Kesuksesan sebuh perusahaan kini tidak lagi diukur dengan memenangi persaingan berdarah-darah di samudra merah, tetapi dengan menciptakan ruang pasar baru yang belum termanfaatkan—samudra biru (Blue Ocean Strategy).
Lebih dari sepuluh tahun strategi ini digagas dan berhasil dipraktikkan oleh banyak perusahaan. Berdasarkan penelitian terhadap strategi 30 industri yang telah dipraktikkan selama 100 tahun, penulis menunjukkan cara membuat persaingan menjadi tidak relevan lagi.
Berubahnya beberapa tren global dengan sangat cepat justru membuat penciptaan samudra biru menjadi hal strategis yang semakin penting.
* Semua samudra biru pada akhirnya akan ditiru dan berubah menjadi merah, lalu bagaimana memperbarui samudra biru dari waktu ke waktu?
* Apa yang harus kita lakukan bila samudra biru kita berubah merah?
* Bagaimana menghindari perangkap samudra merah?
Pertanyaan-pertanyaan ini mendorong penulis membuat Edisi Pengembangan Blue Ocean Strategy dengan menambahkan 3 bab untuk menjawab hal-hal terkini yang belum ada di edisi sebelumnya.
W. Chan Kim dan Renée Mauborgne adalah profesor Strategi dan Manajemen Internasional di INSEAD, Prancis (sekolah bisnis terbesar kedua di dunia). Mereka aktif menulis artikel di berbagai media mengenai strategi dan manajemen. Sunday Times (London) menyebut mereka sebagai “Dua Pemikir Bisnis Eropa Paling Cemerlang”.
Mereka telah menerima berbagai penghargaan internasional di bidang manajeman dan bisnis.
"Bacaan bagus untuk para pemimpin untuk mendapatkan sisi nyata dalam berbisnis dan menciptakan keuntungan nyata yang kompetitif di pasar." - Qantas The Australian Way
“Buku terobosan ini sangat penting bagi setiap penentu strategi atau pengusaha yang ingin keluar dari persaingan yang intensif, perairan yang dipenuhi ikan hiu menjadi penuh kesempatan—samudra yang terbuka.”
—Business Insider
“Setelah membaca Blue Ocean Strategy, Anda tidak akan pernah lagi melihat pesaing Anda dengan cara yang sama. Kim dan Mauborgne menyajikan kasus yang menarik untuk mengejar strategi dengan pendekatan kreatif, bukan agresif. Penekanan mereka pada nilai inovasi dan keterlibatan stakeholder membuat buku ini wajib dibaca para eksekutif dan mahasiswa bisnis.”
—Carlos Ghosn, President dan CEO Nissan Motor Co. Ltd.
“Ini adalah buku yang sangat berharga untuk dibaca. Mengkaji pengalaman perusahaan di berbagai bidang, seperti jam tangan, anggur, semen, komputer, mobil, dan bahkan sirkus untuk memberi pencerahan pada pengembangan strategi masa depan.”
—Nicolas G. Hayek, Pendiri dan Ketua Dewan Grup Swatch
“Saya merekomendasikan Blue Ocean Strategy untuk setiap eksekutif di sektor swasta atau publik. Buku ini menunjukkan cara untuk lepas dari status quo, menciptakan kemenangan strategi masa depan, dan mengeksekusi dengan cepat dan berbiaya rendah. Bagai panduan praktis yang membuka mata.”
—William J. Bratton, Kepala Kepolisian Los Angeles, Mantan Komisaris Polisi Kota New York
“Strategi Kim dan Mauborgne tidak hanya original, tetapi juga praktis. Perusahaan kami telah menerapkan strateginya dan memperoleh hasil yang powerfull. Penulis memetakan langkah baru yang berani untuk memenangkan masa depan.”
—Patrick Snowball, Chief Executive Norwich Union Insurance
Berpikir Inovatif di Waktu dan Tempat yang Tepat
Pengantar oleh Kevin Mintaraga*
Inilah salah satu buku yang membuat saya berani memulai perjalanan sebagai seorang entrepreneur. Pertama kali saya membacanya pada 2007 atas rekomendasi teman. Saat itu berkenaan saya sedang memulai bisnis di bidang internet marketing, yang belum menjadi tren di Indonesia. Awalnya seorang teman yang juga manajer pemasaran di perusahaan telekomunikasi dan elektronik mengatakan bahwa the future is internet marketing. Ketika saya belajar tentang consumer research dan memperhatikan perkembangan di luar, saya melihat ada peluang bisnis yang terbuka dan kemungkinan akan menjadi besar. Nah, melalui buku Blue Ocean Strategy inilah, saya belajar tentang diferensiasi dan memulai bisnis yang tepat di saat yang baik. Saya pun menyimpulkan, peluang internet marketing itulah sebuah blue ocean.
Bagi saya, buku ini membuka cara berpikir bahwa di tengah industri sekompetitif apa pun, kalau kita mampu membuka kulit luarnya dan melihat ke dalam, pasti ada kesempatan bisnis yang bisa dieksplorasi. Itulah blue ocean. Saat menelaah mengenai internet marketing, saya memperhatikan bahwa pasar baru ini pada 2007 nilainya masih sekitar 100 miliar Rupiah dari total pangsa pasar marketing di Indonesia yang berkisar 40 triliun Rupiah per tahun. Jadi, masih 0,25 persen dibandingkan dengan Amerika, China, Inggris yang sudah di atas 10 persen. Saya merasa sebentar lagi Indonesia bakal mengikuti dunia luar. Jadi, mungkin saja pangsa pasarnya masih kecil, tetapi peluangnya sangat besar dan cepat. Atau jika pangsa pasar sudah besar, tetapi konsep yang ingin sangat berbeda dengan yang sudah ada, maka karena adanya inovasi, pangsa pasar juga akan cepat terambil.
