Api Yunani berkobar … membakar sebagian besar monster. Tanah menggemuruh. Semua gelembung membrane berlendir meletus, mengepulkan debu. Setetes jatuh dari dagu Percy … mendarat di tanah … mendesis seperti seperti air di wajan. Darah Olympus mengairi bebatuan kuno.
Para raksasa bangkit, menyebar di sepenjuru dunia. Mereka mengumpulkan bala tentara—dewa-dewi yang terbuang dan para monster—yang rela menghancurkan demigod. Mereka memburu darah dua demigod, demi membangkitkan Gaea, sang Ibu Bumi.
Ketujuh demigod pemegang ramalan berusaha bertahan hidup dari serangan serta menyatukan Perkemahan Jupiter dan Perkemahan Blasteran. Mereka bahkan tak bisa mengharapkan bantuan para dewa.
Waktu yang dimiliki Percy dan kru Argo II tidak banyak. Pembagian tugas dilakukan, peran masing-masing ditentukan. Mereka harus bergegas mencegah kebangkitan Gaea, dalam sebuah pertarungan hidup dan mati.
Karena badai atau api dunia akan terjungkal
Sumpah yang ditepati hingga tarikan napas penghabisan
Dan musuh panggul senjata menuju Pintu Ajal
Larik di atas merupakan bunyi ramalan yang dirapalkan pertama kali oleh Rachel Dare sesaat setelah ia dilantik menjadi Oracle yang baru, di penghujung buku The Last Olympian dalam seri Percy Jackson and The Olympians. Pada saat itu, Annabeth dan Percy hanya menganggapnya angin lalu, dan berpikir “ah siapa tahu ramalan itu baru akan terwujud puluhan tahun mendatang, saat kita sudah meninggal.” Ternyata, anggapan mereka salah.
Nyatanya, lagi-lagi mereka ambil bagian dalam ramalan besar tersebut. Dan di sinilah mereka, berdiri tegar bersama lima blasteran lain di atas kapal Argo II. Ketujuh demigod pemegang ramalan berusaha bertahan hidup dari serangan antek-antek Gaea yang menggempur mereka dari darat, laut, dan udara. Belum lagi persoalan pelik menyangkut konflik berkepanjangan antara Perkemahan Blasteran dan Perkemahan Jupiter yang membuat dewa-dewi mengalami krisis identitas.
Para raksasa telah bangkit, menyebar di sepenjuru dunia. Mereka mengumpulkan bala tentara—dewa-dewi yang terbuang dan para monster—yang rela menghancurkan demigod. Mereka memburu darah dua demigod, demi membangkitkan Gaea, sang Ibu Bumi. Di saat genting seperti itu, mereka bahkan tidak bisa mengharapkan bantuan yang datang dari dewa-dewi. Bagaimana bisa membantu para demigod, dewa-dewi saja kesulitan setengah mati menjaga pikiran mereka tetap waras.
Waktu yang dimiliki Percy dan kru Argo II memang tidak banyak. Pembagian tugas dilakukan, dan peran masing-masing telah ditentukan. Mereka mempercayakan urusan Athena Parthenos ke tangan Reyna, Nico, dan pelatih Hedge. Tentunya dengan asumsi ketiga orang ini berhasil mencapai Perkemahan Blasteran tepat pada waktunya, sebelum Perkemahan Jupiter melancarkan serangan besar-besaran.
Membaca buku ini, bagi para penggemar Percabeth garis keras mungkin akan sedikit kecewa, karena keduanya tidak mendapat ‘jatah’ memaparkan jalan cerita dari sudut pandang mereka, begitu pula Hazel dan Frank. Hanya ada Jason, Piper, Leo, Reyna, dan Nico yang bergantian menuturkan perjalanan mereka. Masuk di akal sih kalau Uncle Rick mengesampingkan Percy dan Annabeth, karena mereka sudah menguasai panggung di The House of Hades saat keduanya terjun ke Tartarus. Tapi kenapa Hazel dan Frank juga harus dicoret? Huvt… :(
Well, aku pribadi suka dengan diangkatnya sudut pandang Nico dan Reyna. Menurutku malah semestinya dari awal mereka sudah dimunculkan. Karena pembaca jadi punya semacam blind spot dengan ketiadaan sudut pandang kedua orang ini. Misalnya, bagaimana perjalanan Nico selama mengarungi Tartarus seorang diri sampai akhirnya ditangkap oleh raksasa kembar? Atau misalnya bagaimana perjalanan Reyna saat mengikuti petunjuk Jason, sampai harus mengorbankan Scipio, pegasusnya. Bukankah kedua plot itu terlalu sayang untuk dilewatkan? PR untuk Uncle Rick nih, siapa tahu nanti mau nulis buku sejenis The Demigod Diaries atau The Demigod Files. :D
Selama ini yang kita tahu Nico selalu dianggap sosok yang pemurung dan misterius. Tapi siapa sangka, dengan menjadi teman seperjalanan Reyna dan pelatih Hedge, Nico ternyata bisa menunjukkan sisi dirinya yang penyayang. Bersama-sama dengan Reyna dan pelatih Hedge, mereka membentuk kerjasama tim yang luar biasa solid.
