“Belajar itu lebih penting ketimbang bermain.”
Anggapan inilah yang mungkin ada di benak kita sehingga menganggap bermain adalah kegiatan yang membuang-buang waktu. Bahkan ketika bermain kita sibuk mengatur, mendikte, menata, atau mencarikan permainan yang harus bisa mengedukasi anak.
Namun, anggapan itu dibantah oleh Iben Dissing Sandahl, penulis buku best seller The Danish Way of Parenting. Orang Denmark selalu memfasilitasi anak-anaknya dengan bermain bebas dan tidak terstruktur. Ternyata, itulah kunci mengapa Denmark selalu menjadi negara paling bahagia sedunia.
Bermain bukanlah kegiatan malas-malasan atau tidak belajar. Justru dari bermain anak-anak belajar banyak hal yang berguna untuk masa depannya. Dari bermain pula, anak berlatih untuk bernegosiasi, mengasah kreativitas, ketangguhannya, serta percaya dirinya.
Anak yang tumbuh dan berkembang dengan bahagia adalah anak yang bermain. Denmark sudah membuktikannya dan sekarang giliran kita.
Kata Pengantar
“Bermain bebas tak terstruktur, dengan landasan yang tepat, menyimpan seabrek potensi untuk membangun anak-anak yang bahagia, tangguh, dan berpribadi seimbang.”
Ketika The Danish Way of Parenting terbit, tidak saya sangka buku ini akan membukakan pintu untuk sebuah perjalanan luar biasa, bagi saya dan pekerjaan saya. Saya duga beginilah perasaan seekor ulat kali pertama ia mengembangkan sayap dan lepas landas sebagai kupu-kupu. Hari demi hari saya tersentuh tiap kali ada pembaca baru yang turut menjadi audiens.
Saya bersyukur fenomena The Danish Way diterapkan oleh pembaca dalam kehidupan sehari-hari, entah dalam keluarga, institusi, atau sistem pendidikan. Seiring dengan itu, meningkat pulalah ketertarikan saya untuk menelaah cara hidup yang lainnya. Saya sekaligus merasa terketuk untuk lagi-lagi berbagi nilai-nilai personal dan profesional yang saya pegang perihal pengasuhan anak.
Menyusul penerbitan buku saya terdahulu, The Danish Way of Parenting, banyak sekali permintaan sehingga tidak sopan apabila saya tidak membahas pertanyaan seputar Bermain. Ide untuk menulis tentang “bermain” berasal dari Anda sekalian. Buku ini adalah jawaban saya. Penting untuk menggarisbawahi bahwa buku ini adalah perpanjangan dari perspektif personal dan profesional saya, sebagai orang Denmark, seorang ibu, guru, dan psikoterapis, tentang kegiatan bermain. Ini adalah pengantar untuk menerapkan kegiatan bermain dalam kehidupan sehari-hari.
Karena saya percaya dari lubuk hati bahwa penting agar kita membesarkan anak-anak yang tangguh, sehat, dan berpribadi seimbang, saya merasa bahwa pesan mengenai potensi Bermain perlu disebarkan. Saya meyakini bahwa bermain bebas tak terstruktur, dengan landasan yang tepat, menyimpan seabrek potensi untuk membangun anak-anak yang bahagia, tangguh, dan berpribadi seimbang. Saya meyakini kita semua ingin menjadikan kehidupan anak-anak kita lebih baik.
Berkat pengalaman bertahun-tahun sebagai guru dan psikoterapis, wajar bahwa saya menyelami arti penting bermain secara lebih mendalam. Saya menjadi guru selama sepuluh tahun dan pernah delapan tahun menjadi wali kelas untuk kelas yang sama. Pelajaran yang saya petik dari murid-murid selama saya mengawal perkembangan mereka, dari anak-anak kecil yang ingin tahu hingga menjadi remaja kuat bersemangat hidup tinggi, merupakan pengalaman yang akan saya kenang seumur hidup. Dengan kata lain, dalam kapasitas sebagai ibu dan praktisi pendidikan profesional, saya punya pengalaman langsung dan tahu apa yang dibutuhkan untuk membesarkan anak-anak.
