Buku 100 TOKOH PALING… - Michael Hart | Mizanstore
Ketersediaan : Habis

100 TOKOH PALING BERPENGARUH DI DUNIA (EDISI REVISI)

    Deskripsi Singkat

    Pertama kali diterbitkan pada 1978, buku ini menuai kontroversi dan dihujani kritik. Betapa tidak, sang penulis, Michael H. Hart, berani mengambil keputusan menempatkan Nabi Muhammad Saw. di urutan pertama daftar 100  tokoh paling berpengaruh dalam sejarah dunia. Padahal Hart sendiri non-Muslim dan Islam bukanlah agama terbesar di dunia. Tentu saja,… Baca Selengkapnya...

    Rp 114.000 Rp 96.900
    -
    +

    Pertama kali diterbitkan pada 1978, buku ini menuai kontroversi dan dihujani kritik. Betapa tidak, sang penulis, Michael H. Hart, berani mengambil keputusan menempatkan Nabi Muhammad Saw. di urutan pertama daftar 100  tokoh paling berpengaruh dalam sejarah dunia. Padahal Hart sendiri non-Muslim dan Islam bukanlah agama terbesar di dunia. Tentu saja, semua kritikan itu terbukti tak beralasan. Buktinya, buku ini terjual jutaan eksemplar dan dibaca berbagai kalangan.
     
    Tolok ukur yang digunakan Hart untuk menentukan peringkat bukanlah tingkat kepintaran, kekuatan, ataupun kehebatan, melainkan tingkat pengaruh dan seberapa besar tokoh tersebut mengubah arah sejarah, mendorong kebangkitan dan kejatuhan peradaban, serta menentukan langkah takdir jutaan manusia.
     
    Dalam edisi terbaru ini, Hart merevisi daftar dan peringkat yang dia buat karena menurut dia pengaruh dari sebagian orang yang dipilihnya telah berubah seiring dengan waktu. Nama-nama baru juga mulai bermunculan di panggung dunia. Ditulis ditulis secara informatif sekaligus menghibur, buku ini dijanjikan akan sama suksesnya seperti pendahulunya—pelengkap sempurna untuk koleksi buku referensi sejarah atau filosofi mana pun.

    Tentang Michael Hart

    Michael Hart

    Michael H. Hart (lahir 28 April 1932; umur 85 tahun) adalah seorang sarjana fisika, astronomi, hukum, dan pengarang buku 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah yang telah diterjemahkan dalam sejumlah bahasa di dunia. Ia pernah bekerja pada NASA dan guru besar astronomi dan fisika di Maryland, Amerika Serikat.




    Keunggulan Buku

    - Telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa.
    - Sejak diterbitkan pertama kali tahun 1978, buku ini menjadi referensi yang selalu dicari di seluruh dunia hingga sekarang. 
    - Telah terjual jutaan eksemplar.
     

    Resensi

    Endorsment
    “Karya abadi yang selalu relevan sepanjang zaman.”
    —Komaruddin Hidayat, Guru Besar UIN, Jakarta


    Review Buku

    Belajar Merevisi Sejarah dari Michael H. Hart


    Bagi penggemar literasi sejarah, buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh Di Dunia adalah buku yang wajib dibaca dan dimiliki. Buku yang ditulis Michael H Hart ini sudah diterjemahkan dalam 20 bahasa dan dicetak jutaan kali. Mengutip perkataan Komarudin Hidayat, ini adalah karya abadi yang selalu relevan sepanjang zaman. Sebuah buku yang fenomenal dan paling kontroversial dalam sejarah.

    Terlalu berlebihan? Saya kira tidak. Setiap orang boleh mempunyai interpretasi tersendiri siapa tokoh terhebat, terkenal, terpopuler atau parameter yang dipilih Hart adalah yang paling berpengaruh.

    Dalam menyusun katalog 100 tokoh paling berpengaruh, Hart menempatkan para tokoh tersebut dalam susunan peringkat yang kontroversial, namun tetap disertai alasan yang logis dan bisa diterima para pembacanya. Berulangkali Hart menegaskan, bahwa yang dia urutkan adalah atas dasar pengaruhnya, bukan karena nama besarnya atau seberapa terkenal tokoh tersebut.

