Buku THE GEOGRAPHY OF… - Eric Weiner | Mizanstore
Ketersediaan : Tersedia

THE GEOGRAPHY OF BLISS (EDISI KE-5) REPUBLISH 2022

    Deskripsi Singkat

    Apakah orang Swiss lebih bahagia karena negara mereka paling demokratis di dunia? Apakah penduduk Qatar, yang bergelimang dolar dari minyak mereka, menemukan kebahagiaan di tengah semua kekayaan itu? Apakah Raja Bhutan seorang pengkhayal karena memakai indikator kebahagiaan rakyat yang disebut Gross National Happiness sebagai prioritas nasional? Mengapa penduduk Asheville, Carolina… Baca Selengkapnya...

    Rp 129.000 Rp 109.650
    -
    +

    Apakah orang Swiss lebih bahagia karena negara mereka paling demokratis di dunia? Apakah penduduk Qatar, yang bergelimang dolar dari minyak mereka, menemukan kebahagiaan di tengah semua kekayaan itu? Apakah Raja Bhutan seorang pengkhayal karena memakai indikator kebahagiaan rakyat yang disebut Gross National Happiness sebagai prioritas nasional? Mengapa penduduk Asheville, Carolina Utara, sangat bahagia? Mengapa warga Islandia, yang negaranya bersuhu sangat dingin dan jauh dari mana-mana, malah paling bahagia di dunia? Mengapa di India kebahagiaan dan kesengsaraan bisa hidup berdampingan?

    Dengan gaya yang khas dan kocak, Eric Weiner membawa pembaca ke tempat-tempat yang unik, bertemu dengan beragam orang, dan mencari tahu bagaimana orang di berbagai negara bisa bahagia dengan cara yang berbeda-beda.

     

    “Weiner, yang selain pelancong, juga bisa disebut filsuf,
    dan pakar self-help, berhasil menulis buku jenaka
    yang bisa membuat Anda bahagia.”
    Vanity Fair

     

    “Bagus, enak dibaca, cerdas, dan jenaka.”
    Amazon.com



     

    ISI BUKU

    Tentang Penulis —
    Pendahuluan —

    Bab 1 BELANDA: Kebahagiaan Itu Angka 
    Bab 2 SWISS: Kebahagiaan Itu Kebosanan 
    Bab 3 BHUTAN: Kebahagiaan Itu Kebijakan 
    Bab 4 QATAR: Kebahagiaan Itu Menang Lotre 
    Bab 5 ISLANDIA: Kebahagiaan Itu Kegagalan 
    Bab 6 MOLDOVA: Kebahagiaan Itu Berada di Suatu Tempat Lain 
    Bab 7 THAILAND: Kebahagiaan Itu Tidak Berpikir 
    Bab 8 BRITANIA RAYA: Kebahagiaan Itu Karya yang Sedang Berlangsung 
    Bab 9 INDIA: Kebahagiaan Itu Kontradiksi 
    Bab 10 AMERIKA: Kebahagiaan Itu Rumah 

    Epilog Apakah Kita Sudah Sampai? 
    Ucapan Terima Kasih 
    Kepustakaan 
    Panduan Kelompok Membaca 

     

     

     

    Pendahuluan

    Tasku sudah dikemas dan perbekalan sudah dimasukkan. Aku siap bertualang. Maka, di suatu senja di musim panas, saya mengajak temanku yang malas, Drew, pergi menjelajahi dunia-dunia baru dan aku berharap menemukan suatu kebahagiaan dalam perjalanan itu. Aku selalu percaya bahwa kebahagiaan itu dekat sekali. Triknya adalah bagaimana menemukan sudut yang benar.

    Tak lama sebelum kami memulai perjalanan, Drew menjadi gelisah. Ia memohon agar aku membatalkan perjalanan, tapi aku bersikeras untuk lanjut terus, didorong oleh rasa penasaran tentang apa yang menunggu kami di depan sana. Bahaya? Keajaiban? Aku perlu tahu, dan sampai hari ini aku diyakinkan bahwa aku akan berhasil meraih apa yang aku inginkan di mana pun tempatnya, seandainya Kepolisian Baltimore tidak menyimpulkan, pikirku waktu itu, bahwa bahu jalan raya bukanlah tempat bermain bagi dua anak usia lima tahun.

