2026. Sebuah epidemi baru muncul, mengintai kota demi kota di pelbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Pakar epidemiologi Permata Pertiwi berkejaran dengan waktu untuk menelusuri muasal virus dari keluarga SOIV (Swine Origin Influenza Virus) yang pernah menjangkiti 500 juta jiwa—sepertiga penduduk bumi—pada pandemi global 1918 dan menewaskan 100 juta di antaranya. Hanya kali ini, virus itu dari strain terbaru dengan virulensi lebih tinggi. Juga jauh lebih berbahaya dibandingkan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 yang melumpuhkan dunia pada 2020.
Apakah ini sebuah wabah alami? Atau bagian dari perang biologi yang melibatkan negara adikuasa, korporasi raksasa, dan kelompok-kelompok rahasia yang beroperasi global? Permata Pertiwi nyaris tewas dalam usaha menguak salah satu misteri terbesar pada milenium ketiga.
Akmal Nasery Basral membagi periode kreativitasnya sebagai novelis menjadi periode pertama (2005-2014) dan periode kedua (2018-sekarang). Pada periode pertama karya-karya prosanya lebih dominan bercorak novel sejarah atau novel biografi seperti Nagabonar Jadi 2 (2006), Sang Pencerah (2010), Presiden Prawiranegara (2011) atau Napoleon dari Tanah Rencong (2013). Termasuk pada periode ini adalah novel pertama Imperia (2005) yang kemudian bermetamorfosis menjadi Trilogi Imperia (Ilusi Imperia, Rahasia Imperia, Coda Imperia) yang muncul pada 2014 dan merupakan tafsir prosaistiknya terhadap keadaan di Indonesia pascareformasi 1998.
Setelah itu, dia vakum menulis selama 4 tahun karena minat dan perhatiannya teralihkan oleh hal lain. Baru pada 2018 karyanya kembali muncul sekaligus menandai periode kedua yang mulai dicirikan karya-karya nonsejarah seperti dwilogi Dilarang Bercanda dengan Kenangan (2018 & 2020), Te o Toriatte (Genggam Cinta) yang terbit pada 2019, kumpulan cerpen Putik Safron di Sayap Izrail (2020), serta novel Disorder ini. Karyanya yang masih “berbau novel biografi” pada periode ini adalah Setangkai Pena di Taman Pujangga (2020) yang merupakan novel pertama dari kehidupan ulama dan pujangga besar Buya HAMKA.
Penulis bisa dihubungi melalui IG: @akmalbasral atau e-mail: [email protected]
NUKILAN
ATA duduk dengan tegang di ruang tamu Profesor Hermanus Mboi yang letaknya tak jauh dari RSUD Kupang. Pakar epidemiologi itu melirik arlojinya: 1.45 dini hari. Hampir pukul 2.00 pagi. Waktu yang tak lazim untuk bertamu. Terdengar gema langkah selop dari ruang dalam.
“Mohon maaf saya jadi mengganggu waktu istirahat Profesor.” Ata berdiri spontan menyambut tuan rumah yang memakai piama cokelat susu dengan motif bintik-bintik hitam.
“Tidak apa-apa.” Wajah Profesor Mboi kusut.
“Perkembangannya kurang baik.”
Ata terpana. “Apa maksud Profesor?”
“Besok tak bisa autopsi, juga lusa dan selanjutnya.
Gubernur tak mengizinkan.”
Ata ternganga. “Kenapa?”
“Gubernur bilang tak ada instruksi dari Menteri Dalam
Negeri atau Menteri Kesehatan tentang situasi yang Doktor Ata khawatirkan. Selain itu, beliau khawatir autopsi akan menimbulkan desas-desus yang justru meresahkan masyarakat, mengganggu perekonomian.”
“Tiga korban peternak babi yang tewas itu warga provinsi ini, bukan penduduk Jakarta. Apakah itu bukan fakta penting?” Ata bertanya separuh menggugat.
“Percayalah, Dok, hal itu sudah saya sampaikan, tetapi tak berhasil mengubah pendapat Gubernur.” Profesor Mboi berdecak kesal. “Inilah bedanya cara berpikir kita dengan pejabat yang selalu khawatir berita buruk akan memengaruhi elektabilitas mereka.”
