Buku Memilih Pulih - Selvia Lim | Mizanstore
Ketersediaan : Habis

Memilih Pulih

    Deskripsi Singkat

    Apa jadinya jika hidup yang tadinya damai dan bahagia tiba-tiba hancur porak-poranda? Bingung, panik, merasa kehilangan, sedih, marah, kecewa, semua campur aduk jadi satu. Ketika mengalami kondisi ini, sangat mungkin jika kepercayaan diri hilang seketika dan kerap menyalahkan diri. Memilih Pulih akan mengajak kita untuk kembali melihat dengan jernih: Bagaimana… Baca Selengkapnya...

    Rp 64.000 Rp 54.400
    -
    +

    Apa jadinya jika hidup yang tadinya damai dan bahagia tiba-tiba hancur porak-poranda?

    Bingung, panik, merasa kehilangan, sedih, marah, kecewa, semua campur aduk jadi satu. Ketika mengalami kondisi ini, sangat mungkin jika kepercayaan diri hilang seketika dan kerap menyalahkan diri.

    Memilih Pulih akan mengajak kita untuk kembali melihat dengan jernih: Bagaimana awal mula masalah itu muncul dan menggerogoti kepercayaan kita untuk mampu bangkit?

    Karena untuk pulih, diperlukan proses yang luar biasa panjang dan simultan. Dan, buku ini akan menyajikan tahapan-tahapan khusus agar kita kembali berani menemukan jawaban atas makna hidup.



    Keunggulan Buku

    • Ditulis dengan gaya bahasa yang santai, menenangkan, dan tidak menggurui.
    • Dilengkapi dengan ilustrasi menarik.
    • Beberapa kisah dalam buku ini, ditulis berdasar situasi nyata.
    • Tema besar buku ini adalah upaya memilih pulih. Ketika hidup awalnya terasa baik-baik saja, namun tiba-tiba muncul masalah besar layaknya bom atom yang memporak porandakan pertahanan diri.
    • Mengajak kita memahami berbagai upaya untuk memulihkan diri dan kembali bangkit.
    • Pengantar untuk buku ini ditulis oleh Roslina Verauli, Psikolog Klinis untuk anak, remaja, dan keluarga.

     

    ENDORSEMENT

    “Buku ini mengajak kita untuk bisa menerima diri sendiri melalui artikulasi dan memprioritaskan kesehatan mental kita. Tak hanya tips yang disajikan, buku ini juga menyuguhkan kisah-kisah yang cukup relate bagi kita, terutama dalam hubungan romantis dan juga keluarga. Dari buku ini, kita akan lebih menyadari, untuk bisa pulih dari segala luka bisa diambil jikalau kita menginginkannya, mulai dari kesadaran diri ataupun mencari pertolongan profesional. Menarik untuk dibaca!”

    —Alya Putri (@bacaanalya), bookstagrammer

     

    “Buku ini seperti membawa kita ke perjalanan hidup tiap individu yang tentunya nggak selalu mulus. Namun, semua itu tergantung bagaimana kita menyikapi dan mengambil pelajaran dari kejadian tersebut. Memilih Pulih memberikan persepektif baru untuk tetap melihat masalah sebagai sesuatu yang normal dan bisa diambil pelajaran positifnya.”

    —Arlene Clarissa, content creator, entrepreneur

     

    “Melalui buku ini, kita akan diajak untuk menjadikan masalah sebagai landasan agar dapat melompat lebih tinggi: menjadi manusia yang lebih baik dan lebih hebat dari sebelumnya.

    “Ditulis dengan bahasa yang ringan, mudah dipahami, dan relate dengan kehidupan sehari-hari, buku ini mengingatkan kita pentingnya bersyukur dan mengampuni, terutama mengampuni diri sendiri. Serta yang paling utama, buku ini mengingatkan bahwa kita berhak merasa bahagia.”

    —Kartika Mulya Putri, founder Aston Cirebon dan Manulife Mulia Putri Agency

     

    Testimoni para Sahabat Virtual yang Bertumbuh Bersama @sl.susanto

    “Hal terbesar yang aku dapat dari postingan Kak Selvia adalah bahwa semua masa sulit, keadaan-keadaan yang meresahkan hati dan pikiran, tidak hanya dialami olehku. Orang-orang di luar sana juga. Hal ini membuat aku lebih tenang dan tak lupa bersyukur ketika masa sulit datang.”