    Sebagian orang menjadi suka bepergian. Sebagian orang mempunyai bakat bepergian sejak lahir. Kegelisahanku, jika boleh disebut begitu, berlangsung selama bertahun-tahun setelah gagalnya ekspedisiku bersama Drew. Kegelisahan itu muncul kembali setelah kuliah dengan kemarahan baru.
    Aku mati-matian ingin melihat dunia, terutama dengan dana dari pihak lain. Tapi bagaimana? Aku tidak mempunyai keterampilan yang dapat dijual, perasaan moralitas yang kerdil, dan watak pemurung. Aku memutuskan untuk menjadi jurnalis.

    Sebagai seorang koresponden asing untuk National Public Radio (NPR), aku melakukan perjalanan ke tempat-tempat seperti Irak, Afghanistan, dan Indonesia: tempat-tempat yang tidak membahagiakan. Di satu sisi, hal ini menimbulkan pengertian yang sempurna. Secara tidak sadar, aku mengamati peraturan menulis yang pertama: Tulislah apa yang kau ketahui. Maka, dengan buku catatan di tangan dan tape recorder menggantung di bahu, aku menjelajahi dunia, menyampaikan cerita orang yang murung dan tidak bahagia. Memang, orang yang tidak bahagia, yang tinggal di tempat yang sangat tidak bahagia, dapat dijadikan cerita yang bagus. Mereka menyentuh lubuk hatiku dan aku terenyuh.

    Mereka juga dapat menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan.

    Aku penasaran, bagaimana kalau menghabiskan waktu selama satu tahun dengan melakukan perjalanan mengelilingi dunia, mencari tempat-tempat yang terkenal karena kekacauannya, tetapi justru itu adalah tempat-tempat bahagia yang tidak digembar-gemborkan? Tempat-tempat yang tak diragukan lagi mempunyai satu atau beberapa bahan yang kita anggap sangat penting untuk hidangan kebahagiaan sejati: di antaranya adalah uang, kesenangan, spiritualitas, keluarga, dan cokelat. Bagaimana jika kau tinggal di negara yang luar biasa kaya dan tak seorang pun membayar pajak? Bagaimana jika Anda tinggal di negara tempat kegagalan adalah sebuah pilihan? Bagaimana jika kau tinggal di sebuah negara yang begitu demokratis sehingga kau memberikan hak pilih sampai tujuh kali dalam setahun? Bagaimana jika kau tinggal di negara tempat pemikiran yang berlebihan dihalangi? Apakah dengan begitu kau akan bahagia?

    Itulah tepatnya yang ingin saya ketahui, dan hasil dari eksperimen yang terlampau berani adalah buku yang sekarang berada di tanganmu ini.


    Aku lahir di Tahun Wajah Penuh Senyuman: 1963. Itulah ketika seorang desainer grafis dari Worcester, Massachusetts, yang bernama Harvey Ball menemukan grafis kuning yang tersenyum lebar yang sekarang tersebar luas di mana-mana. Ciptaan Ball semula ditujukan untuk menghibur orang yang bekerja di perusahaan asuransi di semua tempat, namun sekarang menjadi sangat sinonim dengan simbol kebahagiaan Amerika yang sangat khas dan dangkal.

    Sihir ikon keceriaan Ball tak pernah berhasil memengaruhiku. Aku bukanlah orang yang bahagia. Belum pernah. Sebagai seorang anak, karakter Winnie-the-Pooh favoritku
    adalah Eeyore. Bagi sebagian besar sejarah manusia, aku akan dianggap normal. Kebahagiaan, dalam kehidupan ini, di dunia ini, dulu disediakan bagi para dewa dan sedikit orang yang beruntung. Namun sekarang ini, kebahagiaan tidak hanya dianggap mungkin didapatkan oleh setiap orang, kebahagiaan juga diharapkan.
    Maka, aku, bersama jutaan orang lainnya, menderita penyakit modern unik yang oleh sejarawan Darrin McMahon disebut “ketidakbahagiaan karena tidak bahagia”.
    Hal ini sama sekali tidak menyenangkan.