Musim Panas di Denmark
Wacana tentang bermain demikian sentral dalam hidup saya karena pengalaman saya sendiri semasa kanak-kanak. Saya orang Denmark dan cara berpikir saya berakar dari warisan kultural saya. Namun, saya ingin terus belajar dan saya juga ingin pembelajaran itu terasa asyik. Caranya adalah dengan terus bermain. Pada momen-momen ketika kita sebagai orang dewasa merelakan diri untuk terjun ke alam bermain dan segala sesuatu di luar seolah menghilang barang sejenak, maka imajinasi kita menjadi bebas lepas dan kesibukan sehari-hari surut ke latar belakang. Momen seperti itu relatif jarang, tetapi saya yakin kita semua bisa mengingat perasaan demikian. Pertanyaannya, itukah rahasia universal “bermain”—membiarkan diri kita larut pada masa kini? Bahkan, untuk orang dewasa, saya percaya bahwa dengan membiarkan diri kita bebas dan bermain saja, masih banyak yang dapat kita pelajari.
“Masa kanak-kanak saya sarat dengan kesempatan bermain bebas tak terstruktur pada musim panas. Kami tertawa, berdiskusi, berunding, menciptakan segalanya bersama, sampai larut malam kami ambruk ke tempat tidur dalam keadaan bahagia, puas, dan capek.”
Semasa saya kanak-kanak, kami mendatangi pondok musim panas ayah saya tiap musim panas. Pondok musim panas itu adalah rumah peternakan lama yang ayah saya beli dengan empat pasangan lain, koleganya di tempat kerja sebagai dosen, di dekat alam liar dan Laut Utara nan menarik. Tempat ini merupakan salah satu kegembiraan terpenting pada masa kanak-kanak saya. Punya pondok untuk ditempati bersama saya dan saudara perempuan saya merupakan impian yang tidak mudah untuk diwujudkan oleh ayah saya. Ketika ayah dan ibu saya bercerai dan menjadi orang tua tunggal, membeli pondok musim panas, pun memiliki rumah berukuran besar, sulit dijangkau dari segi keuangan. Namun, ayah saya merasa bahwa berbagi kebersamaan dan kebahagiaan dengan orang lain merupakan hal penting. Solusinya, Ayah membeli pondok tersebut dengan empat pasangan lain kenalannya. Langkah ini barangkali dianggap agak janggal oleh kebanyakan orang, tetapi tanpa sudut pandang komunal sebagaimana yang dimiliki oleh ayah dan para koleganya, saya takkan memperoleh salah satu mutiara masa kanak-kanak yang paling berharga.
Silakan bayangkan—kira-kira delapan sampai sepuluh anak berusia sebaya, bersama-sama, dibiarkan bermain sendiri seharian. Tanpa diawasi oleh orang tua, kami bisa mengasah kreativitas di bangunan seluas seribu meter persegi dan di alam terbuka tak berbatas. Kami mengumpulkan daun mawar dan membuat sendiri air harum untuk parfum. Kami mereka-reka permainan khayalan dengan perlengkapan dari koleksi busana kami dan dari macam-macam temuan kami di alam. Kami berenang di laut, membuat istana pasir indah, dan bebas mengembangkan imajinasi. Pada malam hari, kami dipersilakan mementaskan sandiwara untuk para orang tua, yang dengan sabar memberi tepuk tangan dan perhatian sebagaimana kami butuhkan. Segalanya berasal dari permainan bebas imajinatif dan daya khayal kami bersama. Masa kanak-kanak saya sarat dengan kesempatan bermain bebas tak terstruktur pada musim panas. Kami tertawa, berdiskusi, berunding, menciptakan segalanya bersama, sampai larut malam kami ambruk ke tempat tidur dalam keadaan bahagia, puas, dan capek.
