Ketersediaan : Tersedia

TANGAN DI ATAS

Deskripsi Produk

Buku ini merupakan hasil seleksi dari 168 pidato JK yang disampaikannya dalam rentang waktu tahun 2017 hingga awal tahun 2018. Judulnya terinspirasi dari salah satu pidato JK ketika melepas para calon duta besar yang akan bertugas di sejumlah negara sahabat. JK ketika itu menyampaikan sebuah gagasan agar Indonesia dalam pergaulan…

Baca Selengkapnya...

Rp 85.000

Rp 72.250

Buku ini merupakan hasil seleksi dari 168 pidato JK yang disampaikannya dalam rentang waktu tahun 2017 hingga awal tahun 2018. Judulnya terinspirasi dari salah satu pidato JK ketika melepas para calon duta besar yang akan bertugas di sejumlah negara sahabat. JK ketika itu menyampaikan sebuah gagasan agar Indonesia dalam pergaulan internasionalnya mulai menempatkan tangan di atas, memberikan bantuan kepada negara yang membutuhkan.

Hal tersebut dilakukan mengingat Indonesia saat ini kurang populer dalam pergaulan antarbangsa, bahkan Negeri Jiran Malaysia lebih dikenal daripada Indonesia. Tentu karena mereka banyak berperan di panggung internasional, di antaranya dengan memberikan bantuan kepada negara lain. Karena itulah sebagai negara Anggota G-20, bagi JK Indonesia sudah waktunya bertransformasi dari negara penerima bantuan semata menjadi negara pemberi bantuan.

“Tangan di Atas” merupakan langkah diplomasi agar Indonesia lebih dipandang oleh negara lain dan menjadikan Indonesia sebagai negara bermartabat di pentas internasional.

