Personal branding sering kali salah diidentikkan dengan pencitraan yang berkonotasi negatif. Kenyataannya, siapa pun kita: pejabat, politikus, guru, pembicara, atau ibu rumah tangga, pasti melakukan personal branding. Memakai baju batik saat pergi kondangan, tersenyum pada orang yang baru kita kenal, atau mengucapkan salam jika bertamu ke rumah orang, sesungguhnya juga merupakan bagian dari personal branding. Namun, personal branding bukan pura-pura menjadi baik, tetapi merupakan upaya membangun reputasi positif dengan menggali potensi diri dan kreativitas.
Melalui buku ini, penulis menjabarkan caranya dengan formula Circle-P yang dirumuskannya berdasarkan pengalaman 21 tahun menjadi konsultan branding produk ternama dan para tokoh, termasuk di antaranya Mantan Presiden RI dan Ibu Negara. Dengan menerapkannya, Anda tak hanya memetik manfaatnya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang-orang di sekitar Anda.
Memulai karier sejak tahun 1994, di komunikasi pemasaran Toyota Astra Motor, SILIH AGUNG WASESA adalah satu dari sedikit pakar branding yang pernah menangani brand global (seperti: Coca Cola, Unilever, dan Toyota), dan presiden-presiden RI beserta ibu negara. Dengan basis ilmu psikologi yang didapat dari Fakultas Psikologi UGM, pengajar di Fikom Universitas Indonesia, Post Graduate Paramadina dan London School of Public Relations ini mampu memotret secara jernih kebutuhan brand komersial dan personal branding.
Sejak tahun 2000, ketika diminta oleh salah satu keluarga presiden RI, mantan utusan khusus Indonesia di Millenium Summit, New York, tahun 2000 ini, secara khusus mengembangkan konsep personal branding khusus buat tokoh-tokoh di Indonesia. Hingga tahun 2018, konsep tersebut telah digunakan untuk pengembangan personal branding CEO-CEO perusahaan global, juru dongeng, anggota DPR, gubernur, hingga profesi-profesi khusus yang membutuhkan sentuhan khas Indonesia.
Setelah buku Strategi Public Relations (2005) dan Political Branding (2013), buku Personal Branding ini dikembangkan berdasarkan pengalaman-pengalaman penulis saat membantu tokoh-tokoh di Indonesia dari berbagai profesi selama 17 tahun terakhir.[]
***
Menghabiskan masa kecil di kampung Slipi Sawah, diantara punggung tembok rumah-rumah mewah disekelilingnya, membuat saya belajar betul tentang konsep komunikasi dari berbagai sudut strata sosial ekonomi. Persahabatan dengan orang-orang kompleks (begitu dulu kami menyebut), menyadarkan betul bahwa kepercayaan adalah basis komunikasi yang paling dasar.
Dalam sesak kepadatan rumah-rumah permanen dan semi permanen, serta ragam suku dari orang-orang kelas pinggiran, saya jadi mengerti bahwa komunikasi itu memiliki sumbu. Dia bisa berubah panjang pendeknya, sesuai dengan perubahan status sosial ekonomi pemiliknya.
Mengawali pendidikan SMP di Jogja, menamba koleksi pengalaman bagaimana sebuah kultur Jawa membentuk komunikasi tidak dalam bahasa verbal. Ada banyak bahasa kiasan yang tertulis disana. Seluruh pengalaman tersebut, kemudian dirangkum menjadi sebuah paradigma di Fakultas Psikologi UGM. Paradigma itu ditempa dalam praktik kerja dan manajerial di PT Toyota-Astra Motor, Bakrie Motor dan saat menjadi staff ahli kepresidenan Republik Indonesia.
