Ada apa dengan Binhad dan kuburan? Lewat Kuburan Imperium (2019) dan lalu Nisan Annemarie (2020) kita seperti diajak berziarah dari satu makam ke makam lainnya. Bertekun dalam belantara imajinasi tradisional membuat Binhad menemukan gaya pengucapan baru dalam petualangan puitiknya. ia membuat sebuah ruang dalam genre puisi lirik, sebuah ruang epik yang menjadi wahana bertemunya suara-suara tradisi para kawi dan modernitas penyair Indonesia. Gerak kembali ke tradisi adalah sekaligus juga gerak terbalik untuk melihat modernitas sebagai tradisi. Sekujur buku Nisan Annemarie menandai gerak ulang-alik itu. Dalam sajaknya bagaimana puisi modern Eropa pun lahir dari obsesi tentang maut dan neraka. Dalam sajaknya, "terbaring Camus di Lourmain", ia menggali ketakpastian maut di tengah dunia yang juga tak tentu arah: "Masa depan tak melangkah ke mana pun / dan masa lalu keluyuran dalam kenangan./ Maut di Villeblevin bukan drama apa pun / dan tanah basah di Lormain berlubang." Dari pengamatan-pengamatan semacam ini Binhad memperlihatkan bahwa sensibilitas Barat modern pun diorganisasikan di sekitar batu nisan. Seakan maut membuat segalanya menjadi tradisi--menjadi kebaruan-jebaruan masa lalu, menjadi proyek turun-temurun, menjadi avant-gardisme warisan nenek-moyang. (Martin Suryajaya, kritikus dan penulis perkara filsafat)
SKU | DVP-565 |
ISBN | 9786023919185 |
Berat | 300 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 14 Cm / 20 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 220 |
Jenis Cover | Soft Cover |