    14 tahun usai buku ini dicetak pada edisi pertama, Hart memutuskan untuk mencetak buku edisi revisi. Mengapa harus ada revisi? Apakah sejarah bisa direvisi? Menurut Hart, satu alasan untuk membuat revisi adalah bahwa sejarah tidak berhenti di tahun 1978, ketika edisi pertama buku ini ditulis. Banyak sejarah baru yang tercipta, dan tokoh-tokoh baru bermunculan.

    Shakespeare Bukanlah Shakspere, Pria dari Stratford-on-von Itu

    Pada buku edisi revisinya, perubahan paling mencolok dan tentu saja menimbulkan kontroversi adalah ketika Hart mencantumkan nama Edward de Vere sebagai nama sebenarnya dari penyair terkenal William Shakespeare. Dalam buku pertamanya, Hart dengan percaya diri dan tanpa keraguan menyatakan William Shakespeare si penyair adalah William Shakspere (tanpa huruf 'e' pertama), pria yang dilahirkan di Stratford --on-von pada tahun 1564 dan wafat disana pada 1616.

    Menurut Hart, perubahan ini dibuat dengan sangat enggan, dan menggambarkan pengakuan bahwa dia sudah melakukan kesalahan serius karena begitu saja "mengikuti khalayak" atau pendapat umum tanpa menguji fakta dengan teliti. Hart mengakui dia sudah terpengaruh oleh sumber-sumber dari buku yang disebutnya "kaum ortodoks" dan mengabaikan argumen-argumen dari "kaum skeptis".

    Dari sejak mula protes dia terima terkait sosok dibalik nama William Shakespeare, Hart dengan teliti memeriksa argumen kedua belah pihak. Hingga kemudian sampai pada kesimpulan bahwa "kaum skeptis" lebih benar dan bukti-bukti mengarah kepada Edward de Vere sebagai tokoh dibalik nama William Shakespeare.

    Hoaks yang Dipelihara

    Untuk menebus kesalahannya, Hart mengulas profil Edward de Vere dalam 20 halaman, paling banyak diantara profil tokoh lain dalam bukunya. Secara ringkas dan padat, Hart mengajukan beberapa argumen dan deduksi mengapa ia sampai pada sebuah kesimpulan William Shakespeare adalah nama pena dari Edward de Vere, Earl of Oxford ke-17.

    Selain itu, Hart dengan beraninya menjawab sebuah pertanyaan, "Jika de Vere adalah Shakespeare, bagaimana Shakspere bisa dianggap sebagai penulis naskah-naskah Othello, Hamlet dan karya terkenal lainnya itu"?

    Menurut Hart, penjelasan yang paling mungkin adalah Shakspere adalah hoaks yang diciptakan keluarga Edward de Vere ketika mereka memutuskan menerbitkan kumpulan karyanya dan memilih terus mempertahankan kerahasiaan identitasnya.

    Buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia edisi revisi mengajarkan beberapa hal penting. Pertama, hoax ternyata sudah ada sejak jaman dulu, dan memang sengaja diciptakan. Tujuannya adalah untuk merahasiakan kepribadian seseorang karena takut akan tercipta sebuah skandal yang tidak diinginkan.

    Kedua, dan ini yang paling penting, sejarah ternyata bisa direvisi. Karena sejarah itu dinamis, tidak berhenti pada satu waktu saja. Bagi seorang penulis yang menggeluti bidang sejarah, merevisi buku hasil karyanya tentu saja butuh keberanian lebih. Karena itu berarti ada pengakuan kesalahan yang sudah dilakukannya, sebagaimana yang dialami oleh Michael H Hart.

    Kontroversi Kesultanan Majapahit

    Beberapa waktu lalu, dunia literasi Indonesia dikejutkan dengan kontroversi seputar tokoh Gajah Mada. Sebuah buku yang berjudul Kesultanan Majapahit: Fakta dan Sejarah Yang Tersembunyi  dari penerbit Lembaga Hikmah dan Kajian Publik PDM Yogyakarta mengajukan wacana Gajah Mada adalah seorang muslim. Wacana dari buku ini pun menjadi viral, hingga kemudian entah siapa yang memulai, Gajah Mada disebut dengan Gaj Ahmada.