Sumber: https://silihagung.wordpress.com/about/
***
Pengertian dari personal branding itu sendiri ada beberapa macam definisi, di antaranya ialah:
Personal branding Merupakan sebuah pencitraan pribadi yang mewakili serangkaian keahlian suatu ide cemerlang, sebuah sistem kepercayaan dan persamaan nilai yang dianggap menarik oleh orang lain. Personal branding adalah segala sesuatu yang ada pada diri Anda yang membedakan dan menjual, seperti pesan Anda, pembawaan diri dan taktik pemasaran. (Kupta)
Personal branding adalah sebuah seni dalam menarik dan memelihara lebih banyak klien dengan cara membentuk persepsi publik secara aktif. (Montoya, 2006)
Kemampuan menggunakan atribut-atribut secara bebas yang menunjukkan kemampuan Anda dalam mengatur harapan-harapan yang ingin orang lain terima dalam pertemuannya dengan Anda. (Mobray, 2009)
Jadi bisa dikatakan bahwa personal branding , ialah cara kita untuk menunjukkan eksistensi kita dalam dunia ini (apakah itu dalam dunia kerja, dalam dunia politik, maupun untuk sebuah brand dari produk yang kita hasilkan, dsb).
Kita perlu mempunyai branding untuk diri kita sendiri, dikarenakan ketika kita sudah mempunyai sebuah brand, maka kita akan dikenal, dan orang akan cenderung untuk mencari kita tentu saja sesuai dengan keahlian kita.
Namun, sebelum melangkah lebih jauh mari kita perhatikan beberapa kata di bawah ini:
1. Aqua
2. Honda
3. Pepsoden
4. Kentucky
5. dll
Apa yang ada dalam benak Anda ketika Anda mendengar kata di atas? Saya rasa, jawabannya hampir bisa dipastikan akan sama.
Kenapa?
Karena kata-kata tersebuat di atas merupakan sebuah hasil dari proses branding. Nah, sama juga dengan diri kita, ketika kita sudah mempunyai branding diri maka ini akan memudahkan orang lain untuk menilai kita, membentuk pandangan akan diri kita, serta memudahkan dalam mengambil keputusan (misalnya mau memakai tenaga kita atau tidak).
Akan tetapi personal branding ini sendiri mempunyai sebuah siklus seperti sinusoidal yaitu ada kecenderungan untuk turun jika kita tidak menjaganya, dan akan cenderung seperti diagram regangan dan tegangan ini yang akan mengalami patah setelah melewati ultimate strength-nya, jika kita tidak berusaha untuk tetap menjaganya.
Jadi ketika kita sudah mempunyai branding yang bagus, maka kita perlu usaha untuk menjaganya supaya tetap melekat pada diri kita. Benarkah?
Pasti kita semua mengetahui siapa itu Kak Seto? Berapa umurnya kok masih dipanggil Kak Seto?Satu lagi, pernahkan melihat rambut Kak Seto tidak rapi? Nah, itu merupakan sebuah branding yang dijaga dengan sangat ketat supaya image-nya terjaga dan orang akan selalu mencarinya.
Adapun untuk membentuk suatu personal branding yang kukuh, kita dituntut untuk selalu menjaga konsistenitas kita, dan kita harus fokus pada satu titik tersebut. Jadi, mungkin bisa dikatakan sebuah idealisme yang harus kita jaga dan kita perjuangkan. Dan, yang lebih penting lagi ialah kita harus mempunyai differensiasi dari orang lain, ya, kita harus beda dengan orang lain.
Untuk bisa membuat personal branding kita semakin kuat dan nyata bagi kita untuk memulainya, langkah pertama yang kita lakukan ialah kita harus menemukan passion kita. Bagaimana?
Setiap kita pastilah mempunyai “me Time”, dalam waktu kita ini, kita bisa menentukan apa yang kita sukai dan apa yang tidak kita sukai.
Nah dari cara di atas kita dapat menentukan passion kita itu sebenarnya apa. Cobalah lakukan hal di atas, semakin banyak semakin baik (3-4 lembar kertas A4 lah).
Setelah kita mengetahui apa passion kita, maka kita perlu melakukan usaha yang konsisten untuk mewujudkan itu semua. How?
Kembali lagi ke contoh:
Ippho Santosa, tahu kan? Passion-nya ialah menjadi seorang pembicara dan penulis, sudah banyak buku yang ditulis, namun tidak bisa BOOM. Dan akhirnya dia menulis mengenai masalah 7 keajaiban rejeki, dan BOOOM. Saya juga membaca. Nah di sini Ippho Santosa berusaha untuk selalu fokus pada kesukaannya yaitu menulis serta mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi seorang publik speaking. Done he got it.
