Ketersediaan : Habis

RECLAIM YOUR HEART

Deskripsi Produk

Barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Baqarah [2]: 256) Tak bisa dimungkiri, bahwa kebahagiaan, kepuasan, dan keselamatan adalah keinginan kita semua. Sebagian orang…

Baca Selengkapnya...

Rp 89.000

Barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(QS Al-Baqarah [2]: 256)

Tak bisa dimungkiri, bahwa kebahagiaan, kepuasan, dan keselamatan adalah keinginan kita semua. Sebagian orang mencarinya dalam karier. Sebagian yang lain mencarinya dalam kekayaan. Ada pula yang mencarinya dalam status. Bahkan, ada yang mencarinya dalam hubungan antarmanusia. Sayangnya, sebagian besar dari kita mencarinya demi tujuan duniawi.

Akibatnya kita sering menemui kekecewaan dan kehilangan. Karena sifat dunia adalah fana dan tidak sempurna. Padahal, Allah menempatkan hasrat di dalam diri kita hanya bisa dipenuhi oleh sesuatu yang kekal dan sempurna. Sehingga penderitaan sering menimpa hidup kita. Semua itu, sesungguhnya disebabkan oleh satu hal dan hanya oleh satu hal: cinta terhadap dunia.
Reclaim your heart, selain self-help, adalah panduan perjalanan hati dalam membebaskan diri dari jebakan kehidupan, untuk menemukan makna hidup sejati. Buku ini, tentang apa yang harus kita lakukan ketika terjebak dalam badai kehidupan; tentang bagaiman menjaga hati agar kita tak tenggelam dalam samudra dunia.

 

----

 

 