    Maka, aku seperti banyak orang lainnya, sudah berusaha. Aku tidak pernah menemukan buku pengembangan diri yang tidak kusukai. Rak bukuku seperti monumen kesedihan abadi yang tinggi sekali, penuh dengan buku yang memberitahuku bahwa kebahagiaan terletak jauh di dalam diriku. Jika aku tidak bahagia, nasihat mereka, berarti aku tidak cukup dalam menggali.

    Aksioma “kompleks industri pengembangan diri” begitu kuat berurat akar sehingga menjadi tidak perlu pembuktian lagi. Hanya ada satu masalah: Aksioma itu tidak benar. Kebahagiaan
    tidak hanya berada di dalam diri kita, tetapi di luar sana. Atau, lebih tepatnya, garis antara di luar sana dan di dalam sini tidaklah ditentukan setegas seperti yang kita kira.

    Filsuf kelahiran Inggris, Alan Watts, dalam salah satu kuliahnya yang sangat bagus mengenai filosofi Timur, menggunakan analogi ini: “Jika saya menggambar sebuah lingkaran, sebagian besar orang yang saya tanya tentang apa yang telah saya gambar akan menjawab bahwa saya telah menggambar lingkaran, atau cakram, atau bola. Sangat sedikit orang akan mengatakan saya telah menggambar lubang di dinding karena sebagian besar orang berpikir bagian dalam terlebih dahulu, daripada berpikir bagian luar. Tetapi sebenarnya, kedua sisi ini berjalan bersama—Anda tidak dapat mempunyai ‘di dalam sini’, kecuali jika Anda mempunyai ‘di luar sana’.”

    Dengan kata lain, di mana kita adalah sangat penting bagi siapa kita.

    Maksudku dengan kata “di mana” adalah tidak hanya lingkungan fisik kita, tetapi juga lingkungan budaya kita. Budaya adalah lautan tempat kita berenang—begitu luas,
    begitu menelan semuanya, sehingga kita tidak mengetahui eksistensinya sebelum kita keluar darinya. Kebudayaan lebih penting daripada yang kita kira.

    Secara tidak sadar, kita menggabungkan geografi dan kebahagiaan. Kita berbicara tentang mencari kebahagiaan, menemukan kesenangan, seakan-akan kebahagiaan dan
    kesenangan adalah tempat di atas atlas, tempat nyata yang dapat kita kunjungi hanya jika kita mempunyai peta yang tepat dan keterampilan navigasi yang benar. Siapa pun yang telah berlibur ke, misalnya, Kepulauan Karibia dan tebersit dalam benaknya pikiran yang tak terduga “Aku dapat bahagia di sini” tahu yang aku maksudkan.

    Satu hal tersembunyi yang menggoda, tentu saja, adalah konsep menggoda dan licin yang dikenal sebagai surga. Konsep ini membohongi kita manusia selama beberapa waktu sekarang ini. Plato membayangkan Pulau yang Diberkati, suatu tempat di mana kebahagiaan mengalir seperti perairan Mediterania yang hangat. Sampai abad kedelapan belas, orang percaya bahwa surga yang disebutkan dalam Alkitab, Taman Eden, adalah sebuah tempat nyata. Tempat itu terdapat dalam peta—terletak, ironisnya, di pertemuan Sungai Tigris dan Eufrat, yang dalam zaman modern ini adalah Irak.

    Penjelajah Eropa mempersiapkan ekspedisi mencari surge dengan mempelajari bahasa Aram, bahasa yang digunakan Yesus. Aku memulai perjalananku, pencarianku akan surga, tidak dengan berbicara menggunakan bahasa Aram, tetapi bahasa kabur lainnya, liturgi modern tentang kebahagiaan yang dicapkan oleh para pemimpin baru, ilmu pengetahuan baru yang sedang berkembang tentang kebahagiaan. Aku meninjau ulang istilah-istilah seperti, “positive affect” (perasaan positif) dan “hedonic adaptation” (adaptasi terhadap kenikmatan). Aku tidak membawa Alkitab, hanya beberapa panduan Lonely Planet dan keyakinan bahwa, seperti yang dikatakan Henry Miller, “Tempat tidak pernah menjadi tujuan seseorang, tetapi tujuannya adalah suatu cara baru melihat hal-hal.”