    —@jossicaputri

     

    “Banyak banget pembelajaran yang aku dapatkan dari setiap postingan Cici. Terutama pentingnya mencintai diri sendiri. Setiap postingan Cici aku baca, resapi, dan beberapa aku catat poinnya. Aku jadi lebih banyak evaluasi diri, apa yang seharusnya aku lakuin dan sebaiknya nggak aku lakuin. Aku lebih merasa nyaman dengan diriku sekarang, mulai mencintai diriku, dan sudah jarang merasa sedih. Lingkungan baruku sudah kubentuk, hanya berisikan orang-orang bermanfaat dan membawaku ke hal-hal positif. Aku mulai sering belajar banyak hal baru. Dan, aku sudah bisa keluar dari hubungan toxic. Terima kasih, Cici, sehat selalu, yaaa.”

    —@ kirakirabu__

     

     “Aku mendapat pembelajaran berharga bahwa ‘mencintai diri sendiri’ itu penting. Banyak kata-kata dari Cici yang ‘nggak pernah terpikirkan’ olehku. Dan, ketika membacanya bisa membuatku merasa, ‘Iya juga yaaa ... bener juga, kenapa selama ini nggak pernah terlintas di benakku?’ Terima Kasih, Cici, untuk semua sharing-nya. Aku suka dan akan selalu mengikuti postingan-postingan Cici.”

    —@ isabellasamsu

     

    “Saat ini aku sudah mampu menjadi pribadi yang lebih mengerti dan memahami cara berpikir yang baik, memiliki mental yang sehat, mampu untuk berkembang maju, memikirkan dan melakukan hal yang positif, serta mulai terlepas dari situasi yang menekan mental. Aku juga mulai berusaha untuk terus meng-upgrade diri a. Terima kasih, Ci, telah peduli akan pentingnya pikiran, perasaan, dan daya bagi setiap individu yang membutuhkan arahan. Cici telah menolong kami semua lewat kalimat kecil dan sederhana yang sangat berarti buat kami.”

    —@ indahkristianifau

     

     

    Sebuah Pengantar

    Merasa diri tidak baik-baik saja, bahkan mulai kehilangan arah?

    Tenang, Anda tak sendiri.

    Beberapa teori menyebutkan bahwa tantangan manusia modern adalah pencarian arah hidup demi hidup yang lebih bermakna. Demikian yang tertulis dalam Psychology Applied to Modern Life: Adjustment in 21st Century edisi 2018.

    Bila melongok sekejap ke negeri Paman Sam, warga di sana kerap membelanjakan ratusan juta dollar setiap tahunnya demi mengonsumsi buku-buku bergenre self-help. Mereka haus akan informasi tentang cara membantu diri dalam menyelesaikan berbagai isu pribadi yang ditinjau dari berbagai perspektif.

    Sayang, kebanyakan buku-buku self-help yang saya temui hanya berisikan "psychobabble." Sekadar menarik perhatian pembaca dengan permainan kata tanpa makna. Bahkan sukar dicerna, seperti kutipan "You gotta be you, 'cause' you are you." Langkah dan proses yang disampaikan juga tak jarang kurang jelas, bahkan tanpa disertai data ilmiah. Lebih buruknya lagi, justru mendorong orang semakin self-centered.

    Namun, pengalaman berbeda saya temukan saat membuka lembar pertama Memilih Pulih.  Laiknya film "Alice in Wonderland”saya seolah dibawa menuju pintu berisi kisah-kisah hidup yang amat familiar. Termasuk pengalaman riil dari penulis yang telah mengalami berbagai asam garam, “Been there, have done that” dan dunianya.

     Dalam Memilih Pulih, tiap bahasan menyajikan konsekuensi berbeda dan pembacalah yang akan menentukan: Apakah akan membiarkan dirinya terjebak masalah atau ingin berbenah? Memilih Pulih dengan rancak menyajikan berbagai proses pemaknaan ulang semua pengalaman diri yang dihayati secara negatif bahkan traumatis.

    Selvia Lim Susanto seolah hendak mengajak pembaca untuk turut berproses tanpa berperan sebagai hakim maupun guru. Ditambah lagi, Selvia turut menyadarkan kita bahwa pada titik tertentu, dibutuhkan pertolongan profesional seperti psikolog klinis hingga psikiater.

    Buku ini membangun kesadaran tentang mental health issue dengan cara yang ringan, asyik, dan kekinian; meningkatkan self-knowledge; serta mendorong pembaca berproses membenahi makna atas berbagai pengalaman subjektif-nya dalam tahap-tahap cantik.

    Pilihan ada pada pembaca, demikian Selvia menutup bukunya. Bila Alice mampu bertualang dalam pintu-pintu pilihannya, Anda pun dapat bertualang melalui buku Memilih Pulih ini.  

    Last but not least, tahukah Anda bahwa satu dari lima remaja pernah mengalami masalah kesehatan mental dan sebagian besarnya tak tertangani! Demikian saya kutip dari situs American Psychological Association. Hey, it's okay to get help. It's all about the attitude. Isu kesehatan mental bukan aib. Jangan ragu meminta bantuan karena akan selalu ada harapan untuk menjadi diri dalam versi yang lebih baik.