Tentang Husain Abdullah

Resensi

ACTNews, JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia mengapresiasi dan mendukung Program Kapal Kemanusiaan yang diinisiasi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Hal itu terungkap dalam pertemuan ACT dengan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) di Kantor Wakil Presiden, Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (10/4). Wapres sepakat, Indonesia harus tampil sebagai bangsa penolong. “Kita bangsa ‘tangan di atas’, bukan ‘di bawah’. Langkah ACT perlu memperoleh dukungan,” ujarnya. Sekitar satu jam berselang, perbincangan berlangsung hangat. “Saya paham, kalian harus menunjukkan bukti. Makanya, kami cepat respons surat kalian. Menolong sesama manusia itu, harus cepat,” ungkap JK. Benar saja, tak perlu waktu lama, hanya tiga hari sejak dilayangkannya surat permohonan ACT untuk menemui Wakil Presiden Republik Indonesia, surat itu pun dijawab. Wapres berkenan menerima ACT untuk berbincang tentang aksi kemanusiaan skala global, utamanya tentang Kapal Kemanusiaan. “Aksi ACT menggerakkan kepedulian masyarakat Indonesia, layak didukung,” kata JK.   Wapres pun menyampaikan pandangannya seputar kerja kemanusiaan. Pertama, perkuat manajemen logistik. Hal ini menentukan efisiensi dan efektivitas penyaluran bantuan. Kedua, libatkan sinergi antarbangsa dalam mengatasi persoalan bangsa lain. Ketiga, kerja kemanusiaan berada di atas persoalan politik. “Di atas semua itu, kerja kemanusiaan ini menuntut trust. Pengiriman bantuan, perlu dipaparkan luas. Bahwa ACT benar-benar menunaikan amanah. Sebetulnya, akan lebih bagus kalau tak hanya seremoni pengiriman bantuan yang disebarluaskan, tapi penerimaan bantuan yang kalian bawa benar-benar sampai di tangan yang dituju. Itu lebih menguatkan kepercayaan masyarakat,” paparnya. Di sela uraiannya, Wapres juga menegaskan, Indonesia sejatinya adalah bangsa yang sangat diharap berperan penting di ranah kemanusiaan. “Sudah saatnya kita meneguhkan peran itu. Peran menjadi penolong, tangan di atas bukan peminta yang tangannya di bawah,” urainya. Tentang dukungan atas Kapal Kemanusiaan, JK ‘membocorkan’ rencana Pemerintah Indonesia dalam waktu dekat terkait Somalia. Kalau ACT dalam pelayaran perdana bulan April ini siap mengirim seribu ton pertama dari total 25 ribu ton yang ditargetkan, Pemerintah berkomitmen membantu lima ribu ton untuk Somalia. Dalam pertemuan itu juga, Ahyudin selaku Presiden ACT menjelaskan tentang pilihan bantuan yang berfokus pada satu bentuk saja, yakni beras. “Mengapa beras? karena beras merupakan makanan pokok bangsa Indonesia. Kita bantu bangsa lain yang lapar, dengan apa yang kita makan sehari-hari. Tidak semua rakyat Indonesia adalah petani atau penghasil beras, tapi setiap rumah di Indonesia rasanya pasti punya beras. Semua orang punya kesempatan untuk berkontribusi,” kata Ahyudin. Jika urusan perizinan dan surat-surat ekspor beras sebagai barang bantuan tuntas diselesaikan, secepatnya ACT akan memberangkatkan Kapal Kemanusiaan tahap pertama di pekan ketiga April. “Perkiraan paling cepat tanggal 23 April, atau paling lambat di tanggal 30 April. Dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya sampai Mogadishu Somalia. Insya Allah Wapres Jusuf Kalla berkenan melepas bantuan perdana ini,” pungkas Ahyudin.[] (https://act.id/news/detail/wapres-jusuf-kalla:-kita-bangsa-tangan-di-atas)   NUKILAN BUKU SAMBUTAN WAKIL PRESIDEN M. JUSUF KALLA Sambutan Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh Terima kasih atas upaya penerbitan buku berjudul Tangan di Atas yang merupakan kumpulan pidato saya, antara tahun 2017-2018. Harus diakui bahwa dalam kancah pergaulan internasional, diplomasi Indonesia perlu terus ditingkatkan. Karena itu, Indonesia harus selalu aktif dalam berbagai forum sebagaimana dasar politik luar negeri RI yang bebas aktif. Apalagi dalam pembukaan UUD 1945 agar Republik Indonesia diamanatkan untuk berperan dalam ketertiban dunia dan perdamaian yang abadi. Karena itu, sudah saatnya mulai berbenah dan menjadikan Indonesia sebagai negara pemberi bantuan tidak lagi sekadar sebagai penerima bantuan. Kita sudah harus merumuskan dan menindaklanjuti apa yang dapat kita sumbangkan kepada negara lain. Dengan demikian, peran Indonesia akan lebih dikenal dan dikenang oleh masyarakat internasional. Itulah pentingnya mengubah pendekatan diplomasi kita menjadi diplomasi tangan di atas. Sekali lagi saya ucapkan selamat dan terima kasih atas terbitnya buku ini. Semoga kita memetik pelajaran dan manfaat. Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Jakarta, 10 Mei 2017 M. Jusuf kalla   DIPLOMASI TANGAN DI ATAS Dewasa ini dunia banyak berubah tentunya. Dari dahulu sampai sekarang, jabatan duta besar sering disebut dengan Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh. Saya kira, jabatan demikian itu tidak ada lagi: sudah Duta Besar, luar biasa, berkuasa penuh lagi. Saya pernah bertanya, kenapa disebut begitu? Berkuasa penuh. Ya, zaman dahulu, mungkin di abad ke-19, ketika seorang duta besar dikirim ke suatu negara, dia harus berkuasa penuh. Salah satu alasannya karena jika mau bertanya ke negaranya, akan membutuhkan waktu 2 atau 3 bulan, baru datang jawabannya. Berbeda dengan sekarang. Setiap saat, duta besar bisa menghubungi menteri luar negeri, wakil menteri luar negeri, atau dirjen. Jadi, tidak lagi yang namanya duta besar berkuasa penuh. Jika kita membaca UUD 1945, tentu itu merupakan patokan yang utama. Tugas kita semua ialah, di samping menyejahterakan bangsa, juga memelihara dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Jadi, itu yang paling utama, bagaimana kita semua ikut serta menjaga ketertiban dunia.  Indonesia mempunyai sejarah yang luar biasa pada saat Konferensi Asia-Afrika, bagaimana kebijakan Bung Karno banyak menghasilkan kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia-Afrika akibat Konferensi Asia-Afrika itu. Saya kira, itu merupakan pencapaian tertinggi yang diraih oleh bangsa kita dalam kebijakan luar negerinya, bagaimana kita mengambil inisiatif untuk mempersatukan negara-negara Asia-Afrika. Dan sampai sekarang, negara-negara Asia-Afrika yang merdeka setelah tahun 1955 itu semuanya berterima kasih kepada Indonesia atas ide dan juga pandangan yang jauh ke depan sehingga kita semuanya dapat berhasil dalam kebijakan luar negeri seperti itu. Jadi, kalau kita simpulkan diplomasi untuk apa? Ya, diplomasi untuk kesejahteraan bangsa. Contohnya, bagaimana sekarang banyak negara telah berubah. Tidak hanya politik, tetapi ekonomi dan sebagainya. Kedua, bagaimana kita ikut serta dalam menjaga ketertiban dunia, dalam kerangka kemerdekaan, perdamaian, dan sebagainya. Itulah yang menjadi dasar.Saya berterima kasih karena kebijakan menteri luar negeri dan Kementerian Luar Negeri secara umum sehingga kepada Ibu Menlu, Ibu Retno LP Marsudi, kita selalu mengucapkan selamat datang. Tidak pernah kita mengucapkan selamat pergi. Selalu selamat datang, minggu depan selamat datang lagi. Jadi, itulah yang penting dalam upaya kita untuk melaksanakan kebijakan luar negeri itu. Apa yang berubah dari dunia ini? Perubahan dunia ini yang paling pertama ialah kecepatannya. Itu sudah menjadi tuntutan. Begitu kita sedikit tertinggal, kita akan kalah. Contoh saja, jika melihat data, pertumbuhan Indonesia hari ini di ASEAN berada dinomor 8,  kalah dari Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, Kamboja, dan Myanmar dengan 5 koma sekian persen. Itu terjadi karena kita kalah kecepatannya. Kenapa? Karena kita selalu telat berkomunikasi dengan luar. Kita selalu mencoba memperbaiki internal, inward looking. Selama ini kita selalu inward looking. Kita mempunyai kebijakan diplomasi yang menurut saya kurang pas. Selama sekian tahun, kita selalu berusaha mendapatkan 1.000 teman, zero enemy, padahal tidak mungkin suatu negara seperti itu. Tidak mungkin semua negara ingin berteman dan zero enemy, kita akan menjadi negara banci terus-menerus. Kenapa kemudian berkali-kali kita ingin berbuat baik ke semua orang? Tidak mungkin kita berbuat baik kepada semua orang. Oleh karena itu, pada waktunya, kita ingin keras; pada waktunya, berpandangan baik; dan ada waktunya untuk mengkoreksi orang. Kita tidak bisa hanya berjalan terus di tengah, walaupun kebijakan umum kita bebas aktif, itu tentu merupakan bagian dari seluruh kebijakan negara kita. Akibat kecepatan itu, dunia pun cepat berubah-ubah. Oleh karena itu, kita harus mengikutinya. Contohnya saja Amerika, Presiden Donald Trump setiap hari mengubah dunia ini dengan Twitter, kan? Zaman dahulu, untuk mengeluarkan sebuah statement, harus dirapatkan dan disampaikan oleh juru bicara. Sekarang, langsung saja tweet satu kali, jutaan orang langsung melihat perubahan apa saja yang terjadi. Nah, itu yang  terjadi akibat media sosial yang begitu cepat sehingga diplomasi itu juga harus menyesuaikan. Kemudian, hari ini, tidak jelas lagi sebuah negeri ada di pihak mana. Dulu ada poros sosialis dan kapitalis, tetapi sekarang, menjadi tidak jelas. China, yang dahulu komunis sosialis, dalam forum WTO justru meminta perdagangan bebas yang bertolak belakang dengan ajaran komunis sosialis. Amerika Serikat yang terkenal kapitalis, malah meminta proteksi. Tentu kebijakan ekonomi dunia yang terbalik total jika orang yang biasanya proteksi menjadi menuntut liberalisasi perdagangan dan sebaliknya, orang yang biasa liberal justru menuntut proteksi dalam hal perdagangan. Ini perubahan luar biasa yang terjadi di level kebijakan sehingga