Ketersediaan : Habis
MENELISIK KEBEBASAN BERAGAMA PRINSIP-PRINSIP DAN KONTROVERSINYA
Deskripsi Produk
Kebebasan beragama di Indonesia merupakan isu “di bawah karpet”, yang sering baru disadari ketika “angin ribut” tiba-tiba melemparkannya ke udara. Orang-orang terusik dengan hamburan debu ke muka mereka, lalu bertanya: ada apa?—seolah-olah tidak pernah mengetahui atau mengakui ada persoalan-persoalan laten di sini. Isu kebebasan beragama memang sering lebih intens disadari—dan…
Baca Selengkapnya...Rp 98.000
Rp 83.300
Kebebasan beragama di Indonesia merupakan isu “di bawah karpet”, yang sering baru disadari ketika “angin ribut” tiba-tiba melemparkannya ke udara. Orang-orang terusik dengan hamburan debu ke muka mereka, lalu bertanya: ada apa?—seolah-olah tidak pernah mengetahui atau mengakui ada persoalan-persoalan laten di sini.
Isu kebebasan beragama memang sering lebih intens disadari—dan sekaligus dipersoalkan—oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan, entah itu kelompok agama/mazhab minoritas di tengah mayoritas, agama-agama pribumi yang tidak diakui, para pelaku pindah agama, para tertuduh penistaan agama. Atau ketika terjadi kasus-kasus menyangkut isu keagamaan, entah pemberlakuan aturan keagamaan yang dirasa tidak adil, favoritisme agama tertentu dalam kebijakan publik, kasus penodaan agama, kemunculan agama-agama atau “nabi-nabi” baru.
Buku ini mengulas secara mendalam isu-isu krusial seputar kebebasan beragama. Pasangan penulisnya adalah seorang ahli filsafat dan seorang ahli hukum, paduan apik yang menghasilkan tulisan reflektif yang melangit dan sekaligus membumi karena dilandasi pengamatan dan pengalaman nyata.
- apakah agama secara intrinsik bertentangan dengan kebebasan?
- bagaimana kebebasan berkait dengan tertib sosial?
- apakah isu kebebasan beragama tidak bernuansa khas Barat dan Kristiani?
- apakah isu kebebasan beragama hanyalah trik Barat untuk mendominasi wacana dan praktik keagamaan global?
- bagaimana meletakkan agama dalam konteks bernegara?
- bagaimana negara menetapkan agama-agama sebagai resmi dan tidak resmi, yang diakui dan tidak diakui, yang benar dan menyimpang?
- bagaimana membaca relasi agama, kebebasan, dan hak asasi manusia?
- betulkah konsep kebebasan beragama ini lebih bersifat individual dan kurang memberi ruang bagi komunalitas?
- apakah gagasan kebebasan beragama ini menjadi semacam kalimatun sawa' (common denominator, titik temu) di antara pelbagai keyakinan/agama/pandangan dunia dalam konteks koeksistensi damai di negara-bangsa modern?
- Apa saja faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik dari isu keagamaan/keyakinan?
- Apakah hak beragama bagi setiap individu ini memberi ruang baginya untuk berpindah agama, kembali ke agama semula, tidak beragama, atau “mendirikan” agama sendiri? Apakah hal ini tidak mengganggu ketertiban sosial dan aturan negara?
- Sejauh mana negara dapat menerapkan aturan—termasuk pembatasan tertentu sejauh diperlukan—dalam praktik kebebasan beragama?
Isi Buku
Prakata Edisi Indonesia — 9
Pendahuluan — 13
Bab 1 Universalisme dengan Bias Partikularisme — 29
Bab 2 Ambiguitas Kebebasan — 79
Bab 3 Kesetaraan dalam Keragaman — 111
Bab 4 Teman Tidur yang Canggung? Kebebasan Beragama dan HAM Lainnya — 105
Bab 5 Bayang-Bayang dan Aneka Model Sekularisme — 167
Bab 6 Pelanggaran Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB) — 193
Bab 7 Membandingkan Kasus Hukum Internasional dan Regional — 223
Bab 8 Mencegah Kekerasan yang Dilakukan Atas Nama Agama — 249
Bab 9 Perlindungan dari Sakralisasi HAM — 295
Kepustakaan — 331
Ucapan Terima Kasih — 349
Indeks — 351
Tentang Penulis — 359
Sinopsis
MENELISIK KEBEBASAN BERAGAMA
Kebebasan beragama di Indonesia merupakan isu “di bawah karpet”, yang sering baru disadari ketika “angin ribut” tiba-tiba melemparkannya ke udara. Orang-orang terusik dengan hamburan debu ke muka mereka, lalu bertanya: ada apa?—seolah-olah tidak pernah mengetahui atau mengakui ada persoalan-persoalan laten di sini.