After all, baca buku ini banyak sifat dari para tokoh yang terbolak balik. Misal, nggak selamanya Percy merajai pertempuran bawah laut. Ada kalanya Jason—yang bahkan nggak bisa bernapas di dalam air—justru jadi pahlawan dan menyelamatkan Percy yang cuma bisa megap-megap. Dan nggak selamanya kecerdasan Annabeth bisa diandalkan dalam segala kondisi. Annabeth sekalipun membutuhkan Piper yang ketajaman intuisinya lebih berguna di saat-saat tertentu ketimbang cara berpikir Annabeth yang super logis.
Menurutku, Uncle Rick berhasil membangun cerita yang adiktif. Amat sangat adiktif. Ketika aku membalik halaman terakhir, yang bisa kukatakan hanya: “Mana lagi? Kok cuma segini?!” Sedih rasanya ketika menyadari nggak akan ada lagi kelanjutan kisah Percy dan kawan kawan. Kita hanya bisa menerka, oh semoga harapan dan rencana mereka berjalan dengan lancar, tanpa ada intervensi dari ramalan atau tetek bengek perihal kaum dewata.
Sumber: https://www.putrizkiani.com/2014/11/review-buku-blood-of-olympus-akhir_73.html
******
Setelah menutup Pintu Ajal, mereka tahu bahwa tugas mereka belum selesai. Para tujuh demigod harus melawan para raksasa yang berkumpul di ibu kota Yunani. Namun, sebelumnya mereka harus menyelesaikan misi kecil yang juga berbahaya. Untuk menghadapi para Raksasa, mereka harus berhati-hati karena kemana pun mereka pergi, mereka diburu oleh monster yang memburu darah 2 demigod untuk membangkitkan sang Ibu Gaea.
Kau meninggalkan mereka dalam keadaan tanpa daya, Reyna Ramirez-Arellano. Suara seorang wanita berkumandang dari dalam tanah hitam. Perkemahanmu akan dimusnahkan. Misimu niscaya gagal. Pemburuku akan datang mencarimu.
Sementara itu, Reyna bertanggung jawab untuk membawakan patung Athena Parthenos ke Perkemahan Blasteran tepat pada waktunya. Tentu saja, membawa patung tersebut tidak mudah. Ditemani Nico di Angelo dan Pak Pelatih Hedge, mereka harus menempuh perjalanan bayangan yang tentu saja agak berbahaya. Selain itu, waktu yang mereka miliki tidak banyak dan mereka juga dikejar-kejar oleh ancaman terburuk.
Apakah para ketujuh demigod tersebut berhasil menghentikan tindakan Raksasa tersebut tepat pada waktunya? Bagaimana dengan nasib Reyna, Nico, dan Pak Pelatih Hedge? Apakah mereka berhasil membawakan patung tersebut tepat pada waktunya?
Liburan kini telah usai dan maraton baca dari seri Percy Jackson and the Olympians sampai Heroes of Olympus sudah kuselesaikan. Memang sangat sedih rasanya karena berpisah dengan seri yang spektakuler ini. Buku kelima sekaligus terakhir ini tidak begitu mengecewakan, dari awal halaman cerita saja sudah membuat rasa penasaranku muncul dan dilengkapi aksi-aksi yang menakjubkan. Buku ini sungguh spektakular!!
Tidak seperti buku terdahulunya, buku ini ditulis menggunakan 5 sudut pandang dari Jason, Piper, Leo, Reyna, dan Nico. Penggunaan sudut pandang ini berganti-gantian, kisah dibuka dengan latar apa yang terjadi pada ketujuh demigod kemudian berganti menjadi apa yang terjadi pada misi membawa patung Athena Parthenos. Jujur, aku sedikit kecewa karena tidak adanya sudut pandang Percy, Annabeth, Hazel, dan Frank padahal aku ingin mengikuti jalan pikiran mereka pada buku akhir ini. Akan tetapi, itu tidak menjadi masalah karena buku ini mendapat sudut pandang baru, yaitu dari Reyna dan Nico. Hal inilah yang membuatku menjadi bersemangat untuk mengikuti jalannya cerita sekaligus mengenal Reyna dan Nico lebih dalam karena kedua tokoh tersebut merupakan tokoh pendamping pada buku sebelumnya.
