Nabi Muhammad Saw. melihat seorang pemuda memandangi seorang wanita muda. Beliau menolehkan kepala pemuda itu agar mengalihkan pandangannya. Kemudian Nabi Saw.bersabda, “Aku melihat seorang pemuda dan seorang wanita muda dan aku tidak percaya bahwa setan tidak menggoda mereka.” (HR Tirmidzi)
Hubungan yang dibangun atas dasar kesenangan semata memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi kesehatan emosi, fisik, mental, dan spiritual seseorang. Pada kenyataannya, hubungan semacam ini tidak hanya menjangkiti anak muda. Bagaikan wabah, hubungan semacam ini bisa menjangkiti semua orang, tua maupun muda, menikah ataupun lajang.
Itulah sebabnya, pada hadis di atas, Rasulullah Saw. menolehkan kepala si pemuda dari memandang wanita muda. Karena, sebuah pandangan biasa bisa menjadi penyebab terbukanya hubungan yang lebih jauh dan berbahaya bagi keduanya. Bukankah Allah Swt. berfirman dalam Kitab-Nya: Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk (QS Al-Isrâ’ [17]: 32)? Sering sekali hal yang kita anggap sepele bisa berakibat sangat fatal bagi diri kita.
Islam tidak melarang perasaan cinta. Bahkan Islam, mengakui, menerima, dan mendorongnya dalam cara-cara terbaik. Buku ini memberi gambaran pandangan Islam dalam mengatasi berbagai masalah terkait cinta itu.
Lembar Persembahan
Saya mempersembahkan buku ini untuk setiap Muslim yang tengah menghadapi godaan untuk memasuki hubungan yang terlarang, untuk mereka yang sudah terlibat dalam hubungan terlarang, untuk mereka yang sedang berjuang untuk keluar dari hubungan terlarang, dan bahkan untuk mereka yang hanya merasa bingung dengan semua itu.
Buku ini dipersembahkan untuk semua jiwa-jiwa tak bersalah, yang telah dijadikan sasaran perburuan oleh para pemain; untuk setiap hati yang pernah patah, yang dihantui oleh berbagai gairah dan nafsu terlarang; untuk para pemuda dan pemudi, pria dan wanita; untuk putra dan putri di masa mendatang, dan kaum muda pemilik masa depan.
Saya mempersembahkan buku ini untuk mereka yang percaya pada kisah dongeng dan cinta sebelum pernikahan.Saya mempersembahkan buku ini untuk semua orang yang ingin menemukan kebenaran mengenai cinta, nafsu, dan patah hati.
Catatan Penulis
Dimuliakanlah Allah yang telah memungkinkanku menulis buku ini—buku yang seandainya saja ada di masa mudaku. Sudah sedemikian lama, saya merindukan menemukan sebuah buku yang menggambarkan akan bahayanya sebuah hubungan yang haram. Sebuah buku yang menawarkan pandangan mendalam mengenai apakah hubungan yang haram itu dan mengapa hal tersebut salah, sekaligus memberikan langkah-langkah praktis dalam menghindari hubungan semacam itu; dan jika sudah telanjur, bagaimana caranya menghadapi berbagai hal yang terjadi setelah hubungan semacam itu.
Banyak sekali Muslim dewasa ini terjebak dalam dosa besar ini. Mungkin karena ini tidaklah sungguh-sungguh disadari sebagai dosa dan bahkan diterima dan dinormalisasi dalam masyarakat kita. Kaum mudalah yang paling rawan terjebak dalam wabah mematikan ini, tetapi banyak pemuda yang memilih abstain terlibat dalam hubungan terlarang hanya karena mengikuti norma-norma budaya semata. Mereka sama sekali tidak menyadari akan Sumber Ilahi dari ke-tabu-an itu dan nilai-nilai mulia di balik terlarangnya hubungan semacam itu. Sebagian kaum muda benar-benar buta akan dampak dari hubungan yang haram bagi kesehatan fisik dan mental, serta takdir dari jiwa mereka di dunia ini maupun di akhirat.
Saya begitu merindukan membaca sebuah buku yang dapat menjadi sebuah jaring penyelamat bagi saudara-saudariku sesama Muslim sehingga tidak terjatuh dalam jebakan ini. Sebuah buku yang tidak hanya membahas keburukan dari dosa, tetapi melangkah lebih jauh dengan membuat mereka berpikir ratusan kali ketika godaan tersebut datang. Ketika pencarianku akan sebuah buku tersebut berakhir sia-sia, saya tersadar bahwa beban tersebut berada di pundakku dan saya memutuskan untuk mulai menulisnya.
Buku yang ada di tangan kalian sekarang ini bukanlah sekadar buku panduan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Namun, buku ini lebih merupakan sebuah buku pegangan yang mencoba menjadi lentera bagi mereka yang merasa nyaman dalam hubungan terlarang, sebuah penghiburan bagi mereka yang terjebak secara emosional dalam hubungan terlarang, dan sebuah panduan bagi mereka yang ingin terbebas tanpa harus merasakan sakitnya patah hati. Buku ini adalah untuk mereka yang telah mengalami perpisahan yang tragis dan sedang bertanya-tanya, bagaimana caranya bisa memulihkan hati mereka yang hancur. Dan terakhir, buku ini juga ditujukan sebagai pembawa berkah bagi mereka, atas rahmat dari Allah Swt., yang telah dilindungi dari godaan setan.
