Hubungan sepasang kekasih yang didominasi pihak wanita, aktor kelas dua yang mendadak terkenal, kolumnis koran kota kecil yang harus menghadapi modernisasi, kehidupan seorang janda yang terus didekati tetangga barunya, dan yang paling unik: kisah seorang pria yang berusaha kabur dari ketenaran instan yang dia dapatkan.
Itulah sederet tema yang diangkat Tom Hanks dalam antologi Uncommon Type, yang terdiri dari 17 cerita pendek. Untuk pertama kalinya, aktor pemenang dua Piala Oscar ini berbagi kisahnya kepada dunia bukan melalui media film—sebuah kesempatan untuk menyelami pikiran dan pandangannya tentang persahabatan, keluarga, cinta, dan keseharian manusia.
TOM HANKS, AKTOR PEMENANG dua piala Oscar yang terkenal lewat perannya dalam film Forrest Gump dan The Da Vinci Code ini juga seorang penulis skenario, sutradara, dan, melalui Playtone, produser. Tulisannya muncul di The New York Times, Vanity Vair, dan The New Yorker. Uncommon Type adalah koleksi fiksi pertamanya.
Tom Hanks menikah dengan Rita Wilson pada tahun 1988 dan memiliki dua orang putra.
Salah satu kutipannya yang terkenal: “Aku terus bertanya-tanya mengapa hal-hal buruk terjadi kepada orang-orang baik dan mengapa hal-hal baik terjadi kepada orang-orang jahat. Kurasa itu adalah pertanyaan yang tidak akan pernah terjawab dalam sejarah hidup umat manusia.”[]
“Tulisan Tom sangat impresif. Tom bukan lagi sekadar aktor. Dia seorang penulis. Penulis yang berbakat.”
—The Times
“Pandangan Tom Hanks seorang hidup sungguh tidak umum. Suara Tom dalam buku ini sangat kuat dan tanpa basa-basi, hasil dari begitu banyaknya peran yang telah dia mainkan. Bukunya merefleksikan keragaman. Kau tidak tahu apa yang akan kau temukan selanjutnya.”
—Sunday Telegraph
“Tujuh belas kisah dengan jangkauan tema yang luas dan tidak biasa—dengan mesin ketik yang menjadi penghubung di antara semuanya. Hanya ada satu cerita tentang pengalaman Tom pada saat debut sebagai aktor: satire tajam dengan detail-detail yang tak ternilai harganya dari orang dalam langsung, tentang seorang pemuda tampan yang mengikuti sederet kegiatan pers di Eropa. Enam belas cerita lainnya secara mengejutkan memiliki spektrum yang luas …. Tom bisa menulis apa pun dan dialog-dialog ciptaannya juga luar biasa. Dengan sikap manis khas Amerika, humor, dan jiwa yang bisa kita asosiasikan dengan peran-perannya dalam film, Hanks menulis seperti seorang penulis, bukan bintang film.”
—Kirkus Reviews
“Uncommon Type menawarkan daya tarik yang sepenuh hati dan nostalgia akan masa-masa yang lebih sederhana dan manis—meski tidak pernah benar-benar sesederhana dan semanis itu …. Bahkan ketika Tom menulis subjek-subjek muram seperti pertarungan melawan rasa stres atau perjuangan para imigran dengan kehidupan dan tempat tinggal baru mereka, Tom masih bisa menemukan sudut manis di sana.”
—NPR
“Sudah bisa dipastikan jika kau menyukai Tom Hanks—dan siapa yang tidak?—kau akan menikmati Uncommon Type.”
—AM New York
“Dalam Uncommon Type, Hanks membuktikan bahwa dia adalah ahli menulis yang patut dipertimbangkan dengan serius lewat 17 cerita pendek yang sangat cerdas dan menyenangkan. Menakjubkan, Tom!”
—USA Today
“Sering ada pemahaman yang sangat kuat mengenai kehidupan lain lewat imajinasi yang telah mencapai tingkatan yang lebih dalam daripada sekadar riset kepenulisan.”
—The Guardian
“Bacaan yang menyenangkan. Masa Lalu Penting Bagi Kita menawarkan akhir yang tajam dan mengejutkan untuk sebuah kisah tentang perjalanan waktu dan romansa pada Pekan Raya Dunia 1939.”