Tentang Yasmin Mogahed

Resensi

Reclaim Your Heart (Rebut Kembali Hatimu) https://ridhodanbukunya.wordpress.com/2015/01/05/reclaim-your-heart-rebut-kembali-hatimu/   Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pustakawan-Pendiri Klub Pecinta Buku Booklicious Malang   “Seperti bejana apa pun, hati harus dikosongkan sebelum diisi. Kita tak pernah bisa berharap untuk mengisi hati dengan Tuhan selama hati tersebut dipenuhi banyak hal selain-Nya.” (halaman 51)   Yasmin Mogahed, dalam bukunya Reclaim Your Heart mengibaratkan hati seperti bejana. Jika bejana ingin diisi, maka bejana tersebut harus dikosongkan. Baru setelah itu, bejana bisa diisi lagi. Jika Anda ingin mengisi hati dengan Allah, maka segala isi hati harus ditumpahkan dulu. Jika hati Anda berisi dengan kehidupan duniawi, makanan, hiburan, dan kesenangan-kesenangan lainnya, maka Tuhan tidak akan masuk ke hati Anda. Kosongkan terlebih dahulu hati, maka Allah pun akan mengisi. Jika hati diisi oleh Tuhan, maka kehidupan akan terasa lebih baik terasa. Karena perasaan yang dimiliki bukan lagi takut kehilangan dunia, tetapi yakin bahwa hidup Anda bersama Tuhan maka akan senantiasa dalam penjagaan-Nya. Namun, mengosongkan bejana atau hati dari selain Allah bukanlah perkara yang mudah. Karena, perkara ini adalah perjuangan terbesar dalam kehidupan di dunia. Perjuangan ini adalah inti dari ajaran tauhid (monoteisme). Seperti yang tercantum dalam rukun Islam, yang berarti pemisahan kita dengan nafsu dunia. Dalam syahadat kita mengakui secara verbal dan dilakukan dengan amal nyata bahwa Allah adalah satu-satunya objek penyembahan, pengabdian, cinta, rasa takut, dan pengharapan. Dengan begitu maka pemisahan dengan dunia akan tercapai. Dengan shaum kita akan dipaksa untuk melepaskan diri dari kebutuhan fisik, keinginan dan kesenangan kita. Maka dengan hal tersebut, rohani akan lebih tertata. Dalam shalat lima kali sehari bermaksud agar menarik diri dari dunia, fokus pada Sang Pencipta sebagai tujuan utama. Dengan  zakat, kita berarti memisahkan diri dari uang dengan menyerahkannya demi mendapatkan ridho Allah. Dengan begitu, kita dipaksa untuk melepas ikatan kekayaan. Dan dengan berhaji kita memisahkan diri dari kehidupan dunia yang lebih komprehensif dan paling mendalam. Karena meninggalkan rumah, keluarga, mobil kesayangan, piaraan, dan lainnya bahkan di Tanah Suci tidur di dalam tenda. Selain rukun Islam, pemisahan juga melalui pakaian (trend). Seperti dengan berjanggut, mengenakan hijab, peci. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Sesungguhnya Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana awalnya. Maka, beruntunglah orang-orang yang asing,” (HR Muslim). Dengan menjadi asing terhadap dunia, maka ketertarikan padanya akan hilang. Namun, ini bukan berarti kita tidak boleh menikmati dunia dan bekerja selama di dunia. Sebagaimana perkataan Sahabat Ali Ra, “Zuhud bukan berarti kamu tidak boleh memiliki sesuatu, melainkan tidak ada sesuatu pun yang boleh memilikimu.” Maksud perkataan Sahabat Ali Ra tersebut adalah kita tetap boleh bekerja dan memiliki sesuatu, tetapi kita tidak membolehkan apa yang kita miliki menjadi ‘pemilik’ hidup, hati dan pikiran kita. Itulah zuhud. Jika kelak apa yang kita miliki itu hilang, hangus atau ada yang mengambil maka kita tidak akan merasa sakit. Jika ada berharga yang menjadi pemilik hati kita dan benda berharga rusak misalnya, maka sakit di hati akan tumbuh. Itulah bedanya. Karenanya, seperti yang dikatakan oleh Yasmin bahwa hati adalah buku yang terbuka. Jangan sampai salah mengisi hati, karena mengisi hati dengan Allah sudah cukup. Sangat cukup. Tidak akan ada kesedihan yang melingkupi hari kita. Karena Allah akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Sebagai akhir, saya tuliskan quote yang menyentuh hati dari Yasmin. “Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah kecuali Allah akan menggantikannya denga yang lebih baik bagimu. (halaman 35)” --------------------------------------------------------------------------- [REVIEW + BLOG TOUR] Reclaim Your Heart https://luckty.wordpress.com/2015/01/05/review-blog-tour-reclaim-your-heart/ Tak ada yang sulit jika kau mencarinya kepada Tuhanmu. Tak ada yang mudah jika kau mencarinya pada dirimu sendiri. (hlm. 126) Bencana jenis apa pun tidaklah sulit untuk ditanggung karena bencana itu sendiri berat. Ukuran kemudahan atau kesulitan dalam kesukaran hidup pada timbangan yang berbeda –timbanganyang tak kasatmata. Apa pun yang kita hadapi dalam hidup akan terasa mudah atau sulit, bukan karena itu mudah atau sulit. Kemudahan atau kesulitan hanya didasarkan pada tingkat pertolongan Ilahi. Tidak ada, tidak ada yang mudah, kecuali Allah memudahkannya bagi kita. Baik itu kemacetan lalu lintas. Terluka akibat besetan kertas. Tidak ada yang sulit jika Allah memudahkannya bagi kita. Entah itu sakit, mati, dilempar ke dalam api, atau disiksa oleh seorang tiran. Masalahnya bukan cobaan itu sendiri. Masalahnya bukanlah rasa lapar atau rasa dingin. Masalahnya adalah apakah kita memilih bekal yang dibutuhkan ketika rasa lapar dan dingin itu datang. Jika begitu, rasa lapar maupun rasa dingin tadi takkan menyentuh kita. Takkan dapat menyakiti. Masalahnya adalah ketika rasa lapar datang, kita tidak memiliki makanan. Masalahnya adalah ketika badai salju menerjang, kita tidak memiliki tempat berlindung. Penderitaan dan kesulitan itu memiliki banyak tujuan di dalam hidup. Penderitaan dapat berfungsi sebagai petunjuk sekaligus obat atas hubungan kita dengan sang Pencipta yang rusak. (hlm. 153) Memang Allah mengirimkan cobaan, di mana kita dapat dimurnikan, diperkuat, dan kembali kepada-Nya. Tapi, ketahuilah bahwa bersama rasa lapar, rasa haus dan rasa dingin itu, Allah mengirimkan makanan, minuman, dan tempat berlindung, Allah mengirimkan cobaan, tapi bersamanya Allah dapat mengirimkan kesabaran dan bahkan keridaan untuk menanggung cobaan tersebut. Benar, Allah mengirim Adam mengirim ke dunia ini tempat ia harus berjuang dan menghadapi kesulitan. Sesungguhnya Allah memberi cobaan kepada mereka yang Dia kasihi dan Dia uji secara proporsional berdasarkan tingkat keimanan. Tapi, Allah juga mengirimkan bantuan-Nya sehingga cobaan bisa terasa mudah dan api terasa dingin. Allah mengirimkan bantuan-Nya sehingga sekilas pandangan tunggal cahaya-Nya dan rumah bersama-Nya dapat membuat kita tersenyum –bahkan ditengah-tengah api cobaan. Kemampuan untuk mudah memaafkan harus didorong oleh kesadaran akan kekurangan dan kesalahan kita sendiri terhadap orang lain. Tapi yang terpenting,kerendahan hati kita harus didorong oleh kenyataan bahwa kita berbuat salah kepada Allah setiap hari dalam kehidupan kita. (hlm. 135) Potensi manusia untuk melakukan kejahatan keji terhadap satu sama lain merupakan kebenaran yang menyedihkan tentang hidup ini. Namun, ada banyak hal yang sungguh diberkahi. Sebagian besar tidak harus menghadapi sejenis musibah yang dialami orang lain sepanjang waktu. Namun, ada segelincir yang mungkin pernah mengatakan bahwa kita tidak pernah terluka oleh tangan orang lain dengan cara apa pun. Jadi, meskipun mayoritas tidak akan pernah mengetahui seperti apa rasanya mati kelaparan atau berdiri tak berdaya saat menyaksikan rumah kita hancur, sebagian besar akan mengetahui apa artinya menangis hati yang terluka. Kemampuan untuk mudah memaafkan harus didorong oleh kesadaran akan kekurangan dan kesalahan kita sendiri terhadap orang lain. Tapi yang terpenting, kerendahan kita harus didorong oleh kenyataan bahwa kita berbuat salah kepada Allah setiap hari dalam kehidupan kita. Siapalah kita jika dibandingkan dengan Allah? Namun Allah, Penguasaalam semesta, mengampuni pada siang dan malam hari. Siapalah kita yang tidak mau memberikan maaf? Jika kita berharap untuk diampuni oleh Allah, bagaimana mungkin kita tidak mengampuni orang lain? Demi alasan inilah Rasulullah mengajari kita; “Mereka yang tidak menunjukkan ampunan kepada orang lain, tidak akan mendapatkan ampunan dari Allah.” Ada tujuh BAB isi buku ini, dan saya memilih BAB Penderitaan sebagai