     

    Salam hangat.

    Roslina Verauli

    Psikolog Klinis Anak, Remaja, & Keluarga

    Yang senang menyapa sahabat semua via akun IG & Tiktok: @verauli.id

     

    Kenapa Kita Berada di Sini?

    Sebuah Pengantar

     

    Kebanyakan manusia tidak suka hidupnya penuh masalah dan rintangan. Segala masalah itu dianggapnya dapat menghambat pencapaian tujuan hidup dan cita-cita. Sementara manusia-manusia, terutama pada zaman now ketika media sosial berjaya, sana sini disibukkan dengan flexing. Baik itu pamer kejayaan, pencapaian, maupun kekayaan secara berlebihan.

    Di satu sisi, terpaan seperti itu bisa membangkitkan jiwa kompetitif kita. Di sisi lain, kita jadi kerap membandingkan diri dengan orang lain, kemudian menjadi ambisius untuk mengejar segala hal yang kita pikir akan membuat diri ini bahagia. Namun, semakin dikejar, rasanya semakin jauh, lalu frustrasi.”

     

    “Kok, si A gampang amat, sih, kaya. Tahu-tahu udah beli jet pribadi aja dan dikelilingi cewek-cewek cantik.”

    “Enak ya jadi si B, sedekah sana sini enggak mikir. Jor-joran bagi-bagi uang ke pengemis. Jajan di pinggir jalan dengan membayar lebih, sampai pedagangnya syok.”

    “Berapa, sih, penghasilan si C per bulannya? Masih usia 25 tahunan mobilnya sudah tiga aja, ada Lamborgini, Tesla, sama BMW. Gue juga mau kayak dia.”

     

    Itu baru soal pencapaian diri. Masih ada berbagai rintangan lain dengan bentuk yang bermacam-macam: keuangan, keluarga, percintaan, usaha/karier, dan sebagainya. Apa pun macamnya, sejatinya enggak ada manusia yang sukarela menerima masalah dan rintangan dalam hidupnya. Selain dapat menghambat pencapaian dalam hidup, rintangan juga dapat merusak kesehatan mental.

    Masalah dan rintangan kerap dijadikan sumber stres, frustrasi, sampai depresi. Bagusnya, semakin ke sini orang semakin menyadari pentingnya merawat kesehatan mental. Mereka semakin terang-terangan bicara atau mengumumkan di media sosial jika mental mereka sedang bermasalah dan tengah menjalani terapi psikologis rutin.

    Akan tetapi, yang kerap tidak kita sadari, meski berpengaruh kepada kesehatan mental, segala rintangan itu akan menjadi proses bagi kita untuk berkembang dan bertumbuh. Kita perlu mengalami perubahan dalam hidup yang berbentuk penderitaan, kesakitan, luka, perih, yang akan membentuk diri kita menjadi diri yang lebih baik.

    Aku menganalogikan hal ini dengan artikulasi. Secara definisi, artikulasi adalah perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi bahasa demi kata yang baik, benar, dan jelas. Proses artikulasi yang benar dan baik ini tidaklah mudah. Kita perlu melewati serangkaian pelatihan yang melibatkan fisik dan psikis, dan bisa pula menimbulkan rasa frustrasi jika kata yang baik belum jua berhasil kita lafazkan.

    Contohnya belajar membaca Al-Qur’an dengan tartil sesuai tajwid. Berberapa temanku yang Muslim sering bercerita bahwa mereka membutuhkan waktu untuk berlatih bacaan sesuai tajwid. Bagi lidah orang Indonesia, agak membutuhkan kerja keras dan latihan yang konsisten untuk mencapainya. Demikian pula ketika kita belajar bahasa asing lainnya. Pengucapan huruf “R” dalam bahasa Prancis misalnya, atau lainnya.

    Jika diibaratkan dengan kehidupan kita, artikulasi berarti perubahan pola kehidupan karena ujian/rintangan yang didapat. Ujian atau rintangan tersebut ibarat pelatihan (training) yang perlu kita jalani demi menghasilkan kekuatan mental yang lebih baik. Proses perubahan ini pasti menimbulkan rasa sakit, sedih, luka, kemarahan, penyangkalan. Namun, pada akhirnya ketika kita mampu memproses bahwa semua itu adalah jalan bagi kita untuk bertumbuh dan berkembang, kita akan tampil menjadi diri yang lebih baik.

    Itulah yang melatarbelakangiku memberi judul buku ini Memilih Pulih. Dengan metode artikulasi diri, segala ujian dan rintangan tersebut mampu pula membuat kita lebih mengenal diri sendiri. Kita bisa tahu, “Oh, ternyata aku orangnya enggak gampang menyerah, ya … gagal sekali coba lagi, gagal lagi, bangkit lagi, gagal lagi, jalani aja terus, ternyata aku kuat. Sekarang kalau gagal yaaa, biasa aja kali, memang begitu proses kehidupan, yang penting jangan pernah berhenti melangkah.”

