Meliput konflik adalah tugas sehari-hari Rien Kuntari, wartawan Kompas. Dia telah memasuki medan-medan perang paling berbahaya, termasuk Rwanda, Irak, dan Kamboja. Tapi, di antara semua wilayah konflik yang pernah dia liput, Timor Timur adalah yang paling sulit, paling membahayakan, dan sekaligus paling mengesankan. Sebagai seorang wartawan yang dituntut bersikap objektif dan cover both sides, Rien menghadapi dilema: sebagai seorang wartawan asal Indonesia, dia bisa dicurigai sebagai pro-otonomi oleh kelompok pro-kemerdekaan. Sebaliknya, lantaran dapat mengakses beberapa tokoh CNRT, dia juga dituduh pro-kemerdekaan. Dan kecurigaan di medan konflik berarti berada di tubir kematian. Inilah catatan seorang wartawan atas peristiwa-peristiwa dramatis menjelang, selama, dan setelah jajak pendapat di Timor Timur tahun 1999—sebuah segmen amat penting dalam garis sejarah bangsa Indonesia. Ditulis dengan keberanian seorang "syahid", kejujuran seorang jurnalis tulen, dan ketulusan seorang "manusia"—a true human being. Tak berlebih jika buku ini layak dicatat sebagai sebuah dokumen kemanusiaan (humane documentary).
“Kemampuan Mbak Rien yang secara luwes bergerak dari tataran formal hingga informal, memberikan detail dan artikulasi tentang keadaan di Timor Timur pada waktu itu.”
—Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo
”‘Timor Timur Satu Menit Terakhir’ sungguh merupakan kesaksian menarik berdasarkan pengalaman pribadi yang unik dan dikisahkan secara tulus, gamblang, rinci, dan sarat dengan perkembangan dramatis.”
—Ali Alatas
”Yang tersaji dalam buku ini bukan isapan jempol dan bukan pula kepiawaian seorang wartawan oportunis, melainkan pengalaman nyata seorang pejuang pers dan patriot bangsa, terdorong oleh kecintaannya kepada dua bangsa yang bersaudara, Indonesia dan Timor Leste.
—Xanana Gusmao
“Rien Kuntari adalah wartawan yang rajin menjelajahi medan kekerasan dan peperangan. Namun ia juga seorang perempuan. Betapapun bengis dan kejam medan konflik yang dihadapinya, ia selalu bisa melihat dan menangkapnya dengan mata hati seorang perempuan yang penuh dengan kelembutan, kejujuran dan bela rasa terhadap kemanusiaan. Konflik kekerasan di medan perang menjadi jeritan dan airmata di medan hatinya yang mudah tergores oleh penderitaan. Itulah yang membuat tulisan jurnalistiknya tentang peristiwa dramatis di sekitar jajak pendapat di Timor Timur 1999 ini menjadi begitu indah dan mengharukan tapi juga menegangkan. Membaca buku ini kita seakan diajak untuk masuk ke dalam relung terdalam kemanusiaan, yang mendambakan cinta, kesetiaan, perdamaian dan ketenteraman justru di tengah konflik yang bengis dan kejam.”
—Sindhunata, wartawan, Pemimpin Redaksi Majalah Basis
CM Rien Kuntari atau Cordula Maria Rien Kuntari adalah wartawan Harian Kompas Jakarta dari tahun 1991. Membidangi liputan internasional, diplomasi dan politik luar negeri RI hingga tahun 2004, membawanya melakukan kunjungan jurnalistik ke lebih dari 50 negara di Asia, Eropa, Amerika, Afrika, dan Timur Tengah. Dia adalah wartawan perang untuk Perang Teluk Irak (1991), Perang Rwanda (1994), Referendum Irak (1995 dan 2002), proses Perdamaian Kamboja (1996), Pemberantasan Ranjau Darat Kamboja (1996), dan Timor Timur sampai meraih kemerdekaan (1992-1999-2002).
Dia juga wartawan Kepresidenan RI dari era Presiden Soeharto hingga Presiden Abdurrahman Wahid. Beberapa tahun terakhir, dia menekuni bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan masalah kemanusiaan. Dia juga menjadi Pembekal (Pengajar) untuk Sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu) Departemen Luar Negeri dan Pengajar Jurnalistik (Journalistic Trainer) untuk South East Asia Press Alliance (SEAPA), British Petroleum (BP) Indonesia dan beberapa perusahaan lain.
SKU | UT-134 |
ISBN | 978-979-433-537-6 |
Berat | 700 Gram |
Halaman | 484 |
Jenis Cover | Soft Cover |