Pengetahuan bisa menghambat.
Ketidaktahuan justru membebaskan.
Tahu kapan untuk tahu dan kapan untuk tak tahu,
sama pentingnya dengan pedang yang tajam.
-Suzume-no-Kumo (1434)
Apakah kemampuan mengetahui masa depan bisa menguntungkan, atau justru membawa malapetaka? Mampukah pengetahuan seperti itu melahirkan seorang samurai sejati, yang tabu mengeluh ketika mengalami siksaan fisik paling hebat sekalipun, yang rela mati menjunjung tinggi kehormatan dan kesetiaan, namun tetap dianggap wajar untuk menangis tersedu saat merasakan keharuan dan kebahagiaan? Samurai: Kastel Awan Burung Gereja adalah kisah hidup Daimyo Akaoka, Genji Okumichi-kisah tentang sebuah pergolakan zaman, perbenturan Timur dan Barat, budaya dan norma, agama dan dogma, kehormatan dan kemanusiaan. Kisah yang menyeruakkan kesadaran kita bahwa pengetahuan dan keyakinan manusia bukan merupakan kebenaran hakiki.
"Kaya pengalaman … dengan akhir tak terduga yang menorah lebih dalam daripada pedang samurai."
-San Francisco Chronicle
"Buku ini langsung merampas perhatian Anda dari awal hingga akhir."
-The Washington Post
Tentang Penulis Takashi Matsuoka tum buh besar di Hawaii. Sebelum menjadi penulis full-time, dia bekerja di kuil sekte Zen Buddha di Honolulu. Samurai: Kastel Awan Burung Gereja adalah novel pertamanya, dan Samurai: Jembatan Musim Gugur adalah novel keduanya.
TAKASHI MATSUOKA Besar di Hawaii. Sejak kecil, Takashi sudah bercita-cita menjadi penulis, mengikuti jejak sang ayah, seorang reporter surat kabar di Hawaii. Sempat bekerja di kuil Buddha Zen—barangkali ini latar belakang yang menyebabkannya fasih menggambarkan kehidupan spiritual di kuil Zen dalam bukunya—Takashi juga belajar tentang hukum di New York, meskipun kini hanya menulis dan tinggal di Honolulu bersama anak perempuannya. Dalam kisah Samurai yang liris ini, Takashi menggugat sejarah kelam dan pemikiran sempit bangsa Jepang karena mengisolasi diri selama berabad-abad. Alur yang beralih-alih secara lincah membuat kisah ini sangat dinamis. Kita akan tenggelam dalam perjalanan berliku yang dilukiskan secara detail dan menyelami dunia para bangsawan, geisha, ninja, samurai, dan rahib. Takashi juga mengajak kita berimajinasi sekaligus berkontemplasi, dengan menyelami perpaduan unik kemanusiaan dan keanggunan kuno khas Jepang di samping merenungi makna kehidupan dan kematian. Dan dengan cakupan masa yang melintasi rentang abad, kisah ini pun menjadi karya klasik yang tak lekang oleh zaman.
Selain buku Samurai: Kastel Awan Burung Gereja, yang sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, Takashi Matsuoka juga menulis sekuelnya, Samurai: Jembatan Musim Gugur.
Takashi Matsuoka adalah generasi penulis Amerika pertama keturunan Jepang. Dua seri Samurai ini oleh kritikus sering disandingkan dengan Shogun karya James Clavel dan Memoirs of Geisha oleh Arthur Golden. Saat dicetak pertama kali, sambutan pembaca Indonesia sangat baik. Mengisahkan kisah Samurai dari sudut pandang yang daripada kisah-kisah samurai di pasaran. Lebih mistis dan misterius.
SKU | QE-26 |
ISBN | 978-602-1637-54-8 |
Berat | 440 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 13 Cm / 21 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 624 |
Jenis Cover | Soft Cover |