Personal branding ini juga bisa diterapkan pada saat ada sebuah diskusi. Kebanyakan dari anak UGM biasanya minderan dan pemalu, dalam sebuah FGD ataupun diskusi lain pastilah akan cenderung untuk diam, dan ketika ada seseorang sedang mengemukakan pendapat namun pendapat tersebut salah, maka dia akan cenderung bergumang lirih ketemannya, “eh sebenarnya itu gini…bla bla bla…”
Iya, kan?
Nah, sebenarnya kita bisa masuk dan membenarkan apa yang sedang terjadi, dengan kalimat yang tertata dan janganlah frontal, ingat jangan frontal, misalnya: “Sebenarnya apa yang kamu sampaikan itu sudah bagus, namun mungkin akan lebih bagus lagi jika kita menyisipkan hal ini dan hal itu supaya ketika eksekusi akan berjalan dengan sangat halus..”. Bisa, kan?
So, jika kita ingin mem-branding diri kita maka lakukanlah, apa pun profesi kita, kita pastilah bisa mem-branding diri kita dan melakukan show up.
Pasti ada pertanyaan dalam benak kita, buat apa sih kita melakukan sebuah branding?
Kembali lagi ke cerita, mungkin pada awal tahun 1990an telkom tidak berpikir akan adanya sebuah alat komunikasi yang murah dan mudah selain telepon kabel produk mereka. Dan mereka tidak aware dan berupaya supaya image akan telepon rumah ini melekat, sehingga ketika ada hantaman dari handphone, masyarakat masih setia dengan telepon rumah. Namun, ketika ada handphone apa yang terjadi? Orang cenderung beralih ke handphone, kan?
Selain itu, jika brand kita diserang (entah produk, merek dagang, dll) maka kita akan bisa membuat perlindungan dengan brand yang telah kita buat, hal ini berbeda jika kita tidak punya branding sama sekali, maka sekali serang hancurlah kita.
jadi sudahkah Anda mem-branding personal Anda?
Sumber: https://kagamavirtual.com/2011/08/02/personal-branding-bersama-mas-silih-agung-wasesa/
Buku Personal Branding ini dikembangkan berdasarkan pengalaman-pengalaman penulis saat membantu tokoh-tokoh di Indonesia dari berbagai profesi selama 17 tahun terakhir.
“Jadi tokoh yang disukai oleh masyarakat bukan persoalan banyaknya panggung yang kita naiki, tetapi seberapa sering kita memberikan panggung untuk masyarakat. Buku ini mengajarkannya dengan tuntas.”
- Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah.
“Buku yang disampaikan oleh Mas Silih (demikian saya biasa memanggil beliau) merupakan suatu cara kita sebagai individu/organisasi bisa lebih membuka potensi personal branding yang tidak hanya bermanfaat pada ruang individual, namun juga menjadi "greater good" bagi lingkup yang lebih besar lagi.
Kekuatan jam terbang dan penanganan kasus aktual memberikan bobot tersendiri terhadap relevansi logis pembaca pada pemahaman personal branding. Bahasanya pun khas, mudah dipahami tanpa menggurui. Saya yakin buku ini akan menjadi sebuah "enlightment" atas proses pengembangan potensi diri. Buktikan sendiri!"
- Hari Afrianto, Marketing Director Mercedes Benz Indonesia
"Buku ini menjelaskan apa itu personal branding, bahkan mengajari berbisnis personal branding. Mudah dipahami, gampang dipraktikkan, penulisnya tidak pelit ilmu."
- Dwi Sutarjanto, Personal Image Consultant, Hipnoterapis, Mantan Pimpinan Umum Majalah Esquire
Nukilan Buku
Selama lebih dari 21 tahun penulis menggeluti strategi komunikasi dan branding—dengan 16 tahun di antaranya termasuk dalam personal branding—ternyata tak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Masih teringat rasanya, saat pertama kali mengomunikasikan produk-produk Toyota, termasuk menghidupkan kembali brand legendaris, Land Cruiser, dan menjadikan Kijang sebagai tulang punggung kendaraan keluarga Indonesia. Penulis menyadari betul bahwa dibutuhkan formula khusus untuk membangun reputasi brand di Indonesia.