    Banyak yang membantah informasi tersebut. Tidak sedikit yang menilainya sebagai hasil otak-atik gathuk (asal nyambung), dan tidak sedikit pula yang menertawakan. Namun, penulis buku Herman Sinung Janutama dan Ketua Tim Kajian Kesultanan Majapahit, Ryanto Tri Nugroho menanggapi enteng sindiran dan cibiran di media sosial terhadap teori yang mereka ajukan bahwa Majapahit adalah kesultanan islam. Menurut Rinto, kajian itu didasari anggapan bahwa ada pembalikan sejarah masa lalu Nusantara oleh peneliti kolonial.

    Mungkinkah Merevisi Sejarah Majapahit?

    Apa yang dilakukan penulis buku Kesultanan Majapahit dan yang dialami mereka sekilas mirip dengan cerita kontroversi tokoh William Shakespeare. Jika Michael H Hart bisa sampai pada kesimpulan bahwa buku-buku ortodoks yang menyebut Shakspere sebagai penulis naskah-naskah drama legendaris Hamlet dan Othello adalah hoax, mengapa kita tidak bisa melakukan alur berpikir seperti penulis buku Kesultanan Majapahit itu? Yang oleh Hart disebut "kaum skeptis"karena selalu meragukan kebenaran sejarah. Hingga kemudian Hart dengan enggan mengakui kesalahannya dan menyebut argumen kaum skeptis lebih meyakinkan daripada kaum ortodoks.

    Mungkin ada metode penelitian yang salah dari penulis buku Kesultanan Majapahit. Atau bisa juga deduksi yang mereka ambil tidak didukung bukti-bukti sejarah yang kuat. Tapi, tidak dengan entengnya kita kemudian mencibir dan mencemooh kesimpulan yang sudah mereka buat.

    Siapa tahu, kelak ada sejarawan lain yang bisa membuktikan dengan jelas dan tanpa keraguan, bahwa Kesultanan Majapahit itu benar adanya? Sebagaimana setelah 14 tahun meneliti kembali berbagai argumen dan fakta, Michael H Hart menerbitkan buku revisi dan mencantumkan Edward de Vere sebagai William Shakespeare.

    Sumber: https://www.kompasiana.com/primata/5a976603dcad5b5c6d113142/belajar-merevisi-sejarah-dari-michael-h-hart?page=2


    Nukilan Buku
    MUHAMMAD SAW.
    (570-632)

    Saya memilih Muhammad Saw. sebagai tokoh teratas dalam daftar paling berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sejumlah pembaca dan dipertanyakan oleh yang lain. Namun, dialah satu-satunya orang dalam sejarah yang sangat berhasil, baik dalam hal keagamaan maupun sekuler.

    Dari asal-usulnya yang bersahaja, Muhammad Saw. mendirikan dan mengembangkan salah satu agama besar dunia, serta menjadi pemimpin politik yang amat efektif. Saat ini, tiga belas abad pascawafatnya, pengaruhnya masih kuat dan merasuk.

    Mayoritas nama-nama dalam buku ini memiliki keuntungan karena lahir dan dibesarkan di pusat-pusat peradaban, negeri-negeri yang sangat berbudaya atau penting dari sisi politik. Sebaliknya, Muhammad Saw. dilahirkan pada 570 di kota Makkah, di sebelah selatan Arabia, yang pada masa itu merupakan sebuah wilayah terbelakang di dunia, jauh dari pusat-pusat perdagangan, seni dan ilmu pengetahuan. Yatim-piatu sejak berusia enam tahun, beliau dibesarkan dalam lingkungan yang bersahaja. Tradisi Islam berkisah bahwa beliau tidak dapat membaca atau menulis. Posisi ekonominya membaik ketika pada usia 25 tahun, dia menikahi seorang janda kaya. Meski begitu, kala beliau mendekati usia 40 tahun, hanya ada sedikit indikasi yang dapat menunjukkan kebesaran beliau.