    Maka, di suatu hari yang panas dan lembap seperti biasanya di Miami (yang menurut konsep sebagian orang, tempat itu sendiri adalah surga), aku mengemasi tasku dan meninggalkan rumahku guna melakukan misi yang aku ketahui dengan baik adalah misi yang bodoh, semuanya sebodoh anak lima tahun yang berputar-putar. Seperti yang dinyatakan penulis Eric Hoffer, “Pencarian kebahagiaan adalah salah satu sumber utama ketidakbahagiaan.” Tidak apa-apa. Aku sudah tidak bahagia. Aku tidak rugi apa-apa.
    ­­­­

    Tentang Eric Weiner

    Eric Weiner

    Eric Weiner adalah seorang jurnalis peraih penghargaan, pengarang buku-buku laris, dan pembicara. Seorang pelancong filosofis, dia menulis tentang persimpangan tempat dan gagasan. Buku-bukunya termasuk buku laris The Geography of Bliss (edisi bahasa Indonesia diterbitkan ulang oleh Mizan Pustaka, 2022), The Geography of Genius (diterbitkan ulang oleh Mizan Pustaka, 2021), sebuah memoar spiritual Man Seeks God (edisi bahasa Indonesia berjudul Man Seeks God, Mizan Pustaka, 2022), serta buku terbarunya The Socrates Express. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke lebih dari dua puluh bahasa. Seorang mantan koresponden NPR, dia kontributor reguler untuk Washington Post dan AFAR, selain di beberapa publikasi lain. Dia tinggal di daerah Washington, D.C. bersama istrinya, putrinya, dan beberapa kucing dan anjing yang susah di atur. Kenali Weiner lebih lanjut di laman www.EricWeinerBooks.com.




    Keunggulan Buku

    “Pencarian Shangri-La yang luas, menyenangkan, dan akhirnya idealis.”
    Chicago Tribune

    “Menawan ... memprovokasi pemikiran.”
    Entertainment Weekly

    “Menghibur ... membuat kepala berputar, ambisius.”
    Associated Press

    “Penuh wawasan ... riang dan tajam.”
    Denver Rocky Mountain News

    “Pengembara yang bijak, pintar, dan jenaka ini membaca seperti Paul Theroux yang menyalurkan David Sedaris pada hari yang sangat indah.” Segar dan menggoda ... sebagian kisah perjalanan, sebagian memoar penemuan pribadi, dan semua kegembiraan yang terus-menerus .....”
    Kirkus Reviews

    “Weiner telah mempelajari literatur ilmiah mengenai kebahagiaan dan menjalinnya ke dalam narasinya, lantas dia bumbui dengan aliran sindiran cerdas .... Jika Anda ingin menunjukkan jari yang secara politik benar ke arahnya, Anda harus berhenti tertawa dulu .... Menjelang perjalanan ini selesai, Anda akan mengharapkan kembali jalan itu suatu hari nanti .... Ini adalah perjalanan yang terlalu indah untuk menjadi langka.”
    Washington Post Book World

    “Sebuah buku yang menyerap perhatian ....Weiner menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam menerjemahkan data analitis ke dalam wawasan dunia nyata .... Dia terbukti sebagai pemandu tur yang berpengetahuan luas ... seorang sahabat yang lucu.”
    Hartford Courant

    “Observasi yang berwarna-warni .... Wawasan mendalam yang diselipi anekdot.”
    The Economist

    “Kemampuan Weiner mengkritik seseorang dan membuat orang tersebut tertawa dengan kritikan itu dan gaya percakapannya membuat buku ini enak dibaca.”
    Wichita Eagle

    “Bacalah buku ini, dan buku ini akan membuat Anda tersenyum.”
    Austin American-Statesman

    “Bergiliran antara suasana riang dan mendalam, ini adalah buku yang dapat mengubah hidup Anda. Hubungan antara tempat dan kesenangan adalah hubungan yang tak terlukiskan, dan Weiner membabat kabut dengan cahaya kuat dan besar. THE GEOGRAPHY OF BLISS bukanlah sebuah ikon senyum. Ini adalah Winslow Homer.”
    Henry Alford, penulis Municipal Bondage dan Big Kiss

    “Weiner menampilkan keterbukaan pada budaya lain dan selera humor yang besar sekali dalam pandangan yang memesona, lucu, dan penuh pengertian tentang gagasan mengenai kebaha-giaan.”
    Booklist

    “Tertawalah. Berpikirlah. Ulangilah. Berkali-kali.”
    Po Bronson, penulis What Should I Do with My Life?