Isu kebebasan beragama memang sering lebih intens disadari—dan sekaligus dipersoalkan—oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan, entah itu kelompok agama/mazhab minoritas di tengah mayoritas, agama-agama pribumi yang tidak diakui, para pelaku pindah agama, para tertuduh penistaan agama. Atau ketika terjadi kasus-kasus menyangkut isu keagamaan, entah pemberlakuan aturan keagamaan yang dirasa tidak adil, favoritisme agama tertentu dalam kebijakan publik, kasus penodaan agama, kemunculan agama-agama atau “nabi-nabi” baru.
Buku ini mengulas secara mendalam isu-isu krusial seputar kebebasan beragama. Pasangan penulisnya adalah seorang ahli filsafat dan seorang ahli hukum, paduan apik yang menghasilkan tulisan reflektif yang melangit dan sekaligus membumi karena dilandasi pengamatan dan pengalaman nyata.
Teks ini diletakkan di samping sinopsis
- apakah agama secara intrinsik bertentangan dengan kebebasan?
- bagaimana kebebasan berkait dengan tertib sosial?
- apakah isu kebebasan beragama tidak bernuansa khas Barat dan Kristiani?
- apakah isu kebebasan beragama hanyalah trik Barat untuk mendominasi wacana dan praktik keagamaan global?
- bagaimana meletakkan agama dalam konteks bernegara?
- bagaimana negara menetapkan agama-agama sebagai resmi dan tidak resmi, yang diakui dan tidak diakui, yang benar dan menyimpang?
- bagaimana membaca relasi agama, kebebasan, dan hak asasi manusia?
- betulkah konsep kebebasan beragama ini lebih bersifat individual dan kurang memberi ruang bagi komunalitas?
- apakah gagasan kebebasan beragama ini menjadi semacam kalimatun sawa' (common denominator, titik temu) di antara pelbagai keyakinan/agama/pandangan dunia dalam konteks koeksistensi damai di negara-bangsa modern?
- Apa saja faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik dari isu keagamaan/keyakinan?
- Apakah hak beragama bagi setiap individu ini memberi ruang baginya untuk berpindah agama, kembali ke agama semula, tidak beragama, atau “mendirikan” agama sendiri? Apakah hal ini tidak mengganggu ketertiban sosial dan aturan negara?
- Sejauh mana negara dapat menerapkan aturan—termasuk pembatasan tertentu sejauh diperlukan—dalam praktik kebebasan beragama?
-----------
Isi Buku
Prakata Edisi Indonesia — 9
Pendahuluan — 13
Bab 1 Universalisme dengan Noda Partikularisme — 29
Bab 2 Ambiguitas Kebebasan — 79
Bab 3 Kesetaraan dalam Keragaman — 111
Bab 4 Teman Tidur yang Canggung? Kebebasan Beragama dan HAM Lainnya — 105
Bab 5 Bayang-Bayang dan Aneka Model Sekularisme — 167
Bab 6 Pelanggaran KBB — 193
Bab 7 Membandingkan Kasus Hukum Internasional dan Regional — 223
Bab 8 Mencegah Kekerasan yang Dilakukan Atas Nama Agama — 249
Bab 9 Perlindungan dari Sakralisasi HAM — 295
Kepustakaan — 331
Ucapan Terima Kasih — 349
Indeks — 351
Tentang Penulis — 359
PRAKATA EDISI INDONESIA
Dalam beberapa hal, kebebasan beragama cukup unik jika dibandingkan dengan hak-hak asasi manusia lain, seperti kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul, dan sebagainya. Karenanya, ia menghadapi kritik dari kiri dan kanan. Sementara di beberapa tempat, termasuk Indonesia, Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB) dianggap sebagai “senjata” kaum liberal yang melemahkan klaim-klaim keagamaan, sesungguhnya tak sedikit pula, khususnya di negara-negara sekular, serangan kaum liberal atas konsep kebebasan beragama, yang dianggap terlalu mengistimewakan agama. Berbeda dengan anggapan banyak orang bahwa ide KBB sudah mapan, sesungguhnya masih ada tak sedikit kontroversi di sekitar konsep dan norma-norma KBB.