Para pembaca yang budiman, saya berdoa semoga buku ini dapat menjadi jawaban untuk semua pertanyaan yang selama ini kalian cari, dan fakta-fakta yang kalian butuhkan untuk mendidik, melindungi, dan memulihkan kalian dari hubungan yang haram.
Saya sangat berharap kalian berbagi buku ini dengan para sahabat dan keluarga, dan memastikan orang-orang di sekitar kalian menyadarinya. Kalian tidak akan pernah tahu, dengan menyebarkan buku ini, mungkin kalian telah menyelamatkan hati dan jiwa seseorang.
Catatan untuk pembaca: Meskipun dalam buku ini, saya tampak seperti secara eksklusif menekankan para wanita dalam banyak bagian (sebagian karena kaum Hawa-lah yang paling banyak meminta nasihatku), saran-saranku dalam buku ini juga berlaku sama untuk kaum Adam, tanpa terkecuali.
Semoga Allah Swt. menjadikan buku ini sebagai amal jariyah dan sedekah bagiku dan kalian. Amin
Cinta: Halal atau Haram
Tertulis dalam Islam bahwa kita tidak diperbolehkan memiliki kekasih sebelum ikatan pernikahan. Kemudian, pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak kita adalah: Apakah haram untuk memiliki “perasaan” kepada seseorang, untuk mencintai seseorang? Jawabannya sederhana, tidak.
Tidaklah haram untuk menyukai seseorang atau untuk mengalami perasaan cinta terhadap seseorang dan ingin menikah dengannya. Cinta merupakan sesuatu yang berada di luar kuasa kita. Cinta merupakan sesuatu yang mengalir dari hati kita begitu saja. Sama seperti semua perasaan lainnya, cinta merupakan emosi yang menguasai hati kita secara instingtif. Namun, jika perasaan cinta ini membawa kita pada pergaulan bebas, tidak menjaga pandangan terhadap lawan jenis, atau menjadikan kita terlibat dalam percakapan-percakapan pribadi, dalam kasus-kasus tersebut perasaan cinta ini dapat dianggap terlarang—haram. Dengan kata lain, jika emosi cinta ini muncul dalam hati seseorang, tetapi dia tidak bereaksi atas hal itu, tidak ada dosa yang dapat dipersalahkan atas dirinya. Tidak ada yang salah dengan cinta yang tumbuh dalam batasan hukum Allah Swt.
“Jika cinta tumbuh atas sebuah alasan yang tidak haram, seseorang tidak dapat dipersalahkan atas hal tersebut, seperti halnya seorang pria yang mencintai istrinya atau budak wanitanya, kemudian pria itu meninggalkannya, tetapi rasa cinta itu tetap ada dan tidak pernah meninggalkan hati si pria. Dia tidak akan dipersalahkan atas hal itu. Hal yang sama juga berlaku jika pria itu menatap wanita tanpa sengaja, kemudian mengalihkan pandangannya, tetapi cinta itu tetap ada di hatinya tanpa dia menginginkannya. Namun, dia harus menahan perasaan itu dan menjauhinya.” (Diriwayatkan oleh Ibn al-Qayyim dalam Rawdat al-Muhibbîn, h. 147)
“Seorang pria bisa saja mendengar kabar tentang seorang wanita yang memiliki perangai baik, bijak, dan cerdas sehingga pria itu ingin menikahinya. Atau seorang wanita bisa saja mendapat kabar bahwa ada pria memiliki karakter yang baik, bijak, dan pandai, juga taat beribadah sehingga dia ingin menikahi pria itu. Namun, kontak antara kedua insan yang saling mengagumi satu sama lain dalam cara-cara yang tidak diterima secara Islam akan menjadi sebuah masalah, yang pada akhirnya akan berujung pada konsekuensi yang sangat berbahaya. Dalam kasus ini, tidak diperbolehkan bagi si pria untuk berhubungan dengan si wanita atau untuk si wanita berhubungan dengan si pria, dan mengutarakan secara langsung bahwa dia ingin menikahi wanita itu. Alih-alih, si pria harus mengutarakannya kepada sang wali dari si wanita bahwa dia ingin menikahinya, seperti yang Umar r.a. lakukan ketika beliau menawarkan putrinya untuk dinikahi oleh Abu Bakar r.a. dan Utsman r.a. Namun, jika si wanita melakukan kontak secara langsung dengan si pria, hal ini yang akan membawa fitnah. (Liwâ’ât al-Bâb il Maftûh)
Kita semua mafhum bahwa Islam tidak melarang perasaan cinta. Alih-alih, Islam mengakuinya, menerimanya, dan mendorongnya dalam cara-cara yang terbaik. Jalan alternatif terbaik dan Islam tawarkan bagi pasangan kekasih adalah melegalisasikannya dalam ikatan pernikahan.
Segala bentuk ikatan selain pernikahan akan berarti kehancuran dan akan membawa lebih banyak keburukan daripada kebaikan.
Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Tidak ada yang sebaik pernikahan bagi dua orang yang saling mencintai satu sama lain.” (Diriwiyatkan oleh Ibn Majah, Buku 9, Hadis 1920; dinilai “sahih” oleh Al-Albani).