Melalui musyawarah mufakat, diputuskan nama Bambang Soesatyo sebagai Ketua MPR 2019-2024. Berikut ini susunan pimpinan MPR periode 2019-2024: H. Bambang Soesatyo, S.E., M.B.A., sebagai Ketua MPR mewakili Golkar; Dr. Ahmad Basarah, sebagai Wakil Ketua MPR mewakili PDI Perjuangan; H. Ahmad Muzani, sebagai Wakil Ketua MPR mewakili Gerindra; Lestari Moerdijat, M.M., sebagai Wakil Ketua MPR mewakili NasDem; Jazilul Fawaid, S.Q., M.A., sebagai Wakil Ketua MPR mewakili PKB; Dr. H. Sjarifuddin Hasan, SE., M.M., M.B.A., sebagai Wakil Ketua MPR mewakili Partai Demokrat.; Dr. H. Muhammad Hidayat Nur Wahid, M.A., sebagai Wakil Ketua MPR mewakili PKS; Dr. (H.C) H. Zulkifli Hasan, S.E., M.M., sebagai Wakil Ketua MPR mewakili PAN; H. Arsul Sani, SH., M.Si., sebagai Wakil Ketua MPR mewakili PPP; dan Prof. Dr. Ir. Fadel Muhammad Al-Haddar, sebagai Wakil Ketua MPR mewakili DPD.
Dari kesepuluh pimpinan MPR di atas, kita tahu nama itu kini kembali menjadi nakhoda untuk meneruskan pengabdiannya bagi bangsa: Syarief Hasan (Dr. H. Sjarifuddin Hasan, SE., M.M., M.B.A). Ia bersama sembilan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) masa jabatan 2019-2024 resmi dilantik oleh Mahkamah Agung (MA) pada Kamis malam, 3 Oktober 2019 pukul 09.00 malam di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Buku dan Dua Peristiwa
Kehadiran buku ini di hadapan pembaca ditandai oleh dua peristiwa bersejarah: pandemi COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan Kongres V Partai Demokrat yang melahirkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi Ketua Umum.
Virus tersebut berasal dari Wuhan, Cina. Persebaran virus corona begitu cepat dan mematikan. Kasus pertama virus corona di Indonesia terjadi pada awal Maret 2020. Berbagai aspek terkena imbasnya. Beberapa negara berupaya memutus rantai persebaran virus corona dengan melakukan lockdown atau karantina wilayah. Pemerintah Indonesia sendiri menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di hampir setiap daerah. Hingga 26 Mei 2020, korban meninggal di Indonesia mencapai 1,418 jiwa, sementara korban meninggal seluruh dunia mencapai 328, 227 jiwa.
Virus corona sangat memengaruhi berbagai aspek, termasuk politik. Kongres V Partai Demokrat saja yang semula dijadwalkan pada 14-16 Maret 2020, dipercepat menjadi 1 hari pada 15 Maret 2020. Selain melahirkan AHY sebagai ketua umum, pada kongres ini SBY kembali menjadi Ketua Majelis Tinggi. Syarief Hasan dan beberapa kader senior Partai Demokrat memilih tidak kembali masuk struktural partai. Namun, SBY telah menyiapkan susunan kepengurusan untuk para kader senior tersebut.
Di tengah dua peristiwa yang mewarnai tahun 2020 tersebut, Syarief Hasan bisa berbagi kisah hidup kepada khalayak melalui buku ini. Semoga buku ini bisa menjadi oase bagi orang-orang yang ingin belajar tentang bagaimana manusia tumbuh, belajar, bekerja dan berjuang.