“Mudahkan, jangan mempersulit, beri kabar gembira, jangan membuat manusia menjauh (dari kebenaran), dan saling membantulah, jangan berselisih.”
—HR Bukhari dan Muslim
***
Allah tidak menagih di luar kemampuanmu, di luar kapasitasmu. Maka, tidak penting apakah Anda berenang di lautan yang airnya bernajis. Nilainya tidak terletak bahwa Anda kena najis. Yang lebih penting adalah, apakah Anda terus berenang ke tengah lautan najis, atau Anda berenang ke pinggir mencoba menghindarinya. Mungkin sampai mati Anda tidak pernah bisa sampai ke pantai yang bebas najis. Tapi, Allah melihat usaha Anda menghindari najis. Menurut saya di situlah nilainya.
—Emha Ainun Nadjib, halaman 98–99
***
Buku ini merupakan kumpulan ceramah Emha Ainun Nadjib di berbagai majelis. Tema-tema ceramah yang dipilih terkait hakikat ajaran Islam yang luwes dan tidak menyulitkan—jauh dari kesan yang ditimbulkan oleh sikap dan perilaku sebagian umat Islam masa kini.
Keunggulan :
Catcher dalam buku:
Manusia diciptakan Tuhan untuk ditugasi di bumi, tapi sering kali “dijebak” oleh informasi dari Allah dan manusia tidak mau berpikir.
Takwa itu komitmen dan loyalitas, bukan takut.
Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 27 Mei 1953. Dia adalah seorang tokoh intelektual, seniman, budayawan, penyair, dan pemikir gagasannya banyak ditularkan melalui tulisan. Dia juga sangat aktif mengisi pengajian, seminar, diskusi, atau workshop di bidang pengembangan sosial, keagamaan, kesenian, dan lain-lain.
Pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya, dia pernah belajar di Pondok Modern Darussalam Gontor, dan pada pertengahan tahun ketiga studinya dia pindah ke Yogyakarta dan tamat SMA Muhammadiyah I.
Di Yogyakarta, sekitar tahun 1970-1975, dia belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha.
Beberapa kegiatan di manca negara pernah dia diikuti, antara lain lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Emha juga pernah terlibat dalam produksi film Rayya, Cahaya di Atas Cahaya (2011).
Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan, dia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10 sampai 15 kali per bulan bersama grup musik Kiai Kanjeng.[]
Di Yogyakarta, sekitar tahun 1970-1975, dia belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha.
Beberapa kegiatan di manca negara pernah dia diikuti, antara lain lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Emha juga pernah terlibat dalam produksi film Rayya, Cahaya di Atas Cahaya (2011).
Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan, dia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10 sampai 15 kali per bulan bersama grup musik Kiai Kanjeng.[]
SKU | NA-256 |
ISBN | 978-623-242-421-0 |
Berat | 300 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 14 Cm / 21 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 232 |
Jenis Cover | Soft Cover |