Begitu halnya, ketika penulis membantu beberapa brand, seperti Unilever, National Geographic Channel, Hoka-Hoka Bento, Coca-Cola, Unicef, dan Daihatsu. Di sela-sela tersebut, selama 17 tahun terakhir, penulis memodifikasi formula-formula khusus untuk kebutuhan personal branding. Di sini, penulis menemukan, bagaimana tiap karakter personal memiliki rumusan yang berbeda satu sama lain? Tepatnya, terdapat pola-pola tertentu yang membentuk tiap karakter. Pola inilah yang, kemudian, penulis turunkan menjadi sebuah rumusan baku. Sebutlah sebagai sebuah rumus rahasia yang selama ini penulis gunakan ketika membangun personal branding para CEO, gubernur, selebritis, pendongeng, dan—bahkan Presiden Republik Indonesia serta Ibu Negara.
Formula-formula khusus yang dikembangkan khusus untuk brand-brand komersial, sudah banyak dilakukan oleh konsultan dan akademisi-akademisi papan atas. Akan tetapi, untuk personal branding, masih jarang dilakukan, baik oleh akademisi senior ataupun konsultan dengan basis pengalaman langsung selama belasan tahun. Itulah yang penulis lakukan selama 17 tahun terakhir ini, menyatukan semua pengalaman guna membantu personal branding, menjadikannya sebuah formula yang mudah dipahami dan—mudah-mudahan—bisa digunakan oleh semua kalangan tanpa terbatas.
Selama lebih dari 17 tahun ini pula, penulis berada di puncak-puncak pengambilan keputusan, baik di pemerintah pusat, pemerintah daerah, ataupun industri-industri komersial untuk membantu para pengambil keputusan dalam membangun reputasi personal. Ragam pengalamannya memang beragam, sekalipun sayang tidak bisa diceritakan secara utuh karena terikat perjanjian. Menyenangkan, menegangkan, sekaligus menantang, pastinya. Kombinasi aplikasi neuropsikologi, branding, dan public relations saling mendukung untuk membangun reputasi pribadi. Belum lagi, elemen budaya, intrik internal, paksaan eksternal, dan -bahkan- ikut campur pasangan dan keluarga.
Secara khusus dalam lima tahun terakhir, penulis menyisihkan lembaran pengalaman yang bisa dibagikan secara legal, tanpa melanggar kesepakatan dengan program-program personal branding yang pernah penulis tangani. Tahap penulisan paling menantang adalah ketika harus memoles elemen yang personal penting tetapi sangat rahasia, menjadi sebuah studi kasus yang bisa dikonsumsi oleh setiap orang. Alhamdulillah, dengan modifikasi sana-sini dan tidak melanggar kesepakatan, bisa juga penulis paparkan menjadi sebuah studi kasus. Bila ternyata memang kasusnya bagus, tapi tidak mungkin diungkapkan sebagai konsumesi publik, penulis menggantinya dengan kasus lain yang mirip dan sepadan, hingga tidak melanggar kesepakatan kerahasiaan.
Sekalipun program-program personal branding yang ditangani penulis lebih karena kedekatan pribadi, pertemanan, ataupun keluarga, rasanya menjaga kerahasiaan harus tetap nomor satu. Hingga sekarang pun, kesesuaian chemistry masih menjadi prioritas penulis dalam mengembangkan program personal branding. Personal branding membutuhkan kecocokan chemistry antara konsultan dan klien terlebih dahulu, baru kemudian bicara kompetensi dan lain sebagainya. Jika kita tetap memaksakan, sementara chemistry konsultan-klien tidak terbangun, maka pelaksanaan program ini akan berat ke depannya. Terkadang, memang ada unsur subjektif sih, tetapi ya, begitulah yang terjadi. Kuncinya, ikuti kata hati dan singkirkan ego.
Jika di hadapan kita ada seorang gubernur atau artis cantik terkenal, sedangkan sikap mereka tidak teachable (susah dibilangin lah, singkatnya), mana yang mau kita pilih? Memilih kehilangan klien atau mendapatkan portofolio kelas kakap? Nah, di sinilah kita bisa memilih: menuruti kata hati atau dorongan ego.