Selain itu, di dalam blue ocean kita harus memiliki visi, percaya pada visi tersebut, dan bekerja keras untuk meraihnya—ini pula yang saya yakin dan lakukan. Jika mudah berubah atau terombang-ambing, pada akhirnya kita tidak akan sampai ke mana-mana. Di luar sudah banyak benchmark kesuksesan internet marketing yang bisa digunakan sehingga saya percaya bahwa saya juga bisa sukses, tinggal tunggu waktu yang tepat.
Kita harus ingat juga bahwa tidak semua bisnis bisa direplikasi ke pasar yang berbeda. Misalnya, di Indonesia Gojek sedang happening. Namun, Gojek belum tentu bisa dibawa ke Singapura karena regulasi, harga kendaraan, preferensi penggunaan motor dan sebagainya. Jadi, kita harus jeli melihat bisnis yang akan kita replikasi apakah masih blue ocean dan belum ada yang mulai, berpangsa pasar besar, memiliki konsumen dengan masalah yang mau kita selesaikan, dan juga apakah ide itu selaras dengan adat dan budaya negara yang kita sasar.
Hingga saat ini, saya masih mempraktikkan blue ocean, antara lain dengan proyek terbaru saya, Bride Story. Saya nekat karena melihat belum ada di Indonesia yang mengerjakan seperti ini, sebuah market place yang menghubungkan wedding vendor dan calon pengantin. Mimpi saya adalah menghubungkan semua di satu dunia. Karena saya percaya, orang bisa menikah di mana pun. Misalnya, ada pasangan asal Singapura dan Australia yang ingin menikah di Bali. Pernikahan tidak harus berlangsung di kota atau negara asal mereka. Saya melihat tren ini akan semakin berkembang sehingga orang akan membutuhkan satu platform yang lengkap, dan saya pun kembali mencoba melakukan terobosan baru. Kalau ditanya apakah sudah berhasil, ya bisa dibilang belum. Saya masih berusaha, tetapi setidaknya saya melihat ada blue ocean di sana.
Prinsip blue ocean layak diterapkan tidak hanya pada awal bisnis, tetapi juga bisa menjadi landasan bisnis. Karena kita harus terus berinovasi. Sekadar contoh, bisnis saya di bidang internet marketing awalnya sebuah blue ocean, lalu orang melihat perusahaan itu berkembang dan akhirnya mereka ikut mencoba dan bisnis tersebut pun menjadi red ocean. Namun, kalau kita terus berinovasi, ketika red ocean itu mendekati, kita tetap berenang lurus ke blue ocean yang baru.
Kekuatan tekad dan mental penting sekali dalam strategi blue ocean. Pemain bisnis sudah sedemikian banyak sekarang, tak heran banyak anak-anak muda yang mencoba berbisnis kompetisi yang semakin susah. Namun, jangan kalah mental. Karena meskipun berada di red ocean, kita tetap harus berjuang dan berpikir bagaimana caranya agar bisa keluar menjadi pemenang dengan inovasi-inovasi yang baru.
Sesungguhnya blue ocean itu bukan sesuatu yang benar-benar belum ada, tetapi merupakan hasil dari kejelian membuat konsep, lalu melihat sesuatu at the right time dan at the right place, setelah mencermati dan mengikuti kebutuhan konsumen. Tokopedia atau detik.com dikatakan hebat karena memulai at the right place, at the right time. Sementara, astaga.com memulai at the wrong place, at the wrong time. Bukan berarti tidak inovatif, melainkan justru penting, prinsip mereka mendahului zaman—lahir pada saat masyarakat belum membutuhkan.
Blue ocean adalah inovasi. Meskipun pasarnya besar dan berada di red ocean, tetapi kalau percaya bahwa kita memiliki ide yang berbeda dari pemain-pemain lainnya, silakan dimulai untuk menuju blue ocean yang Anda diciptakan sendiri. Starbucks misalnya, bahwa ada masalah-masalah konsumen yang belum terselesaikan, dan mereka pun membuka konsep baru, walaupun berada di tengah-tengah red ocean. Hasilnya bisa dilihat sekarang ini.
Buku ini saya baca ketika berusia 21 tahun, maka saya berharap banyak anak muda sekarang yang bisa mengikuti jejak saya membaca buku ini agar paradigma mereka terbuka. Mereka bisa memulai bisnis baru di red ocean, tetapi harus tetap fokus untuk berinovasi agar bisa menemukan blue ocean mereka masing-masing.
Jadi, untuk para anak muda, berpikirlah inovatif dan beranilah mencoba di waktu dan tempat yang tepat. Bukan tidak mungkin, di tengah-tengah red ocean yang luas, ada blue ocean yang menanti kalian, atau bahkan kalian ciptakan sendiri. Selamat berinovasi!
*Founder & CEO Bridestory
Kevin Mintaraga sebelumnya mendirikan Magnivate, sebuah agensi digital pada tahun 2008 yang diakuisi oleh WPP, sebuah perusahaan Advertising dan Digital Marketing terbesar di dunia tahun 2012.
SKU | ND-233 |
ISBN | 978-602-385-120-1 |
Berat | 400 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 15 Cm / 23 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 376 |
Jenis Cover | Soft Cover |