Kontroversi-kontroversi itulah yang dengan tangkas dihadapi oleh para penulis buku ini. Di satu sisi, buku ini bisa dilihat sebagai semacam pembelaan atas kritik dan kontroversi yang melemahkan klaim-klaim KBB, dan di sisi lain ia juga lebih realistis, menghindari anggapan berlebihan mengenai signifikansi KBB. Para penulisnya juga istimewa. Heiner Bielefeldt dan Michael Wiener adalah akademisi (Bielefeldt dari disiplin filsafat, Wiener dari hukum), tetapi juga sekaligus praktisi (keduanya pernah bekerja di lembaga resmi yang mengurus KBB di Perserikatan Bangsa-Bangsa, melakukan upaya pencarian fakta di beberapa negara dan menulis laporan-laporan resmi PBB).
Karena latar belakang penulisnya, buku ini menjadi cukup istimewa. Kedua penulisnya mengelaborasi argumen-argumen akademik di sekitar pro-kontra KBB, sehingga dapat menjadi buku daras kuliah mengenai filsafat dan hukum KBB atau HAM secara umum. Namun juga, keduanya tidak pernah melepaskan pandangan mereka dari relevansi praktis terkait isu-isu yang diangkat, terkait kontroversi KBB di masyarakat dan penerapan, atau pelanggaran, KBB oleh negara-negara.
Buku ini melanjutkan penerbitan terjemahan buku serupa dua tahun lalu yang ditulis oleh Heiner Bielefeldt, berjudul Politik Kesetaraan: Dimensi-Dimensi Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan. Sebagian dari tema yang diangkat pun serupa. Perbedaan utamanya adalah Politik Kesetaraan berasal dari laporan-laporan tematik Heiner Bielefeldt sebagai Pelapor Khusus (Special Rapporteur) PBB untuk Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan pada periode 2010-2016. Sehingga tema-tema yang dipilih pun dimotivasi oleh hasil pengamatannya tentang isu-isu seputar KBB yang sedang menonjol di beberapa negara. Buku yang ada di tangan pembaca ini sifatnya lebih sistematis, dimaksudkan untuk memberikan pemahaman lebih baik mengenai prinsip-prinsip KBB, sekaligus mengangkat tema-tema yang kontroversial. Bukan hanya tema-tema konkret yang muncul dari pelaksanaan KBB, melainkan juga yang sifatnya lebih teoretis, seperti terkait isu universalisme dan partikularisme.
Gabungan dari dimensi akademik dan praktis itulah yang kami harapkan berkembang dalam wacana dan kebijakan terkait KBB di Indonesia. Karakter ini juga cukup mewarnai beberapa pekerjaan terkait KBB yang dikembangkan Program Studi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-cultural Studies/CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, dalam kerja samanya dengan beberapa lembaga lain, baik lembaga akademik maupun organisasi masyarakat sipil. Harapannya adalah wacana mengenai KBB berkembang di Indonesia, kokoh secara akademik, sekaligus membantu keperluan lebih luas, tak hanya terkait pengembangan mata kuliah atau penelitian mengenai KBB, tetapi juga respons-respons spesifik terkait kasus-kasus ataupun kebijakan KBB di Indonesia. Dalam upaya ini, kami mendapat dukungan dari beberapa lembaga, khususnya Oslo Coalition on Freedom of Religion or Belief (sebagai bagian dari Pusat Hak Asasi Manusia Norwegia di Universitas Oslo) dan International Center for Law and Religion Studies di Brigham Young University, Amerika Serikat. Sebagaimana halnya CRCS, kedua lembaga itu bekerja dalam bidang KBB sekaligus terlibat dalam advokasi KBB, khususnya untuk kelompok-kelompok minoritas yang berbeda, di Norwegia, Amerika Serikat, dan Indonesia. Terima kasih yang sangat besar harus kami sampaikan pada Penerbit Mizan, khususnya kepada Ahmad Baiquni, yang secara sangat telaten telah memastikan bahwa terjemahan ini bukan hanya akurat, melainkan juga enak dibaca.
Zainal Abidin Bagir
Program Studi Agama dan Lintas Budaya, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Direktur Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS), Yogyakarta
Tentang Heiner Bielefeldt & Michael Wiener
Spesifikasi Produk
SKU | PYMM-001 |
ISBN | 978-602-441-245-6 |
Berat | 420 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 16 Cm / 24 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 360 |
Jenis Cover |
Ulasan Produk
Tidak ada ulasan produk