Saya berbagi anekdot masa kanak-kanak ini dengan Anda untuk menyoroti dampak langsung yang dirasakan oleh seorang anak, ketika dia diberi kesempatan untuk berkembang dengan cara bermain.
Saya harap buku tentang bermain ini bermanfaat dari segi cakupan dan juga isi supaya kita bisa terus menyebarkan pesannya bersama-sama dan menyuburkan semakin banyak kebaikan, empati, serta kebahagiaan ke seluruh dunia.
Dari lubuk hati saya yang terdalam: Terima kasih.
Iben Dissing Sandahl
Kopenhagen
Juni 2017
THE DANISH WAY
“Anak-anak belajar sambil bermain. Namun yang terpenting, dengan bermain, anak-anak mempelajari cara belajar.” —O. Fred Donaldson
Bermain adalah bagian penting dari pembentukan identitas sebagai orang Denmark. Bermain adalah komponen yang melekat erat pada tradisi Denmark dan sudah seperti itu selama bertahun-tahun. Pada tahun 1871, dua orang Denmark, Niels dan Erna Juel Hansen, mencetuskan teori pendidikan berdasarkan konsep bermain yang pertama, terinspirasi oleh teori Friedrich Fröbel, seorang pendidik Jerman. Juel Hansen beranggapan bahwa bermain memiliki peran krusial untuk tumbuh- kembang anak dan di Denmark kami masih memegang konsepsi itu. Cara orang Denmark mengasuh anak merefleksikan banyak aspek dari budaya kami, pun tercermin dalam perekonomian dan realitas pasar, praktik-praktik dan partisipasi politik kami, serta norma-norma moral dan etis kami dalam bermasyarakat.
Di Amerika Serikat dan banyak tempat lain, bermain bisa saja dipandang membuang waktu anak-anak karena belajar lebih penting. Pendidikan menjadi fokus banyak orang tua di seluruh dunia. Lazimnya, bermain dianggap bukan bagian dari proses belajar. Orang tua Asia sangat menekankan kerja keras dan kegiatan terjadwal. Orang Amerika berorientasi terhadap tujuan dan mendidik anak agar mandiri, percaya diri, dan sukses. Di Afrika satu anak seolah dibesarkan oleh sedesa, sebab semua orang merasa bertanggung jawab terhadap anak itu seperti anak mereka sendiri. Orang Amerika Latin sepertinya amat blak-blakan dan otoriter, sedangkan orang Arab menggemari metode mengasuh anak yang kolot dan secara umum tampaknya tak ambil pusing akan kebutuhan psikologis serta sosial anak-anak yang lain-lain di pada usia berlainan.
Akan tetapi, yang lumrah untuk kita semua adalah bermain merupakan ekspresi kultural. Tidak ada tempat di bumi yang anak-anaknya tidak bermain.
Mungkin perbedaan orang Denmark adalah memfasilitasi anak-anak supaya bisa banyak bermain bebas tak terstruktur, banyak beraktivitas di luar ruangan, dan menyediakan rumah nyaman tempat anak-anak bisa tumbuh pesat. Bermain secara spontan lebih mungkin terjadi jika anak-anak merasa aman, betah, dan diterima apa adanya di tempat mereka berada.
