Hidup Nora berubah total setelah secara tak sengaja melihat Mala kencing di rerumpun bunga. Pun demikian halnya dengan Mala. Kariernya sebagai pimpinan redaksi di sebuah media massa terkemuka juga berubah drastis sejak kejadian itu. Kisah keduanya memang mirip lagu dangdut yang terkesan murahan, tetapi ternyata tak sesederhana itu. Ada lapis-lapis kejadian yang menjadikan peristiwa sepele itu menjadi teramat vital. Terdapat skenario politik dan jalur jurnalistik yang tergoyang oleh alunan ‘kecelakaan’ itu.
Lewat tetralogi ini beserta percakapan di dalamnya yang sekelas dengan dialog di drama-dramanya, Putu Wijaya kembali meneguhkan dirinya sebagai penulis papan atas Indonesia. Buku ini tak hanya menjadi capaian tersendiri bagi Putu Wijaya, tetapi juga menjadi karya penting dalam sastra Indonesia.