Ketersediaan : Habis

YASA

Deskripsi Produk

Bagi Yasa, berada satu sekolah dengan Daza adalah bencana besar. Sebaliknya, bagi Daza itu justru anugerah terindah. Segala cara Yasa lakukan untuk menjauh dari “gangguan” Daza. Rupanya cewek itu nggak kenal menyerah. Yasa nggak segan-segan bikin sakit hati cewek berponi itu dengan sikap dan perkataannya.   Kayaknya usaha Yasa mulai…

Baca Selengkapnya...

Rp 89.000

Rp 75.650

Bagi Yasa, berada satu sekolah dengan Daza adalah bencana besar. Sebaliknya, bagi Daza itu justru anugerah terindah. Segala cara Yasa lakukan untuk menjauh dari “gangguan” Daza. Rupanya cewek itu nggak kenal menyerah. Yasa nggak segan-segan bikin sakit hati cewek berponi itu dengan sikap dan perkataannya.
 
Kayaknya usaha Yasa mulai membuahkan hasil. Daza mulai menyerah dan mutusin untuk berhenti ngejar Yasa. Cowok berzodiak Cancer itu pun lega. Tapi, di saat yang sama, Yasa justru menemukan fakta yang menyentuh hati, sampai-sampai membuatnya merasa sangat bersalah.
 
Ingin sekali Yasa memperbaiki kesalahannya. Tapi, apa masih ada kesempatan? Gimana cara Yasa menghadapi Daza yang telanjur beku hatinya?

 

“Setelah sekian lama nggak ketemu cerita teenlit yang bener-bener teenlit, akhirnya Yasa mengobati rasa kangenku! Sikap Yasa yang gengsian, Daza yang lucu-lucu polos berhasil buat aku gemes sampai gigit-gigit bantal! Good job, Ega!”
—@innayahputri, penulis novel If Only dan Iris

“Kayak cerita Kak Ega yang lain, alurnya santai, tapi bikin nafsu gigitin bantal. Cerita tentang perjuangan kejar-mengejar yang nggak mainstream. Konfliknya nggak berat, tapi berkesan. Pembawaan tokoh juga emang dibikin sedemikian real. Humornya juga dapet, sebelnya juga, nyelekitnya pun iya. Salut!”
—@sparklewords, pembaca Yasa di Wattpad

Easy to read, tapi nggak murahan. I feel happy, butterflies in my stomach, giggles the romantic thing in this novel. Pokoknya emosinya dapet banget! Keluarga, cinta, sahabat, dan masa depan. Alurnya juga ngena banget! Selalu suka sama karya Kak Ega. Makasih udah bikin cerita se-delicious ini.”
—@xsrinnd, pembaca Yasa di Wattpad

“Novel Yasa itu kayak gula, sedangkan para pencinta buku ibarat semut. Sekali cicip, semutnya nggak bakal mau lari! Pembaca akan disuguhkan kisah manis dan mencandukan. Percaya deh, gula yang satu ini lebih berkualitas dari gula-gula lainnya!”
—@saputravebri, pembaca Yasa di Wattpad

“Parah, sih! Keren! Pecah! Ini cerita yang kali pertama aku baca saat adanya project HSS. Ceritanya, tuh, beda dari yang lain. Pokoknya cerita ini, tuh, bikin emosi naik turun seakan kita, tuh, masuk ke dalam cerita. Good job, deh, buat Ega Dyp! Karakter Yasa dan Daza di sini bener-bener hidup, natural. Pokoknya cerita ini, tuh, kalau didefinisikan dengan kata-kata bakalan panjang banget. Berasa makan permen Nano Nano karena campur aduk rasanya. Intinya, I’m falling in love with this story!
—@florensatalia, pembaca Yasa di Wattpad

“Cerita ini, tuh, selalu bikin aku ngecek notifikasi Wattpad, bener-bener penasaran banget sama kelanjutan ceritanya. Alurnya nggak ketebak. Bacanya bikin aku ngakak, senyum-senyum sendiri. Pokoknya feel-nya dapet! Cerita Yasa ini nggak cuma tentang cinta, tapi juga tentang passion dan mimpi. Penuh motivasi. I love this book so much!
—@meutyacarla, pembaca Yasa di Wattpad

