Fidel Castro tak sekadar membawa revolusi ke Kuba, tetapi juga lantas memegang kekuasaan nyaris tanpa tanding selama hampir lima puluh tahun, sebelum penurunan kesehatan memaksanya mundur di usia ke-81 pada bulan Februari 2008. Sejarawan asal Britania Raya, Eric Hobsbawm, menggambarkannya sebagai ''"sosok paling penting dalam sejarah Kuba sejauh ini. Dialah satu-satunya yang mengubah Kuba menjadi sebuah konsep global.''' Sebagai bagian dari peran global tersebut, selama beberapa dasawarsa Castro merupakan salah satu pemimpin negara berkembang yang paling penting, memastikan suara Kuba terdengar di tengah isu-isu internasional yang paling memicu perdebatan. Bagi banyak orang, status penting ini terasa ambigu, mengingat Castro juga dapat dianggap sebagai seseorang yang membawa dunia sedikit lagi kepada konflik nuklir.
Castro terus-menerus menyebabkan perbedaan pendapat. Bagi sebagian besar dari jutaan orang Kuba yang melarikan diri dari pulau tersebut semenjak Revolusi tahun 1959, Castro seorang diktator yang gila kekuasaan. Bagi pemerintahan di Washington sedari dulu, Castro bagaikan duri dalam daging, seseorang yang senang mencubit hidung '''kekaisaran'''. 
Banyak orang di Amerika Latin serta negara-negara berkembang juga memuji usaha mati-matian Castro melawan penyebaran ide-ide kapitalis di seluruh dunia. Sejak akhir tahun 1980-an dan jatuhnya rezim-rezim komunis di Uni Soviet serta Eropa Timur, bersama dengan ketidakpercayaan lagi terhadap cita-cita yang hendak mereka wujudkan, terdapat ketertarikan baru dan mungkin tidak wajar pada bagaimana Kuba yang '''sosialis''' serta pemimpinnya dapat terus bertahan begitu lama. Sebagaimana kelakar salah seorang menteri luar negeri di Amerika Latin: ''"Castro dan Kuba-nya itu harusnya ditempatkan di kebun binatang, sebagai pameran langka yang tidak bisa lagi ditemukan di mana pun di hutan rimba'''.