Aku menyukai kedua sudut pandang baru tersebut yang masing-masing berbeda dengan cara tersendirinya. Dengan membaca dari sudut pandang Reyna, aku menjadi lebih memahami karakternya lebih dalam. Ia sungguh berani, tangguh, dan tetap kuat disaat waktu yang tidak tepat. Dalam keadaan apa pun, baik dalam keadaan berbahaya atau tidak Reyna tetap berani. Itu yang kusukai darinya. Kemudian ada Nico di Angelo, aku memang bersimpati padanya dari seri Percy Jackson and the Olympians. Aku sungguh kasihan kepadanya karena ia sudah begitu menghadapi banyak rintangan dalam hidupnya. Sama seperti Reyna, ia juga tetap tangguh dengan caranya sendiri. Selain mereka, ada Jason, Piper, dan Leo. Seperti yang sudah kubilang, bahwa tidak ada sudut pandang dari Percy, Annabeth, Hazel, dan Frank. Akan tetapi, aku masih bisa menikmati kehadiran keempat tokoh tersebut dari sudut pandang mereka. Terutama, Percy, aku masih bisa merasakan leluconnya melalui sudut pandang mereka.
Alurnya berjalan dengan cukup cepat dilengkapi dengan aksi-aksi mereka ketika menghadapi suatu rintangan. Seperti biasa, Rick Riordan mampu memadukan mitologi Yunani kuno dengan kehidupan sekarang secara sempurna. Tentu saja, sang penulis tidak lupa menambahkan lelucon-lelucon yang cukup membuatku tertawa, terutama Percy dan Leo. Sama seperti sebelumnya, buku ini juga masih ada interaksi atau hubungan pertemanan antara satu sama lain yang cukup menonjol. Tentu saja, Frank-Hazel-Leo masih menjadi favoritku, selain mereka Jason dan Percy juga merupakan favoritku. Masih banyak yang lainnya.
“Ini Pelopion.” Frank berkata sambil menunjuki satu lagi gundukan batu nan mengagumkan
“Ayolah, Zhang,” kata Leo. “Apa pula arti Pelopion? Tempat keramat untuk main pelotot?”
“Kaumku adalah warga Athena yang asli-kaum gemini.”
“Seperti simbol zodiak?” tanya Percy. “Aku Leo.”
“Bukan, Bodoh,” kata Leo. “Aku Leo. Kau Percy.”
Cuplikan dialog tersebut merupakan 2 dari sekian banyak lelucon yang terdapat dibuku ini. Ada banyak adengan favoritku, namun aku akan memberi tahu 2 favoritku saja. Bagian favoritku yang pertama adalah ketika Annabeth bekerja sama dengan Piper. Kepribadian mereka memang bertolak belakang tetapi mereka tetap bisa bekerja sama. Omong-omong soal Piper, aku sungguh terkesan dengannya. Ia sungguh sudah berkembang, aku terkesan akan kemampuannya. Kemudian yang kedua adalah petualangan Percy, Leo, Hazel, dan Frank. Petualangan mereka ini sukses membuatku tertawa. Selain yang kusebutkan diatas, aku juga menyukai interaksi antara Reyna dengan Nico dan Jason dengan Nico. Mereka ini sungguh membuatku terkesan.
Kemudian ada Gleeson Hedge, meskipun aku merindukan Grover, kehadiran satyr yang satu ini juga membuatku menyukai karakternya. Meskipun Pak Pelatih galak, namun ia tetap perhatian dan peduli. Aku sangat menyukai semua karakter yang terdapat dibuku ini, baik Percy, Annabeth, Jason, Piper, Hazel, Frank, Reyna, Nico, dan Pelatih Hedge. Dan juga Leo Valdez, I love him so much!!!! And yes, words can't express how much I love him, he got a special place in my heart.
Soal ending, aku menyukai penyelesaian dari buku ini. It's so beautiful! Akan tetapi, aku rasa endingnya ini memang perlu diperjelas lagi karena masih ada beberapa yang masih membuatku penasaran. Secara keseluruhan, aku menyukai semua yang ada di buku ini. Sedih rasanya ketika menamatkan buku terakhir ini. Ketika menamatkan buku terakhir dari Percy Jackson and the Olympians, seri itu merupakan favoritku. Namun, ketika aku menamatkan buku ini, aku menjadi tambah menyukai seri ini. Sangat berat untuk berpisah dari petualangan Percy dari awal sampai akhir ini. Andaikan aku bisa memberi infinite star untuk rating, apa boleh buat hanya maksimal 5 bintang. Jadi, aku memberikan rating untuk buku ini bintang yang tidak terhingga karena aku sangat menyukai seri ini! It was so spectacular!!
Tapi untuk saat ini, yang terbaik yang dapat Leo lakukan adalah mengikuti aturan lamanya: Terus bergerak. Jangan terpaku. Jangan pikirkan yang jelek-jelek. Tersenyumlah dan bercandalah sekalipun tidak ingin. Terutama ketika tidak ingin.
Sumber: http://escapeintofantasyworld.blogspot.com/2015/07/book-review-blood-of-olympus.html