    Kebanyakan orang Arab pada masa itu menyembah berhala dan percaya pada banyak dewa. Namun, ada sejumlah kecil orang Yahudi dan Nasrani di Makkah; kemungkinan besar dari merekalah Muhammad Saw. pertama kali belajar tentang Tuhan yang Esa dan Mahakuasa yang menguasai seluruh alam raya. Ketika berusia 40 tahun, Muhammad Saw. yakin bahwa Tuhan (Allah) yang Mahabenar ini berbicara kepadanya (melalui Malaikat Jibril) dan memilih beliau untuk menyebarkan agama yang benar.

    Selama tiga tahun, Muhammad Saw. hanya berdakwah kepada teman-teman dan rekan dekat beliau. Kemudian, sekitar 613, beliau mulai berdakwah di depan publik. Seiring dengan bertambahnya pengikut-pengikut baru, pihak penguasa Makkah mulai menganggapnya sebagai gangguan berbahaya. Pada 622, karena khawatir dengan keselamatannya, beliau mengungsi ke Madinah (sebuah kota yang berjarak sekitar 200 mil di utara Makkah), di mana dia ditawari posisi yang memberinya kekuasaan politik yang cukup besar.

    Peristiwa ini—disebut Hijrah—adalah titik balik kehidupan sang Rasul. Di Makkah, beliau hanya memperoleh sedikit pengikut. Di Madinah, beliau memperoleh lebih banyak pengikut, dan segera mendapat pengaruh yang serta-merta menjadikannya seorang penguasa absolut. Selama beberapa tahun berikutnya, seiring jumlah pengikut yang meningkat pesat, serangkaian pertempuran terjadi antara Madinah dan Makkah. Perang ini berakhir pada 630 dengan kemenangan di pihak Muhammad Saw. yang kembali ke Makkah sebagai penakluk. Di 2,5 tahun sisa hidupnya, beliau menyaksikan suku-suku Arab berbondong-bondong memeluk agama baru ini. Ketika Muhammad Saw. wafat pada 632, beliau merupakan penguasa di seluruh bagian selatan Arabia.

    Suku-suku Badui Arab memiliki reputasi sebagai petarung yang tidak takut mati. Namun, jumlah mereka sedikit, serta dihantui oleh perpecahan dan perang antara saudara. Itu sebabnya mereka bukan ancaman bagi tentara-tentara kerajaan di wilayah-wilayah pertanian yang mapan di utara yang jumlahnya lebih besar. Namun, setelah Muhammad Saw. mempersatukan mereka untuk pertama kalinya dalam sejarah, dan terinsiprasi oleh kepercayaan mutlak mereka terhadap keesaan Tuhan, pasukan Arab kecil ini melakukan serangkaian penaklukan paling mengagumkan dalam sejarah manusia. Di timur laut Arabia, berdiri Imperium Neo- Persia yang diperintah oleh Dinasti Sassanid; di barat daya terletak Byzantium atau Kekaisaran Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel. Dari segi jumlah, orang-orang Arab bukanlah tandingan lawan-lawan mereka. Toh, di medan perang, justru sangat berbeda. Orang-orang Arab yang terinspirasi ini dengan cepat menaklukkan seluruh Mesopotamia, Suriah, dan Palestina. Sampai tahun 642, Mesir dirampas dari tangan Kekaisaran Byzantium, sementara tentara Persia dihancurkan dalam perang-perang menentukan di Qadisiya pada 637 dan Nehavend pada 642.

    Akan tetapi, penaklukan-penaklukan luar biasa ini—dilakukan di bawah pimpinan para sahabat dan pengganti Nabi, Abu Bakar dan Umar bin Khattab—tidaklah menandai akhir penaklukan bangsa Arab. Pada 711, tentara-tentara Arab menyapu bersih seluruh Afrika Utara sampai Samudra Atlantik. Di sana mereka berbalik ke utara menyeberang Selat Gibraltar dan menggilas kerajaan Visigoth di Spanyol.

    Untuk sesaat, tampaknya orang-orang Islam bakal menaklukkan seluruh kerajaan Nasrani di Eropa. Namun, pada 732, pada pertempuran Tours yang terkenal itu, satu pasukan Muslim yang bergerak maju sampai ke pusat Prancis, akhirnya dikalahkan oleh pasukan Franks. Meski begitu, dalam kurun waktu seabad penuh peperangan, orang-orang Badui ini—yang diilhami oleh sabda Nabi Saw.—telah mendirikan imperium yang membentang dari perbatasan India sampai Samudra Atlantik—imperium terbesar yang belum pernah disaksikan dunia sampai masa itu. Di mana pun tentara ini melakukan penaklukan, selalu disusul dengan berbondong-bon dongnya orang memeluk agama baru ini.