“Yang paling membuatku terkesan di cerita Yasa ini adalah karakter tokohnya. Yasa dan Daza memiliki penokohan yang feel-nya dapet banget parah! Belum lagi bukan hanya kisah percintaan yang menjadi topik utama, tapi konflik-konflik untuk remaja dalam mengejar impian yang sukses bikin aku termotivasi banget. Mengingat interaksi antara Yasa dan Daza yang sangat bikin gemes, buat aku susah move on dari mereka. Intinya, Yasa itu simple, but always makes simper.”
—@michellenajoan, pembaca Yasa di Wattpad

Like a pastry, kisah ini renyah. Baca ini, tuh, kayak makan choco lava cake di restoran mahal. Dari plating-nya alias blurb-nya aja udah cantik, pas dipotong cake-nya alias dibaca, ceritanya lembut dan bikin meleleh di hati. Manis kayak choco lava cake!”
—@qyaya_, pembaca Yasa di Wattpad

“Yasa jadi salah satu cerita favorit aku. Banyak moral value-nya. Bahasanya ringan, tapi bisa bikin tersentuh. Idenya sederhana, tapi mampu membuat pembaca hanyut dalam cerita. Feel-nya dapet banget dan sukses bikin baper. Banyak pelajaran hidup berharga dari cerita ini dan bisa dijadiin inspirasi juga. Good job, Ega Dyp!”
—@nrstandravn, pembaca Yasa di Wattpad

“Sepanjang baca cerita ini mesti ada aja yang bikin nyengir, ngakak, sampai meringis. Suka sama interaksi main character yang terbilang unik. Tokoh cowoknya bikin melting sekaligus jengkel. Apalagi heroinnya antara polos sama nggak tahu malu hehe. Dan, jangan lupakan pelajaran hidup yang ada di dalamnya. Pokoknya top banget!”
—@umulamal_, pembaca Yasa di Wattpad


 