“Apakah autopsi harus dengan persetujuan Gubernur? Atau cukup persetujuan Profesor?”
“Sebetulnya bisa. Tetapi, Gubernur telanjur tahu rencana ini dan beliau tidak setuju. Akan berisiko jika saya berikan izin autopsi karena bisa dianggap ketidakpatuhan profesi sampai pembangkangan politik.”
Ata terperenyak. “Jadi, tak ada yang bisa kita lakukan sama sekali?”
“Saya punya rencana alternatif. Belum tentu berhasil, tetapi tak ada salahnya dicoba.”
“Rencana apa?” Semangat Ata kembali merayap naik.
“Direktur Utama RSUD Mgr. Gabriel Manek di Atambua itu junior saya di Universitas Nusa Cendana. Dia sedang di Bandung, tapi besok sore sudah di Atambua. Saya akan temui dia untuk mendiskusikan ini.”
“Ide bagus. Semoga beliau setuju. Siapa lagi yang tahu rencana ini?”
“Saat ini hanya kita berdua. Kalau besok sore, berarti jadi tiga orang. Rahasia yang diketahui tiga orang itu sebetulnya sudah bukan rahasia.” Profesor Mboi terkekeh dengan suara beratnya yang hangat, membuat Ata ikut tertawa sebelum suaranya kembali serius. “Kenapa Profesor tidak meneleponnya saja? Bukankah lebih praktis dan tidak makan banyak waktu.”
“Saya tak mau mengulangi kesalahan komunikasi seperti dengan Gubernur. Jika saya bertemu langsung, hasil pembicaraan bisa berbeda dibanding hanya melalui telepon. Sekarang Doktor Ata beristirahatlah.”
KEMBALI ke kamar hotelnya pukul 3.00 dini hari, Ata mandi air panas dan memutuskan tetap melek. Jika dia istirahat sekarang, risikonya bisa ketiduran karena harus sampai di bandara pukul 6.00 pagi.
Dinyalakannya laptop dan ditelusurinya kata kunci “Pegunungan Yaji” selama sekitar satu jam. Lalu, dinyalakannya televisi dan mencari kanal berita internasional. Perkembangan kesehatan Paus Yohanes Paulus III di RS San Giovanni Rotondo menjadi fokus utama dengan seorang profesor toksikologi Sienna Belladonna dari Universitas La Cattolica Roma sebagai narasumber. Kesehatan Paus ternyata digempur dari dua jalur, yakni gejala trichinosis akibat ditemukannya larva Trichinella spiralis di dalam daging tortellini dan ditemukannya strychnine sebanyak 4 mg pada daging tersebut.
Wajah Ata memucat. “Siapa yang berbuat sejahat itu?” desisnya.
“Kejelian Akmal Nasery Basral memilih topik yang relevan dengan situasi pandemi, ditambah dengan kepiawaiannya menyusun plot, menjadikan novel Disorder bacaan yang mengasyikkan dan sarat pengetahuan.”
-- Dee Lestari, penulis Aroma Karsa
“Disorder adalah novel apokaliptik pertama yang membuat saya ‘terpengangah’. Artinya gabungan dari ‘terpesona’ dan ‘terperangah’ (tetapi harus diucapkan ‘terpengangah’ karena sedang dalam mood terperangah).
“Saya pernah memimpikan dan merancang novel ‘The Last Flight’ atau ‘The Fake Flight’. Sebuah pelarian komunikasi politik. Tapi tidak pernah terwujud karena harus bolak-balik ke Mahkamah Konstitusi, mencoba membenahi sistem komunikasi politik Indonesia.
“Tak apa-apalah, novel Disorder ini sudah memenuhi dahaga saya yang juga lama menggelinjang. Dengan bahasa yang legit, Akmal Nasery Basral menghadirkan apa yang saya bayangkan di masa depan: gabungan dari PLATO, Aquaculture (yang sedang saya dalami juga sebagai hobi nan mengalahkan ilmu utama saya), Genom Sintetis, sampai kekuatan ekonomi Cina yang melampaui USA sebagai ancar-ancar penaklukkannya.
“Buku ini berisi pengungkapan cadar tentang hal-hal yang mungkin pernah kita bayangkan, tapi tidak diduga akan berkelindan sedemikian rupa. Kalau puisi dan lagu sudah lama mengguncang khazanah komunikasi politik, sekarang giliran genre Apokaliptik!
