Ketersediaan : Tersedia

PEMIMPIN YANG TUHAN

Deskripsi Produk

“Kenapa sekarang ini manusia menjadi sangat pemarah?” Pertanyaan yang dilontarkan Emha Ainun Nadjib di atas tampaknya mewakili banyak orang di negeri ini. Kita semua menjadi sering marah pada hal-hal yang justru sebelumnya bisa kita tertawakan bersama. Belakangan, kita juga cepat marah pada perbedaan pendapat, termasuk dalam menentukan “siapa yang paling…

Baca Selengkapnya...

Rp 89.000

Rp 75.650

“Kenapa sekarang ini manusia menjadi sangat pemarah?”

Pertanyaan yang dilontarkan Emha Ainun Nadjib di atas tampaknya mewakili banyak orang di negeri ini. Kita semua menjadi sering marah pada hal-hal yang justru sebelumnya bisa kita tertawakan bersama. Belakangan, kita juga cepat marah pada perbedaan pendapat, termasuk dalam menentukan “siapa yang paling pantas menjadi pemimpin”.

Setiap orang pasti memilih pemimpin yang bisa dipercaya.Namun, percaya membabi buta kepada pemimpin tersebut justru bisa menjadi persoalan. Berprasangka baik memang perbuatan yang dianjurkan. Namun, selalu berprasangka baik tanpa sedikit pun meletakkan sikap kritis malah membahayakan.

Melalui Pemimpin yang "Tuhan", sekali lagi Emha mengajak kita untuk mawas diri. Tidak hanya kepada pemimpin yang lalim, tetapi juga berhati-hati agar jangan sampai terjebak menjadi rakyat yang lalim.

Tentang Emha Ainun Nadjib

Resensi

"Emha Ainun Nadjib juga berperan aktif saat terjadinya tranformasi politik dari Orde Baru ke Orde Reformasi. Ia juga salah satu anggota dari Dewan Sembilan yang menghadiri pidato pengunduran diri Presiden Soeharto di Istana Merdeka. "Setelah memasuki Orde Reformasi, Emha Ainun Nadjib memutuskan untuk melakukan pendidikan politik ke masyarakat melalui gerakan sholawat. Ia memadukan kesenian, kebudayaan, politik, ekonomi, dan agama secara holistik dan komprehensif. "Dalam melakukan pendidikan politik ke masyarakat, Emha Ainun Nadjib hampir selalu ditemani oleh gamelan Kyai Kanjeng dan pemainnya. Gamelan Kyai Kanjeng sendiri, selain menjadi nama gamelan, juga merupakan nama sebuah konsep nada pada alat musik gamelan tersebut.     "Setiap bulan, Emha Ainun Nadjib melakukan aktivitas rutinnya, Maiyah, yang memiliki arti gotong royong. Induk dari Maiyah berada di Jombang, yang bernama Masyarakat Padhang Bulan. Komunitas Maiyah di Yogyakarta bernama Mocopat Syafaat, di Jakarta bernama Kenduri Cinta, di Semarang bernama Gambang Syafaat, di Surabaya bernama Bang Bang Wetan, di Banyumas bernama Juguran Syafaat, dan masih banyak lagi. "Pada tahun 2005, terjadi perubahan besar pola dan isi serta konten dekonstruksi yang dilakukan oleh Emha. Emha Ainun Nadjib mulai menggemakan tentang kebesaran Nuswantara. Ia sangat konsisten. Ia terus melakukan agitasi dan propaganda tentang kebesaran, kejayaan, dan keluhuran Nuswantara di dalam setiap kegiatannya. Tema besar tersebut membawa perubahan juga pada karya pertunjukan, film, maupun tulisan Emha Ainun Nadjib. "Bahkan, bersama putra sulungnya, Sabrang Mowo Damar Panuluh, mereka saling mengisi dan melengkapi. Sabrang Mowo Damar Panuluh memiliki pemahaman tentang sains mekanik dan kuantum. Emha Ainun Nadjib paham dan mengerti bahwa kebijaksanaan masa lalu leluhur Nuswantara, akan lebih mudah dimengerti dan dipahami oleh generasi saat ini dengan menggunakan pendekatan sains." Sumber: https://tirto.id   Kritis dan Independen, Emha Ainun Nadjib Diberi Penghargaan HIPIIS Oleh: Tok Suwarto 6 Agustus, 2017 - 21:27 SOLO, (PR).- Organisasi para ilmuwan sosial, Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS), akan menganugerahkan penghargaan kepada Emha Ainun Nadjib dan ilmuwan Prof. Dr.R  Siti Zuhro. Cendekiawan dan budayawan itu dijadwalkan menerimanya dalam Kongres ke-10 HIPIIS dan konferensi internsional yang digelar di Solo Baru, Kab. Sukoharjo, 9-10 Agustus 2017 mendatang. Penganugerahan “HIPIIS Social Science Award 2017” yang merupakan tradisi tahunan organisasi HIPIIS itu, akan dilaksanakan di Pendapa Kabupaten Sukoharjo, dilanjutkan dengan orasi kebudayaan oleh Emha Ainun Nadjib.  Alasan penganugerahan “HIPIIS Social Science Award 2017” kepada budayawan Emha Ainun Najib, menurut Prof. Ravik Karsidi, karena HIPIIS menilai, sebagai budayawan Emha memiliki daya kritis yang sangat independen. Bahkan, Emha dianggap produktif dalam membuat wacana kebangsaan, tidak terikat dalam afiliasi tertentu dan memiliki komitmen kebangsaan kuat. "Budayawan Emha Ainun Nadjib tidak punya ikatan ke sana atau ke mari. Komitmen kebangsaannya sangat kuat. Dia kritis dalam mengritik banyak hal, tidak hanya terhadap birokrat tetapi juga semua lapisan masyarakat. Itulah ilmuwan sosial yang pantas mendapat award," tandasnya. sumber: http://www.pikiran-rakyat.com

Spesifikasi Produk

SKU BS-528
ISBN 978-602-291-512-6
Berat 320 Gram
Dimensi (P/L/T) 13 Cm / 21 Cm/ 0 Cm
Halaman 400
Jenis Cover

Ulasan Produk

Tidak ada ulasan produk