Buku Batu Berkaki (… - Chandra Bientang | Mizanstore
Ketersediaan : Tersedia

Batu Berkaki ( Special Offer)

    Deskripsi Singkat

    Suatu pagi, Munarto, seorang pematung terkenal sekaligus orang terkaya di Desa Ledok Awu, ditemukan mati. Di pondok kerjanya,sedang memahat patung batu yang tak punya tubuh selain bagian kaki, bersimbah darahnya sendiri. Pertanyaan “Siapa?” hanya akan memunculkan segerombolan tersangka. Meski bergantung nafkah padanya, ada terlalu banyak penduduk desa yang menginginkan kematiannya.… Baca Selengkapnya...

    Rp 89.000 Rp 75.650
    -
    +

    Suatu pagi, Munarto, seorang pematung terkenal sekaligus orang terkaya di Desa Ledok Awu, ditemukan mati. Di pondok kerjanya,sedang memahat patung batu yang tak punya tubuh selain bagian kaki, bersimbah darahnya sendiri.
    Pertanyaan “Siapa?” hanya akan memunculkan segerombolan tersangka. Meski bergantung nafkah padanya, ada terlalu banyak penduduk desa yang menginginkan kematiannya. Dendam terhadap
    keluarga Munarto telah menjadi warisan turun-temurun. Jadi, yang bisa ditanyakan adalah “Mengapa?” Dari setumpuk alasan yang ada,mana yang akhirnya membuat lelaki itu kehilangan nyawa?

    Keunggulan

    ● Buku ketiga dari Chandra Bientang, yang mendapat penghargaan “Rookie of the Year” dari IKAPI Awards pada 2022.
    ● Ciri khas Chandra Bientang, sebagai penulis yang fokus dalam mengangkat isu-isu lokal di Indonesia, muncul dengan kental dalam novel Batu Berkaki. Kali ini, plotnya mengangkat cerita pembunuhan seorang seniman sekaligus pemilik Perkebunan,juga riwayat kelam suatu desa yang penduduknya menyimpan ingatan tentang peristiwa masa lalu.
    ● Batu Berkaki mengambil latar fiktif Desa Ledok Awu, yang terletak di sekitar kaki Gunung Merbabu yang misterius, tenang tetapi menyimpan rahasia dan bahaya. Persepsi orang tentang desa selalu tentang keindahan alamnya, udara yang sejuk, dan para penduduknya yang bersahaja. Jarang orang tahu bahwa lokasi desa yang cenderung eksklusi (jauh dari mana-mana) membuat segala yang terjadi luput dari pengawasan, juga membuat akses meminta bantuan dan keadilan menjadi sulit. Dalam novel ini, desa menjadi lahan empuk orang-orang yang ingin mengeksploitasi alam.
    ● Keluarga menjadi salah satu kekuatan penggerak dalam novel ini. Beban yang diwariskan dan sejarah keluarga menjadi motivasi keputusan dan tindak-tanduk para karakternya.
    ● Isu lingkungan dan ekofeminisme juga cukup kental. Novel ini menilik bagaimana desa sering kali menjadi objek eksploitasi dan kesewenang-wenangan. Pandangan ekofeminisme muncul
    dalam karakter-karakter perempuan penghuni Ledok Awu yang berusaha mengambil kembali ruang hidup mereka melalui upaya-upaya kecil.
    ● Isu lainnya adalah mengenai stigma perempuan. Novel ini mengisahkan bagaimana perempuan kerap disalahkan atas apa yang terjadi kepada keluarga dan anak mereka. Ada bayi yang meninggal, ibunya yang disalahkan. Suami tidak bahagia, istrinya yang disalahkan.
    ● Praktik kekuasaan. Kebanyakan orang tidak tahu, bahwa eksploitasi alam yang terjadi di desa bisa terlaksana karena kesepakatan-kesepakatan antara pihak luar (yang mengeksploitasi) dengan pihak dalam. Ini ditampilkan di dalam novel ini lewat sosok kepala desa yang ingin desanya menghasilkan keuntungan namun mengesampingkan aspirasi penduduknya. Dalam novel juga diceritakan bahwa praktik seperti ini sudah menjadi tradisi yang diturunkan dari kades ke kades.
    ● Sudut pandang desa. Masih banyak yang menganggap bahwa kota adalah simbol kemajuan dan desa adalah ketertinggalan.Pada kenyataannya, di sekitar kita sudah terlihat bagaimana desa menjadi model solusi permasalahan kota, misal menjadi inspirasi untuk ruang terbuka dan lahan pangan mandiri (urban garden, urban farming). Selain itu orang-orang desa masih sering dianggap tidak secerdas orang kota. Novel ini ingin
    menepis hierarki kota-desa dengan menunjukkan orang-orang desa juga bisa menggunakan teknologi, memiliki kebijaksanaan mereka sendiri dan cerdas menyiasati kendala hidup.
    ● Yang berbeda dari alur cerita Chandra Bientang kali ini adalah penggunaan reverse chronological order, bab yang dimulai dari momen setelah pembunuhan terjadi, lalu mundur ke hari-hari sebelum pembunuhan terjadi. Meski pembaca sudah mengetahui konfliknya sejak awal, tetapi rahasia yang sedikit demi sedikit terkuak pada bab-bab selanjutnya dengan latar waktu yang terus mundur, akan penuh intrik dan meningkatkan
    ketegangan.
    ● Karena menggunakan reverse chronological order, cerita lebih fokus pada kejadian-kejadian. Alasan di balik tingkah laku para karakter akan bisa dirunut sampai poin awal rangkaian kejadian
    yang diletakkan pada bab terakhir. Hasilnya, ada lebih banyak plot twist yang tak terduga untuk dikuak.
    ● Beberapa detail diambil dari pengalaman masa kecil Chandra Bientang sendiri, misal roti gambang, Kota Muntilan, dan toko kue.

    Tentang Chandra Bientang

    Chandra Bientang

    Chandra Bientang lahir di Jakarta, 17 Februari 1989. Dia menempuh pendidikan di Program Studi Filsafat Universitas Indonesia dan telah menerbitkan dua novel thriller, Dua Dini Hari dan Sang Peramal. Keduanya mendapat beberapa penghargaan di Scarlet Pen Awards (Kusala Pena Merah). Pada 2019, cerita pendeknya berjudul “Anak Kucing Leti (Leti's Kitten)” terpilih dalam program Emerging Writers di Ubud Writers & Readers Festival. Cerpen ini kemudian terhimpun dalam buku festival Karma: A Bilingual Anthology of Indonesian Writings. Pada 2022, Chandra menerima penghargaan Ikapi Awards “Rookie of the Year”


    Spesifikasi Produk

    SKU PKT-1734
    ISBN 978-623-242-454-8
    Berat 400 Gram
    Dimensi (P/L/T) 14 Cm / 21 Cm/ 0 Cm
    Halaman 344
    Jenis Cover Soft Cover

    Produk Chandra Bientang

















    Produk Rekomendasi