kalau kita tidak mendalami perubahan-perubahan itu, kita akan ketinggalan juga. Itu contoh dua negara besar yang berubah, walaupun tentu dunia ini, setelah perang dingin, juga banyak mengalami perubahan-perubahan dan, kelihatannya, kembali lagi dalam suatu situasi di mana ada blok-blok, walaupun blok-bloknya tidak sebesar blok dahulu. Eropa Timur tidak lagi seperti Eropa Timur zaman dahulu, malah mereka lebih demokratis. Nah, apalagi yang terkadang menjadi masalah di dunia ini? Dunia ini, dari zaman dahulu sampai sekarang, selalu mengalami dua perang, yaitu perang ideologi agama dan perang ideologi demokrasi. Nah, itu tentu menjadi salah satu alasan positioning kita harus dijaga. Perang ideologi agama tentu bukan dilakukan oleh negara, tetapi oleh kelompok-kelompok teroris. Meskipun ada juga negara yang melakukannya, seperti Amerika yang menganggap demokrasi itu sebagai agama. Amerika melakukan perang di Timur Tengah, meskipun ada kepentingan lain, tetapi mereka selau mengatasnamakan demokrasi. Oleh karena itu, saya katakan bahwa demokrasi bukanlah tujuan, tetapi sebagai tool, sebagai alat. Namun, Amerika kadang-kadang menjadikan demokrasi sebagai tujuan. Kenapa mereka menyerang Irak? Kenapa juga Libya? Apa alasannya? Alasannya dia ingin mendemokratisasi Timur Tengah. Namun, efeknya adalah suatu kemunduran di negara-negara tersebut. Jadi, tujuan yang sebenarnya atau yang dimaksud adalah ingin dimajukan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, terjadi kemiskinan luar biasa dan kehancuran di negara-negara seperti Libya itu. Yang menarik, yang saya sampaikan di berbagai negara dan forum, bahwa semua yang bergolak itu republik, sementara yang monarki atau kerajaan aman. Jadi, bukan hanya sistem yang terpenting, tetapi bagaimana perilaku. Coba lihat bagaimana negara-negara yang bergolak di Timur Tengah khususnya, seperti Irak, Suriah, Yaman, Libya, Tunisia, Mesir, Nigeria, semuanya menganut republik. Jadi, ada etika masing-masing yang berbeda.. Namun, kita, negara Indonesia, di Asia Tenggara, sebagai negara yang paling besar dalam artian paling luas dan jumlah penduduk yang besar, dan juga perekonomiannya, tentu mempunyai tanggung jawab yang besar. Sepanjang sekian puluh tahun terakhir ini, banyak orang yang menyayangkan bahwa Indonesia kurang mempunyai peran di dunia internasional. Sekarang ini, sekali lagi saya mengapresiasi Ibu Menlu Retno LP Marsudi yang sangat berani, tetapi selama ini kita kurang mempunyai peranan. Saya pernah mencoba di New York, 2 tahun yang lalu. Saya dan rombongan, kira-kira 10-15 orang, sedang berjalan dan membeli buah di sebuah kios. Kemudian, kami taruhan, apakah penjual buah yang orang Bangladesh bisa mengenali asal kami. Dan jawabannya adalah Malaysia! Kemudian, kami juga masuk ke sebuah toko dan pelayannya, yang orang Amerika asli, langsung menyebut kami orang Malaysia. Saya pernah ke Palestina dan lagi-lagi, dikira orang Malaysia. Apa maknanya itu? Kita kalah peran di luar negeri dengan Malaysia. Saya pernah mengatakan bahwa di luar negeri, hanya 2 negara yang dikenal orang, yakni negara kaya atau negara nakal, cuma 2 saja itu. Kita tidak dikenal karena tidak kaya dan tidak nakal. Tentu, kita tidak perlu nakal supaya dikenal karena itu terkadang bahaya. Kita cukup menjadi negara kaya agar dikenal. Misalnya China, Jepang, atau Korea, jika pemimpin mereka datang ke Amerika Serikat, langsung live CNN. Namun, jika kita yang datang, presiden datang, ya paling berita kecil, di New York Times belum tentu ada. Sama juga di masa lalu, ketika Ahmadinejad atau Hugo Chávez  yang datang, langsung menjadi headline di koran besar. Namun sekarang, Venezuela hancur karena nakalnya keterlaluan, terutama dengan kebijakan dalam negerinya yang menasionalisasi apa saja dan kemudian memberikan subsidi siapa saja. Begitu harga minyak turun, langsung hancur negaranya. Nah, sekarang, bagaimana dengan kita? Seperti yang saya katakan tadi, yang terjadi selama ini adalah kita selalu merasa tangan di bawah. Jika kita bicara kedatangan tamu dari negara lain, kita selalu bertanya, dia mau apa? Kita dapat apa kira-kira dari dia? Selalu langsung berpikir, dapat apa dari dia. Tidak pernah kita berpikir, saya akan beri apa ke dia. Oleh karena itu, mulai tahun depan, Indonesia sudah membentuk semacam Indonesian Aid sehingga ketika ada kesulitan di negara-negara yang miskin, kita dapat bantu, $1 juta, $2 juta, $5 juta. Jangan semuanya kita mengharap Amerika, Jepang, China. Indonesia pun selalu meminjam apa saja ke China, kita selalu mengharapkan bantuan negara-negara seperti itu.

Spesifikasi Produk

SKU ND-366
ISBN 978-602-385-510-0
Berat 260 Gram
Dimensi (P/L/T) 11 Cm / 18 Cm/ 0 Cm
Halaman 420
Jenis Cover

Ulasan Produk

Tidak ada ulasan produk