    “Pintar dan menghibur ... kisah perjalanan yang bagus dan lucu.”
    Atlanta Journal-Constitution

    “Penggerutu yang ... membangkitkan minat, memesona, dan menyenangkan.”
    Los Angeles Times

    “Penemuan yang sangat memesona.”
    People

    “Weiner, sebagian adalah filsuf, sebagian adalah pemandu perjalanan, dan sebagian lagi adalah pakar dalam pengembangan diri—dan secara keseluruhan menyenangkan—telah menulis buku yang dapat menggembirakan Anda.”
    Vanity Fair


    “Perjalanan yang mendebarkan hati .... Di mana keunggulan Weiner adalah dalam mengenali bagian kehidupan sehari-hari—momen-momen kebahagiaan—yang menunjukkan mengapa masyarakat tertentu dapat bahagia.”
    New Statesman

    “Mencerahkan ... perjalanan keliling dunia dengan pemandu yang menyenangkan dan berpengetahuan luas ... ke mana pun dia pergi, Weiner menyemarakkan dan memperdalam penyelidikan naratifnya dengan berusaha mencari informasi dari penduduk setempat dan pakar yang semuanya berpengetahuan luas.”
    National Geographic

    “Weiner memastikan bahwa pembacanya, setidaknya, kemungkinan akan lebih bahagia setelah bertemu dengan karyanya yang merupakan penyelidikan dan jenaka.”
    Globe and Mail (Kanada)

    “Ada sifat yang membuatnya disayangi pada sifat keras kepalanya; dia menggoda dan provokatif serta selalu membuat Anda kembali.”
    Denver Post

    “Sebuah kisah perjalanan penuh dengan pengamatan tajam dan canggih .... [Weiner] dengan jenaka menyelidiki keadaan manusia.”
    San Jose Mercury News

    “Bacaan yang lucu dan mencerahkan ... sangat bagus .... Barangkali pembaca akan terkejut dengan penemuan Weiner sep erti halnya dia sebagai penulisnya .... Ada sesuatu yang menarik dalam setiap halaman buku yang bijak dan jenaka, dan membacanya saja akan membuat Anda bahagia.”
    St. Petersburg Times (FL)

    “Wawasan yang menjanjikan ... sebuah gagasan baru, berusaha menggabungkan elemen memoar perjalanan, buku humor, dan panduan pengembangan diri.”
    New York Observer

    “Saya merasa seperti saya baru saja berkeliling dunia. Saya sampai di akhir sebuah bab dan mengalihkan mata saya ke halaman berikutnya agar saya tidak merusak ketegangan untuk segera mengetahui ke mana saya selanjutnya akan pergi. Tulisan ini menjelmakan negara-negara ini di depan saya .... Buku ini menggembirakan, tetapi juga menyentuh dan penuh wawasan.”
    Patricia James, Tobyhanna, PA

     “Buku lucu paling serius yang pernah saya baca dalam waktu yang lama.”
    Barbara Elovic, Brooklyn, NY

    “Untuk menyatakan kesenangan saya pada THE GEOGRAPHY OF BLISS memerlukan lebih banyak superlatif daripada yang saya ketahui.”
    Jerry Giuliano, North Reading, MA

    “Sudah lama sekali sejak saya mendapatkan kesenangan dari membaca sesuatu yang ditulis dengan begitu bagus dan jenaka—namun begitu mendalam dan kuat.”
    Pam Shannon, Doylestown, PA

     

    Resensi

    Spesifikasi Produk

    SKU QA-53
    ISBN 978-602-441-298-2
    Berat 480 Gram
    Dimensi (P/L/T) 13 Cm / 21 Cm/ 0 Cm
    Halaman 524
    Jenis Cover Soft Cover

    Produk Eric Weiner

















    Produk Rekomendasi