ulasan favorit. Kenapa? Karena dalam hidup, saat kita ditimpa musibah atau bencana, tak jarang kita sering merasa bahwa kita adalah orang yang paling menderita di dunia. Terutama buat ababil jaman sekarang, baru diputusin cowok aja rasanya dunia sudah kiamat. Padahal itu pertanda jika Allah tidak menghendaki hubungan itu, sudah diingatkan sedini mungkin, mungkin dia bukan orang yang tepat buat kita. Dan penderitaan yang paling berat adalah ketika kehilangan orangtua. Ya, saya juga pernah mengalami masa-masa sulit. Betapa terkadang kita berontak pada Allah dan bertanya kenapa harus kita yang mengalaminya, tapi percayalah jika kita mengalaminya lebih dahulu ketimbang yang berarti Allah tahu bahwa kita lebih kuat dari yang lain. Ujian yang berat dan bisa kita lalui pastilah berbuah manis, karena suatu hari nanti Allah akan menghadiahkan kita ke kelas yang lebih tinggi. ------------------------------------------------------------------------ Book Review : Reclaim Your Heart by Yasmin Mogahed https://saniarifa.wordpress.com/2016/07/02/book-review-reclaim-your-heart-by-yasmin-mogahed/ Kali ini mau review buku “Reclaim Your Heart” karya Yasmin Mogahed. Bukunya bagus banget, beneran memberikan pemahaman yang semakin memantapkan hati dan membuka pikiran dari belenggu kehidupan dunia. Sesuai dengan tulisan di cover bukunya “Personal insights on breaking free from life’s shackles”. Ini bagian introduction dari bukunya: Reclaim Your Heart is not just a self-help book. It is a manual about the journey of the heart in and out of the ocean of this life. It is a book about how to keep your heart from sinking to the depths of that ocean, and what to do when it does. It is a book about redemption, about hope, about renewal. Every heart can heal, and each moment is created to bring us closer to that transformative return. Reclaim Your Heart is about finding that moment when everything stops and suddenly looks different. It is about finding your own awakening. And then returning to the better, truer, and freer version of yourself. Menurutku, Yasmin Mogahed berhasil menuliskan buku ini dengan sederhana tetapi mengena di hati. Kalo yang aku tangkep, di bagian awal buku ini intinya mengajarkan tentang tauhid, tapi yang unik adalah cara menyampaikannya ga kayak buku-buku agama yang jelasin tentang apa itu tauhid, ada berapa macam tauhid, dan teori-teori lainnya. Buku ini langsung mengambil contoh sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Contohnya aja subjudul dari buku ini yang pertama adalah “Why Do People Have To Leave Each Other?” yang menjelaskan tentang pengalaman pribadi Yasmin Mogahed bahwa dia merupakan tipe orang yang sangat bergantung kepada orang lain, tapi ternyata dia sadar bahwa suatu saat orang tersebut akan meninggalkan dia dan dia kehilangan tempat bergantung. Kemudian dari sinilah Yasmin Mogahed menyadari bahwa satu-satunya tempat bergantung hanyalah Allah Swt. Lebih jelasnya bisa dibaca sendiri bukunya, really recommended! Selain tentang tauhid buku ini juga mengajarkan banyak topik lainnya. Aku mau nulis beberapa pelajaran yang bisa aku ambil setelah membaca buku ini (sebenernya banyak banget sih, tapi ini cuma aku tulis sebagian): Put only Allah in heart. Selama ini mungkin sering banget aku kecewa karena tidak mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan. Kenapa hal ini bisa terjadi? Ini terjadi karena aku masih meletakkan hal tersebut di hati. Seharusnya satu-satunya mengisi hati kita hanyalah Allah Swt. Sedangkan untuk yang lainnya, baik orang lain ataupun barang-barang kesukaan kita, letakkanlah di tangan agar bila suatu saat orang yang kita sayangi atau barang yang kita sukai itu pergi dan hilang, kita ga akan sakit hati, setidaknya cuma sakit tangan aja (?) Kebebasan bukan berarti tidak bergantung dengan siapapun atau apapun. Namun kebebasan adalah hanya bergantung kepada Allah Swt. Ada kalanya saat berharap kepada orang lain, kekecewaan yang justru kita dapatkan, karena ternyata harapan kita melebihi kemampuan seseorang