Orang Denmark sudah mengetahui nilai penting dari bermain bebas sejak pedagogi lahir sebagai disiplin ilmu. Memang menggoda untuk berargumen bahwa keleluasaan bermain merupakan salah satu penyebab utama sehingga Denmark selama empat puluh tahun berturut-turut menjadi negara yang warganya termasuk paling bahagia sejagat. Di Denmark, bermain tidak dipandang sebagai kegiatan bermalas-malasan nan langka, melainkan sebagai landasan tumbuh- kembang. Di Pada saat bermain, anak-anak bebas mengeksplorasi potensi mereka sepenuhnya dan mengembangkan bakat individual, tanpa dikekang batasan ala orang dewasa. Saya yakin bahwa di pada masa mendatang yang tak lama lagi, bermain akan dianggap sebagai salah satu kegiatan paling bernilai edukatif. Dan Selain itu, bermain tidak memakan biaya sepeser pun. Orang tua paling banter hanya perlu hadir sejenak dan menyisihkan sedikit perhatian. Saya harap kita bersama-sama bisa keluar dari kerangkeng kehidupan yang serba-terstruktur, membiarkan imajinasi anak-anak kita bebas lepas, dan menguak struktur yang sudah ada dalam diri kita sendiri.
Landasan Pedagogi Denmark
Denmark memiliki sejarah, budaya, dan tradisi pendidikan panjang yang menurut saya membedakan Denmark dari negara-negara lain. Beserta negara-negara Skandinavia lain, Denmark meneken Konvensi PBB untuk Hak-Hak Anak, yang menjamin lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan dasar seperti tempat tinggal, kenyamanan, dan rasa aman. Konvensi tersebut juga menekankan pentingnya menghormati anak sebagai individu, sesuatu yang sangat dijunjung tinggi di TK-TK dan sekolah-sekolah Skandinavia. Orang-orang Denmark memiliki rasa saling percaya yang besar dan sistem politik kami berlandaskan pada nilai-nilai yang kami junjung tinggi, antara lain kohesi sosial dan rasa kemasyarakatan. Kebebasan berpendapat memungkinkan publik untuk berdialog tentang fenomena pedagogi baru. Dialog antara para pemegang opini yang sering kali berjarak sejauh langit dan bumi, sekalipun semua sama-sama menginginkan yang terbaik untuk anak-anak kami. Sebagian orang menganggap ide-ide pedagogi baru menarik, eksotis, dan menggairahkan, sedangkan yang lain naik pitam dan menganggap filosofi pedagogi baru aneh dan tak bernilai. Begitu tidak apa-apa—syukurlah ada ruang untuk semua orang.
Kultur pembelajaran di Denmark didominasi oleh konsep yang disebut perkembangan proksimal. Artinya, seorang anak membutuhkan keleluasaan untuk belajar dan bertumbuh di zona yang tepat untuk mereka dengan bantuan sejumlah yang tepat untuk mereka. Jadi, jika kita terlalu mendorong atau menarik anak-anak ke arah tertentu, bisa-bisa hilanglah rasa senang belajar anak-anak dan mereka malah menjadi waswas. Maka dariOleh karena itulah bermain menjadi bagian yang lekat dari cara orang Denmark membesarkan anak-anak, baik di rumah maupun di institusi.
Keberhasilan dan kegembiraan yang anak-anak bisa dapatkan melalui kegiatan bermain bebas mencerminkan kekuatan dan ketangguhan “kompas internal” mereka. Bermain terasa bebas dan menggembirakan ketika terlahir dari keinginan lekat untuk mengekpresikan diri. Keinginan untuk berkembang, menerjunkan diri, bereksplorasi, menyasar, dan menjajal kesempatan—kesemuanya terlahir dari jantung kompas internal, yang perlu diasah supaya kuat. Kompas internal yang kuat adalah bekal penting yang dibutuhkan oleh anak-anak kita seumur hidup. Semakin kuat kompas internal seorang anak, semakin dia merasa tenteram secara umum. Kompas internal dan motivasi anak-anak sendirilah yang akan menyetir mereka melalui hidup dan berkontribusi terhadap kebahagiaan mereka. Kompas internal dan kesadaran pribadi yang kuat adalah fondasi kepercayaan diri yang sesungguhnya. Orang-orang Denmark piawai menyuburkan motivasi diri anak-anak, yakni dengan menghormati zona perkembangan proksimal mereka, alih-alih mengutamakan tolok ukur kemajuan yang bisa dilihat dari luar.