Sejak lama harusnya ia sadar kalau yang lebih tahu tentang dirinya adalah diri sendiri, bukan orang laintermasuk mereka yang ikut andil mendudukkannya di kursi itu dulu. Ia benar-benar merasa malu pada titik ini. Ia seolah menjelma seorang haus jabatan yang menyesal dan... yang tentu saja terlambat (ah, drama sekali!). Harusnya ia tahu bahwa ada banyak orang dalam perkumpulan yang mampu bekerja lebih baik darinya!
Ternyata... "maqam"-nya memang sastra dan keheningan yang membersamainya, bukan kesenian yang riuh, yang selalu membuatnya menjadi salah-langkah dan tampil salah-tingkah di hadapan orang-orang yang lebih tahu.
Syahdan, kesadaran yang terlambat itu menggiring sang penyair mengambil sebuah keputusan. Sungguh, ia berharap, orang-orang yang tidak puas atau bahkan pernah ia kecewai di perkumpulan itu akan memaafkan segala kelemahannya. Keputusannya adalah...