Sangat inspiratif, enak dibaca, lengkap dengan contoh dan panduan praktis bagi guru untuk melahirkan manusia-manusia unggul!
—Dr. Seto Mulyadi, Psi. M.Si., Komnas Perlindungan Anak
Siapakah yang paling pintar? Siapakah yang paling cerdas?
Setiap manusia memiliki aneka ragam kecerdasan berbeda, dengan kemampuan belajar yang berbeda pula. Lingkungan yang memberikan stimulus dan kesempatan yang tepat akan melejitkan kecerdasan itu. Berbekal kecerdasannya masing-masing, setiap orang bisa sukses.
Berdasarkan pengalamannya di dunia pendidikan dengan berbagai metode pendidikan, kedua penulis menunjukkan bagaimana proses pengajaran berkualitas, yaitu “bukan sebesar apa kecerdasanmu, melainkan bagaimana kau menjadi cerdas”. Dengan gaya ringan, praktis, dan menarik, Munif Chatib sang “Gurunya Manusia” dan Alamsyah Said memberikan tips n tricks bagaimana:
Menggugat sistem pendidikan di sekolah yang hanya menerima anak-anak “cerdas” dan mengolahnya menjadi luaran yang seragam … menginspirasi bagaimana seharusnya lembaga pendidikan berperan.
—Dr. Sukiman Puspoyudo, M.Pd., Pemerhati Pendidikan
Munif Chatib adalah penulis buku laris Sekolahnya Manusia, yang terbit pada 2009 sebagai buku pertamanya. Pada tahun itu juga dia bertemu dan menjadi pembicara bersama Bobbi DePorter, gurunya dari California, Amerika Serikat, di aula kantor Kementerian Pendidikan. Hampir seribu guru hadir di ruangan itu. Pada 2009, dia juga kuliah pascasarjana mengambil Program Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini di Universitas Negeri Jakarta. Ketertarikan mantan Direktur Lembaga Pendidikan YIMI Gresik ini pada dunia pendidikan berawal di SMA, saat ikut membantu gurunya memberikan bimbingan belajar kepada teman-temannya. Sayangnya, karena tak ada yang mengarahkan, dia masuk ke Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, “Tahun pertama seperti masuk ke dunia lain,” kenang bapak seorang putri ini. Oleh karenanya, dia tidak begitu tertarik pada dunia hukum, meskipun profesi pengacara pernah dijalaninya pada tahun pertama menjadi sarjana hukum. Hatinya lebih mantap menjadi pengajar. Bahkan sebelum lulus sarjana pun, dia pernah menjadi asisten dosen di fakultas hukum sebuah universitas baru di Sidoarjo. Sempat pula memimpin sebuah lembaga pendidikan komputer dan bahasa Inggris di Jakarta, dan akhirnya diminta oleh Universitas Nasional Jakarta untuk menjadi pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Semakin memantapkan langkahnya di dunia pendidikan, pada 1998-1999, bapak yang senang menulis puisi ini menyelesaikan studi Distance Learning di Supercamp Oceanside, California, Amerika Serikat, yang dipimpin oleh Bobbi DePorter. Dari 73 lulusan alumni pertama tersebut, dia menduduki peringkat ke-5 dan satu-satunya lulusan dari Indonesia. Tesisnya, “Islamic Quantum Learning”, cukup menggemparkan dan sampai sekarang dijadikan referensi yang diminati di Supercamp. “Islamic Quantum Learning adalah kritik tentang penokohan fiktif yang dikembangkan oleh Bobbi DePorter. Dan sepertinya, saya menemukan hal yang luar biasa, yaitu ternyata mereka mengakui bahwa nilai-nilai Islam adalah nilainilai terbaik dalam penerapan penokohan dan character building yang diajarkan di sekolah-sekolah. Ibaratnya, air sumur. Air sumur itu adalah nilai Islam dan mereka menyedotnya dengan mesin yang canggih. Sedangkan kita di Indonesia atau di sekolah-sekolah Islam mengambil air itu dengan timba bocor. Jadi, kelemahan kita terletak pada metodologi,” ujar Munif Chatib yang selalu yakin bahwa sekolah Islam mestinya dapat menjadi sekolah terbaik dan unggul. Kini, Munif Chatib menjabat CEO Next Worldview, sebuah Lembaga Konsultan dan Pelatihan Pendidikan, serta salah seorang anggota Majelis Penguji Penataan Ulang Kurikulum 2014 Pusat Kurikulum di Kementerian Pendidikan Nasional. Munif bisa dihubungi melalui:
e-mail : [email protected]
twitter : @munifchatib
situs : www.munifchatib.com
SKU | AS-109 |
ISBN | 978-602-8994-84-2 |
Berat | 400 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 19 Cm / 24 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 212 |
Jenis Cover | Soft Cover |