“Bom atom pertama meledak di Kota Hiroshima. Langit berselaput awan cendawan
berbisa. Ketika memburai awan ini, bumi laksana ditimpa hujan salju yang ganas. Gedung-
gedung beton runtuh. Aspal-aspal jalan terbakar menyala. Bumi retak-retak berdebu,
di segala penjuru. Dan beribu tubuh manusia meleleh, tewas atau terluka. Seekor
kuda paling binal, berbulu putih dan berambut kuduk tergerai, berlari di pusat kota,
Jakarta! Tidak peduli pada yang ada, sekelilingnya, juga tidak pada manusia. Dia meringkik
alangkah dahsyatnya, menapak dan menyepak alangkah merdekanya. Dunia
ini, seolah cuma menjadi miliknya! Dan sekaligus seolah dia bicara:
kalau sampai waktuku
kumau tak seorang kan merayu
tidak juga kau
tak perlu sedu sedan itu
aku ini binatang jalang
dari kumpulannya terbuang
Gaung suara ini seolah membelah langit, membelah bumi.”
Adegan-adegan film yang tergambar dalam skenario ini bertujuan untuk mewariskan
semangat penyair besar yang dikagumi Sjuman Djaya, Chairil Anwar. Skenario ini merupakan
salah satu karya terpenting Sjuman Djaya yang menempatkannya di jajaran
para seniman besar Indonesia.