    Atau, pada kemudian hari saat menghadapi rintangan sejenis, kita bisa menghadapinya dengan cara berbeda. Sebab, kita jadi tahu jika dihadapi dengan cara terdahulu, masalahnya bakal bertambah runyam.

    Beberapa tahun belakangan ini, masyarakat semakin menyadari pentingnya lingkungan yang sehat secara mental, spiritual, dan emosional. Di tengah era saat segala hal, seperti teknologi, bergerak serbacepat. Khususnya sejak pandemi COVID-19, kita dipaksa mengikuti arus yang bergerak begitu cepat hingga membuat kita tergagap dalam beradaptasi. Kita bagaikan diseret untuk ikut atau tertinggal di belakang tanpa ada yang mau peduli.

    Perubahan datang begitu tiba-tiba dan membuat kita mempunyai pertanyaan yang paling mendasar sepanjang sejarah:

    “Kenapa kita berada di sini?

    Untuk apa kita hidup?

    Siapa diri kita?”

    Pertanyaan ini tidak akan muncul tanpa didahului oleh krisis, masalah, atau tragedi di dalam hidup. Contohnya adalah kehilangan orang yang kita kasihi. Ini bisa menjadi salah satu pemicu munculnya pertanyaan tersebut.

    Sama seperti kalian yang telah mengarungi beratnya ujian hidup, aku pun mengalami titik terberat di dalam hidup yang membawaku ke jalan ini. Diawali dari kebingungan akan chaos yang terjadi, perasaan kehilangan, rasa duka, marah, sedih, kecewa, putus asa, semua bercampur aduk. Bumi yang aku pijak seakan hilang, bagaikan bangunan yang runtuh tak bersisa.

    Hidupku seperti tidak lagi mempunyai makna dan arti. Ya, aku memasuki bayang-bayang depresi. Sebelum semua kekacauan dalam hidupku terjadi; perpisahan dengan orang terkasih dan kondisi kesehatan yang membutuhkan treatment khusus dengan biaya tak sedikit, aku teringat masa ketika semuanya baik baik saja. Meski jalan hidupku juga tak selalu mulus, tetapi tidak ada satu pun masalah hidup yang membekas sehingga mengganggu aktivitas keseharianku. Aku merasa diriku adalah sosok yang tangguh, easy going, tidak akan membiarkan masalah berlarut-larut menjadi frustrasi yang terdalam. Aku selalu bisa melihat sisi baik dari segala hal dan percaya ada kebaikan dalam diri orang-orang yang kutemui.

    Akan tetapi, seperti kebanyakan orang hebat pada masa lalu, mereka mengatakan bahwa untuk sampai ke tahap pengertian yang dalam, diperlukan masa-masa gelap. Sehingga ketika ada sinar datang, kita bisa mengerti arti cahaya itu dan yang lebih indahnya lagi, kita bisa membantu orang lain menemukan cahaya yang sama di dalam diri mereka. But first, we must go through unpleasant things to be able to find the meaning of the light within us.

    Andaikan lebih banyak orang menyadari bahwa waktu kita di dunia sangat terbatas. Kita akan menyadari bahwa orang-orang yang sudah menyakiti, mengkhianati, memfitnah, meninggalkan kita itu tak berarti atau insignificant. Kita akan lebih fokus kepada orang-orang terkasih yang kita cintai dan mencintai kita, melakukan apa yang membuat kita bahagia.

    See …? Rintangan tak selalu buruk. Dengan menyadari ini adalah sebuah proses artikulasi diri, maka kesehatan mental kita akan terjaga dan terlatih. Sebab, kita tak bisa pula tumbuh menjadi generasi yang letoi, cengeng. Jangan sampai kita pun termasuk golongan strawberry generation, yakni sebuah generasi yang cantik, tetapi tak kuat dengan luka. Dikerasi sedikit, hancur. Ada masalah sedikit, melarikan diri.

    Harapanku, kehadiran buku ini bisa menginspirasi kita dalam memandang segala masalah dan rintangan hidup sebagai proses artikulasi diri.

    Yuk, berproses bersama!

     

     

     

     

    Jakarta, 8 Maret 2022

    Penulis

     

     

    Resensi

    Spesifikasi Produk

    SKU BP-513
    ISBN 978-623-186-000-2
    Berat 600 Gram
    Dimensi (P/L/T) 13 Cm / 21 Cm/ 0 Cm
    Halaman 176
    Jenis Cover Soft Cover

    Produk Selvia Lim

















    Produk Rekomendasi