dan kenyataan yang ada (duh bingung ngomonginnya gimana). Intinya jangan pernah takut sendiri, karena selalu ada Allah. Allah knows best. Ini tepatnya di sub judul “Closed Doors And The Illusions That Blind Us” Di bagian ini Yasmin Mogahed bercerita tentang anaknya yang berusia 22 bulan ingin menutup pintu mobil tapi Yasmin Mogahed tau bahwa anaknya dalam bahaya (mungkin tangannya bakal kejepit atau sesuatu yg jelas bikin anaknya ga aman), akhirnya beliau menggendong anaknya dan menjauhkannya dari pintu mobil lantas si anak menangis. Hal ini membuat Yasmin Mogahed berpikir bahwa dalam hidup ini seringkali kita juga merasakan hal tersebut. Di saat kita ingin mendapatkan sesuatu tetapi ternyata tidak bisa, di saat itulah Allah sedang menjauhkan kita dari sesuatu yang mungkin memang tidak baik untuk kita. Sesuai dalam surat Al Baqarah (2) ayat 216, Allah tau yang terbaik. “… But it is possible that you dislike a thing which is good for you, and that you love a thing which is bad for you. But Allah knows, and you know not.” (Quran, 2:216) “It means that once we ask, do our part to the utmost, and put our trust in Allah, we are pleased with what Allah chooses for us. And we realize that Allah answers all du`a’ – but not always in the form we expect. And that is simply because our knowledge is limited, and His is unlimited. In His infinite knowledge He may send us what He knows to be better for us in achieving the ultimate end: the pleasure of Allah (swt).” Pentingnya menjaga solat. Perintah solat sangat spesial karena untuk memberikan perintah ini, Allah tidak mengirim malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad tapi secara spesial memanggil Nabi Muhammad ke langit ke tujuh yaitu dalam peristiwa Isra Mi’raj. Awalnya solat diperintahkan untuk dilakukan sebanyak 50x dalam sehari. Wah kebayang gak tuh kalo 50x sehari kayaknya ga pernah beranjak dari atas sajadah ._. Walau pada akhirnya “ditawar” Nabi Muhammad menjadi 5x kali sehari. Dari sini justru lebih menjelaskan bahwa tujuan dalam hidup ini adalah memang beribadah kepada Allah. Namun, sayangnya sekarang ini kita justru menyelipkan solat di sela-sela kesibukan, padahal seharusnya menempatkan kegiatan kita di sela-sela solat. “The covenant between us and them is prayer, so if anyone abandons it, he has become a disbeliever.” [Ahmad] “It sounds comical, but the truth is, we put the needs of our body above the needs of our soul. We feed our bodies, because if we didn’t, we’d die. But so many of us starve our souls, forgetting that if we are not praying our soul is dead. And ironically, the body that we tend to is only temporary, while the soul that we neglect is eternal.” Nilai seorang wanita dalam Islam tidak diukur dengan kecantikan rupa, ukuran pinggang, atau jumlah laki-laki yang menyukai namun diukur dengan skala yang lebih tinggi dengan ketaqwaannya (kalo di bukunya sih dibilang dengan righteousness and piety, bingung terjemahan yang benernya apa jadi aku tulis aja ketaqwaan). Sayangnya, sekarang dalam era feminisme Barat, standar yang digunakan adalah standar pria. Seorang wanita harus bisa melakukan apa yang pria lakukan, padahal jelas bahwa pria dan wanita itu berbeda. Allah menilai manusia pria dan wanita bukan dari kesamaannya, tetapi justru dari perbedaan yang memang sudah ada penilaian masing-masing untuk pria dan wanita. “What she didn’t recognize was that God dignifies both men and women in their distinctiveness—not their sameness.” Sebenernya masih banyak banget pelajaran yang didapat dari buku ini, tapi segini dulu aja. Lainnya bisa dibaca di bukunya, cari ebooknya juga ada kok ._.v Oh ya bukunya bahasa Inggris, jadi yang udah pinter bahasa Inggris langsung aja baca bukunya. Kalo yang belum kayak aku, ya gapapa, baca juga sekalian belajar bahasa Inggris khususnya reading skill sama nambah vocab baru.

Spesifikasi Produk

SKU NA-189
ISBN 978-602-385-572-8
Berat 260 Gram
Dimensi (P/L/T) 14 Cm / 21 Cm/ 0 Cm
Halaman 280
Jenis Cover

Ulasan Produk

Tidak ada ulasan produk