Kekuasaan politik adalah tentang kemampuan memobilisasi massa melalui pesona pribadi karismatik dan berbagai sumber daya. Mereka yang memilikinya paling berpotensi untuk menjadi pemimpin. Ini yang setidaknya kita lihat, misalnya, dalam diri Presiden Soekarno dan Soeharto. Mereka berdua bisa bertahan lama dalam kekuasaan karena lihai memainkan sentimen publik dan kekuatan birokratis-militer untuk menopang diri mereka.
Namun, presiden ketiga Indonesia, B.J. Habibie, sangatlah berbeda. Presiden kelahiran tanah Sulawesi ini dikenal sebagai ahli dirgantara didikan Jeerman. Beliau masuk ke dalam pemerintahan berbekal ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, kehadiran B.J. Habibie di panggung politik nasional bisa dianggap sebagai terobosan, bahkan sebuah â€kelainan†dari kebiasaan karier politik para pemimpin negeri ini. Karena â€kelainan†ini pulalah. Kebijakan-kebijakan Habibie memiliki kekhasan tersendiri, yakni lebih bertumpu pada upaya mencari penyelesaian masalah ke akar-akarnya melalui kemampuan teknis dan visi yang komprehensif, sebagaimana seorang intelektual-saintis.
Buku ini secara jelas menggambarkan pola-pola kerja dan sifat pemerintahan B.J. Habibie, yang bisa menginspirasi kita dalam mencari pemimpin baru yang mampu menjawab berbagai persoalan bangsa yang semakin kompleks, terutama menjelang presiden 2014.
Fachry Ali adalah seorang pengamat politik dan Direktur Lembaga Studi Pengembangan Etika Usaha Indonesia. Ia memperoleh gelar M.A. dari Department of Hiostory, Monash University, Australia (1994) dan telah menulis banyak buku, di antaranya, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam Indonesia Masa Orde Baru, bersama Bahtiar Effendy, (Bandung: Mizan 1986), Refleksi Paham Kekuasaan Jawa dalam Indonesia Modern (Jakarta: Gramedia, 1986)