Tidak ada salahnya juga untuk mengikuti dorongan ego, mengambil klien-klien papan atas, toh memang masih sedikit juga konsultan personal branding. Bahkan, jika kita tidak memiliki pengalaman personal branding, tetapi diminta oleh klien untuk membangun reputasi personal, ya ambil saja. Asalkan ada panduan yang jelas.
Nah, buku ini secara sengaja diciptakan bagi pembaca yang ingin bisa melakukan personal branding secara langkah demi langkah, baik untuk diri sendiri maupun untuk mendapatkan klien-klien yang ada. Pasar personal branding sangat besar, mulai dari pimpinan puncak BUMN, kementerian, CEO-CEO perusahaan multinasional, anak-anak konglomerat yang akan mewarisi usaha milik ayahnya, aktris dan aktor, hingga tokoh-tokoh masyarakat. Untuk itulah, selain sebagai tanggung jawab profesi, penulis formulasikan pengalaman selama 17 tahun dalam bentuk formula dasar agar bisa digunakan oleh siapa pun.
Mari, kita sebut formulasi itu dengan Circle-P. P sendiri singkatan dari Personal. Jadi, ada 5 elemen yang melingkari satu sama lain, bahu-membahu dalam menciptakan reputasi personal. Elemen tersebut adalah Competency, Connectivity, Creativity, Contribution, dan Compliance. Biar mudah mengingatnya, sengaja disebutkan dalam bahasa Inggris. Dalam penulisan berikutnya, akan disebut bergantian dalam istilah bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Sesederhana itu saja.
Cara kerja buku ini juga dibuat begitu sederhana sehingga bisa memancing pembaca untuk menerapkan langsung personal branding secara pribadi. Formula buku ini dikembangkan selama hampir 5 tahun terakhir. Penulis mengumpulkan semua perjalanan profesi penulis sebagai personal branding consultant, membuat inti sari rumusnya, menanggalkan atribut-atribut rahasia, hingga jadilah sebuah formula Circle-P.
Maka, begitu formula itu dituliskan kembali di buku ini, sebagian besar contoh kasusnya adalah kasus-kasus keseharian yang ada di sekitar kita. Jangan salah duga, kasus-kasus di buku ini bukan berarti diambil dari klien-klien penulis. Sebagian besar malah penulis ambil dari lapangan, tentu, dengan menggunakan pisau analisis dari Fomula Circle-P. Formula Circle-P memang dikembangkan agar bisa menganalisis kasus keseharian secara cerdas. Formula ini memiliki daya intelligent analytic.
Kalaupun ada beberapa kasus papan atas yang seolah rahasia, hal itu merupakan kemampuan Formula Circle-P dalam mengupas tuntas sebuah kejadian personal branding. Formula ini sendiri, bahkan membuat takjub penulis saat diterapkan pada kasus-kasus yang ada di Indonesia. Beruntung, karena penulis diberi kesempatan sebagai pengantar-Nya untuk memunculkan formula ini. Selanjutnya, silakan pembaca untuk mengembangkan formula-formula berikutnya.
Penulis hanya menuturkan yang pernah dilakukan dalam 17 tahun terakhir. Sengaja, tidak ada satu pun yang disembunyikan karena memang penulis ingin mendapatkan verifikasi detail dari profesi-profesi lain yang beragam. Maksudnya, jika setelah Anda membaca buku ini dan menerapkannya, maka mohon berbagi pada pembaca yang lain. Gagal atau sukses, tidak masalah, yang penting bisa berbagi. Silakan layangkan pengalaman Anda melalui e-mail: [email protected]
Keinginan penulis, tentu saja, buku ini bisa diperbarui setiap tahun dengan kasus-kasus mutakhir. Walaupun penulis tidak berani untuk berjanji, khawatir tidak sempat memiliki waktu untuk itu.
SKU | ND-339 |
ISBN | 978-602-385-486-8 |
Berat | 240 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 14 Cm / 20 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 280 |
Jenis Cover | Soft Cover |