“Belum tentu semua orang setuju. Mungkin beberapa hal dianggap kontroversial.
“Tapi saya mendapat banyak gagasan tentang bagaimana bersikap terhadap cadar yang disibak ini. Baik untuk merawat diri, keluarga, kaum, dan bangsa!”
-- Prof. Dr. Effendi Gazali, M.Si, MPS ID, Ph.D., Guru Besar dan Peneliti Algoritma Komunikasi Politik. Alumnus UI, Cornell University (NY), dan Radboud University (the Netherlands). Pelopor genre Parodi Politik di Indonesia
“Akmal Nasery Basral menerapkan sejumlah elemen utama (leading elements) jurnalistik dalam menuliskan thriller yang mendidihkan adrenalin: magnitudo, relevansi, proksimitas, kekuatan riset, kekayaan reportase. Dengan cara ini dia menjembatani rentang waktu futuristik serta mempertalikan cerita yang bergerak pada sepuluh kota di Indonesia, Cina, Prancis, Inggris, Australia. Vatikan.
“Merengkuh kedekatan pembaca?di tengah deraan COVID-19?melalui latar pandemi SOIV-26 yang dipicu virus G4 EA H1N1 pada warsa 2026, novel ini membingkai peran tiga tokoh utama, Dr. Permata ‘Ata’ Pertiwi, Alex Lauw, Profesor Tobias Shochet yang saling ‘mencari’ pecahan misteri. Penulis membangun sekaligus menguak suspens dengan teknik ‘matrioska’: wajah manusia sesungguhnya dapat duplikasi berulang-ulang dalam aneka peran tak terduga.
“Boleh jadi ini yang menjadikan Disorder suatu page-turner yang memerlukan order?disiplin membaca?agar ketegangan sekaligus kejutan 54 babak novel ini bisa dinikmati hingga halaman penutup.”
-- Hermien Y. Kleden, jurnalis senior dan mentor penulisan, tinggal di Jakarta
“Pandemi global. Tahta suci Vatikan. Konspirasi sekelompok tokoh dunia. Sebuah perang biologis bawah tanah. Akmal mendaur ulang plot klasik konspirasi ala Illuminati dalam konteks masa kini: ancaman wabah virus Zoonosis yang mematikan. Selamat bertualang di dunia epidemologi yang berbahaya.”
-- Iwan Kurniawan, Redaktur Majalah Tempo
“Akmal membawa kita ke masa depan ketika pandemi menjadi pemicu ketegangan politik, ekonomi, sosial, dan bahkan juga membuat jiwa manusia berantakan. Sebuah novel yang mengulik tatanan dunia yang jungkir balik, dituturkan dengan gaya khas Akmal yang ensiklopedik. Novel ini sangat layak sebagai bacaan segar dan bergizi di akhir pekan.”
-- Nezar Patria, Anggota Dewan Pers (2013?2019), alumnus London School of Economics
“Seorang pengarang membangun imajinasi dengan mempelajari pola dalam realitas. Dari pandemi Covid 2020, Akmal Nasery Basral menyodorkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi beberapa tahun mendatang. Ada pengabaian dan kebodohan yang terus diulang, ada kecongkakan kekuasaan yang tak belajar dari kesalahan. Disorder bukan kisah tentang wabah. Ini adalah kisah tentang manusia-manusia bebal yang memorak-porandakan masyarakat dan kehidupan, dari tingkat lokal hinggal global.”
-- Okky Madasari, novelis dan kandidat Ph.D. National University of Singapore
“Akmal Nasery Basral dengan riset ekstensif bak peneliti dan kemampuan bercerita yang sudah teruji pada novel-novel sebelumnya, kini menyuguhkan kisah pandemic-apocalyptic -- yang jarang disentuh secara mendalam oleh penulis Indonesia -- melalui Disorder. Sebuah novel yang sangat kontekstual dan relevan dengan kondisi mutakhir dunia.”
-- Yudhistira ANM Massardi, sastrawan
SKU | BT-593 |
ISBN | 978-602-291-769-4 |
Berat | 500 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 13 Cm / 20 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 496 |
Jenis Cover | Soft Cover |