    Kini, tidak semua penaklukan ini terbukti dapat dipertahankan. Orang-orang Persia—walaupun tetap memeluk agama Sang Rasul—meraih kemerdekaan mereka dari orang-orang Arab. Dan, di Spanyol, setelah lebih dari tujuh abad peperangan, orang-orang Nasrani akhirnya kembali menguasai seluruh semenanjung Iberia. Namun, Mesopotamia dan Mesir—dua tempat kelahiran peradaban kuno—tetap dikuasai orang Arab, juga seluruh pantai Afrika Utara. Tentu saja agama baru ini terus berkembang di abad-abad sesudahnya, jauh melampaui tapal batas penaklukan tentara Muslim. Saat ini, agama ini memiliki puluhan juta pengikut di Afrika dan Asia Tengah, dan lebih banyak lagi di Pakistan dan India Utara, serta juga Indonesia. Di Indonesia, agama baru ini menjadi faktor pemersatu. Namun, di subbenua India, konflik antara Islam dan Hindu masih menjadi hambatan besar untuk bisa bersatu.

    Lantas, bagaimana kita akan menilai dampak keseluruhan Muhammad Saw. pada sejarah umat manusia? Seperti semua agama, Islam memiliki pengaruh besar pada kehidupan para penganutnya. Untuk alasan inilah para pendiri agama besar dunia menempati posisi atas dalam buku ini. Karena jumlah orang Nasrani di dunia ini sekitar dua kali lipat lebih banyak daripada Muslim, awalnya mungkin tampak aneh bila Muhammad Saw. diberikan peringkat yang lebih tinggi daripada Yesus. Ada dua alasan utama di balik keputusan ini. Pertama, Muhammad memainkan peran yang jauh lebih penting dalam perkembangan Islam ketimbang Yesus dalam per kembangan agama Nasrani. Meskipun Yesus yang bertanggung jawab terhadap prinsip-prinsip moral dan etika Nasrani (sejauh ini berbeda dari Yudaisme), tetapi Santo Paulus yang menjadi pengembang utama teologi Nasrani, penyebar utamanya, dan penulis sebagian besar Perjanjian Baru.

    Namun, Muhammad Saw. bertanggung jawab terhadap teologi Islam maupun prinsip moral dan etiknya. Selain itu, beliau juga memainkan peran kunci dalam penyebaran agama baru ini dan dalam pendirian praktik religius Islam. Lebih dari itu, dialah pembawa kitab suci umat Muslim, Al-Quran, yang dipercayanya sebagai wahyu Tuhan dan disampaikan lewat lisan Muhammad Saw. Kebanyakan sabda ini disalin dalam hati sepanjang masa hidup beliau dan dikumpulkan dalam bentuk tulisan tidak lama setelah beliau wafat. Karena itu, Al-Quran sangat dekat mewakili pemikiran dan ajaran Muhammad Saw., serta—sampai tahap tertentu—setiap kata-katanya. Tidak ada kompilasi yang begitu terperinci dari ajaran-ajaran Kristus yang masih tersisa saat ini. Karena Al-Quran setidaknya sama pentingnya bagi Muslim seperti halnya Injil bagi orang Nasrani, pengaruh Muhammad Saw. melalui medium Al-Quran pada Islam sangatlah besar. Sangat mungkin penga ruh relatif Muhammad pada Islam lebih besar daripada gabungan pengaruh Yesus Kristus dan Santo Paulus pada agama Nasrani. Dari sudut agama, tampaknya Muhammad Saw. sama berpengaruhnya pada sejarah manusia seperti halnya Yesus.


     

    Spesifikasi Produk

    SKU ND-407
    ISBN 978-602-385-786-9
    Berat 620 Gram
    Dimensi (P/L/T) 15 Cm / 23 Cm/ 0 Cm
    Halaman 608
    Jenis Cover Soft Cover

    Produk Michael Hart

















    Produk Rekomendasi