Tentang EGA DYP

Resensi

“Yas, lo kebagian jagain stan pendaftaran ekskul siang ini.” Yasa mendadak berhenti mengutak-atik tombol kameranya. Cowok itu mendongak dan dengan dahi berkerut menatap orang yang baru saja berbicara. “Kok gue?” tanya Yasa datar. Norin, teman satu ekskulnya, yang disebut-sebut akan menggantikan posisi Kak Diana sebagai sekretaris kegiatan ekstrakurikuler jurnalistik tahun ini, mendengkus sabar. “Disuruh Kak Raja. Udah dikasih jadwalnya juga.” Norin mengambil selembar kertas dari atas meja cokelat, kemudian menyerahkannya kepada Yasa. Namun, Yasa enggan menerimanya, malah memberi isyarat ke Norin untuk meletakkan kertas itu ke tempat semula. Norin kembali mendengkus, kali ini dengan suara lebih keras agar Yasa dapat mendengarnya. Dia ingin cowok itu sadar bahwa kesabarannya nyaris habis. Kak Yasa? “Oke, Yas! Yang jelas, nanti pas break siang, lo jaga stan. Bakalan banyak anak baru soalnya.” Norin berkata lantang seraya menaruh kembali kertas di tangannya. Yasa pun berdiri dari duduknya, memasukkan kamera ke tas, kemudian menyampirkannya di bahu. Awalnya, dia menatap Norin tanpa ekspresi. Namun, melihat cewek itu seolah siap memuntahkan lahar panas, Yasa langsung mengulum senyum khasnya. Senyum miring yang sebetulnya tampak menyebalkan. “Kalau gue nggak mau, gimana, Rin?” Yasa bertanya santai sambil berjalan ke arah pintu keluar di mana sepatunya berada. Dipasangnya sepatu itu dengan cekatan seraya menantikan jawaban Norin. “Kak Raja sebagai ketua ekskul bakal mikir dua kali buat milih lo jadi ketua divisi camera person,” jawab Norin percaya diri. “Paling, Dewa yang bakal ditunjuk, bukan lo.” Yasa mengangkat bahunya cuek. “Gimana kalau lo aja yang jaga stan hari ini? Lagian, lo kan anggota paling rajin di sini. Ya, kali, jaga stan aja nggak mau.” “Gue ada urusan, Yasaaa ....” Norin nyaris berteriak frustrasi. “Urusan apa? Paling kerjaan lo setiap hari nyusun rencana dan nyari cara buat balikan sama Putra, kan?” “Ngarang lo!” “FYI, kata Putra, dia udah move on dari lo sejak berabad-abad lalu.” “Sumpah, ya, Yas. Mulut lo itu ngeselin banget.” Yasa tersenyum miring. “Pastiin formulir pendaftaran udah di-print banyak-banyak pas gue jaga stan nanti,” tutup Yasa seraya beranjak meninggalkan sekretariat ekskul jurnalistik sebelum semua terbakar akibat kemarahan Norin. Siang ini matahari bersinar terik. Yasa menyumpah dalam hati, kenapa juga dia harus kebagian menjaga stan pendaftaran ekskul jurnalistik di tengah cuaca panas begini? Iya, sih, dia tidak harus berjemur di lapangan, tapi duduk di depan ruang sekretariatnya sambil meladeni siswa-siswi yang bertanya mengenai ekskul ini cukup membuatnya letih. Lihatlah keringat yang membasahi atasan seragam putih beraksen tartan yang dikenakannya sekarang. Cuaca di bulan Juli memang betul-betul tidak bersahabat. Akan tetapi, untung Yasa punya dua teman yang mau diajak susah. Putra dan Aji, dua sohib yang dikenalnya sejak kali pertama menginjakkan kaki di Sekolah Menengah Atas Nusa Cendekia. Dan, dua sohibnya itu dengan sukarela menemaninya di sini. “Mana, Yas? Lo bilang bakalan banyak cewek cantik yang nyamperin?” Putra akhirnya mengeluh setelah hampir dua puluh menit duduk manis menemani, tapi apa yang dijanjikan temannya itu tak kunjung terlihat. Bukannya cewek cantik yang menghampiri, melainkan malah cowok-cowok dengan tampang nerd yang membosankan. Yasa harus meralat ucapannya. Dua sohibnya itu tidak dengan sukarela menemaninya. “Tunggu aja,” jawab Yasa kalem, yang langsung dihadiahi Putra umpatan pelan. “Sekarang gue juga jadi mikir, ngapain ikut nemenin lo jaga stan sementara gue sendiri bukan anak ekskul sini,” Aji berkata sambil mengipas-ngipas badannya dengan buku tulis tipis bergambar Rapunzel. Buku tulis itu ditemukannya di atas meja pendaftaran. Menganggapnya tidak terpakai, dia pun menjadikan buku itu sebagai alat penghilang rasa panas. “Nggak usah banyak ngeluh, Ji. Mending lo beliin minum sekarang, kantin nggak jauh dari sini,” kata Yasa ikut-ikutan emosi. “Gue bukan babu lo, Yasmin!” “Yasa, geblek! Sembarangan lo ngubah nama gue!” “Gue bukan babu lo, Yasa geblek!” “Nggak pakai geblek.” “Lha, lo sendiri tadi bilang pake geblek,” sahut Aji. “Yasa Niagara Yudhistira, itu nama gue,” cetus Yasa penuh percaya diri. Yasa memang bangga dengan nama itu. Keren dan terdengar laki banget. Dia juga merasa kekerenan nama itu turut menular ke orangnya. Jadi, Yasa tidak punya alasan untuk tidak menyombongkan diri. Aji mengulang nama lengkap Yasa dengan gaya bibir dilebay-lebaykan. Melihat itu, Yasa langsung menyikut rusuk cowok yang duduk di sampingnya itu. “Diem lo, Narji!” “Narji pala lo kotak, nama gue Luthfi Aji Bahtiyar,” Aji bersungut tak terima. “Ajinomoto.” “Yasa Sasa.” “DIEM!” sentak Putra tiba-tiba. “Nggak usah kayak bocah kebanyakan makan micin!” “Marah mulu lo Puput, PMS, yah?” tanya Aji tanpa takut sama sekali. Cowok itu dengan santai mengipas-ngipas buku bersampul Rapunzel ke arah Putra. Membuat Putra langsung memegangi jambulnya, takut angin yang disebabkan oleh kipasan itu merusak jambul kebanggaannya. “Puput sensi kalau lagi kepanasan,” tambah Aji. “Sekali lagi lo panggil gue Puput, gue ceburin ke kolam kodok!” seru Putra sambil menunjuk kolam kodok yang letaknya jauh di seberang kiri mereka. Persisnya, kolam berisi banyak ikan dan kodok menggelikan itu berada di taman sekolah. Biasanya, anak SMA Nusa Cendekia yang berulang tahun bakal dicemplungkan ke situ oleh teman-temannya. Aji langsung menampilkan ekspresi tak suka. Bergelut dengan kodok tentu tidak ada dalam daftar kegiatannya hari ini.  

Spesifikasi Produk

SKU BE-108
ISBN 978-602-430-431-7
Berat 370 Gram
Dimensi (P/L/T) 15 Cm / 20 Cm/ 0 Cm
Halaman 392
Jenis Cover

Ulasan Produk

Tidak ada ulasan produk