—Publisher's Weekly
“Ditulis dengan indah dan penuh perasaan.”
—Sunday Mirror, The People
“Tom Hanks bisa menulis. Potongan-potongan kisah ini—beberapa di antaranya terdiri dari tokoh-tokoh yang sama dan kebanyakan mengeksplor cerita pendek klasik khas Amerika dari kehidupan kota kecil—memiliki keautentikan, rasa akrab yang kau dapatkan dari celana jins favoritmu yang sudah usang.”
—Metro
“Kekuatan terbaik dari kisah-kisah ini adalah kesopanan dan sentimentalitasnya.”
—Sunday Times
“Riang, perseptif, dan bermanfaat.”
—Sunday Express
“Kumpulan cerita yang menghibur.”
—Mail on Sunday
“Impresif.”
—The Sun
“Selalu ada sedikit kewaspadaan ketika kita mendapati bahwa seseorang yang sudah kita kenal ahli dalam suatu bidang ternyata juga sangat ahli dalam bidang lainnya …. Namun, yang membuat Uncommon Type semakin sulit diabaikan adalah momentum sehalus sutra dan senandung tanpa paksaan yang dihasilkan Tom lewat tulisannya ini.”
—Irish Independent
“Menguak pikiran penuh daya cipta di balik tampilan biasa dari seorang pria biasa.”
—Daily Telegraph
“Tom Hanks terlahir dengan keahlian sebagai seorang pencerita, seolah dia berasal dari keturunan para pencerita Amerika terkenal lainnya seperti Mark Twain atau O. Henry.”
—The Herald
NUKILAN
Tiga Minggu yang Melelahkan
HARI KE-1
ANA BILANG, HANYA ADA satu tempat untuk mencari hadiah bermakna bagi MDash—Antique Warehouse, yang lebih mirip pasar loak permanen di lokasi bekas Lux Theater alih-alih tempat harta karun kuno. Sebelum HBO, Netflix, dan 107 saluran hiburan lainnya membangkrutkan Lux, aku pernah duduk selama berjam-jam di gedung bioskop yang dulunya megah itu dan menonton banyak film. Kini, tempat itu berupa deretan kios yang bisa dibilang menjual barang antik. Aku dan Anna menjelajahi semuanya satu per satu.
Sebentar lagi, MDash akan menjadi warga negara AS lewat naturalisasi, dan ini peristiwa besar bagi dia dan kami. Kakek nenek Steve Wong dinaturalisasi pada tahun empat puluhan. Ayahku kabur dari preman-preman kelas teri alias Kaum Komunis Eropa Timur pada 1970-an dan, dahulu kala, nenek moyang Anna mendayung perahu melintasi Lautan Atlantik Utara untuk menjarah apa pun yang bisa dijarah di Dunia Baru. Menurut legenda keluarga Anna, mereka menemukan Martha’s Vineyard.
Sebentar lagi, Mohammed Dayax-Abdo akan menjadi orang Amerika tulen, jadi kami ingin memberinya sesuatu yang klasik, objet d’patriotic1 yang mengandung pusaka dan humor negara barunya. Menurutku, wagon Radio Flyer kuno di kios kedua itu sempurna. “Saat memiliki anak-anak Amerika, dia akan mewariskan wagon itu kepada mereka,” kataku.
Namun, Anna tidak mau membeli barang antik pertama yang kami jumpai. Jadi, kami terus berburu. Aku membeli bendera Amerika dengan empat puluh delapan bintang, dari 1940-an. Bendera itu akan mengingatkan MDash bahwa negara angkatnya tidak pernah selesai membangun diri sendiri— bahwa warga negara yang baik pasti mendapat tempat di dataran suburnya, sama seperti bintang-bintang tambahan bisa mengisi bidang biru di atas garis-garis merah putih pada bendera. Anna setuju, tetapi terus menggeledah, mencari hadiah yang jauh lebih istimewa. Dia ingin barang unik yang tiada duanya. Setelah tiga jam, dia memutuskan bahwa Radio Flyer itu ternyata ide bagus.
Hujan mulai turun persis ketika kami meninggalkan pelataran parkir dalam VW Bus milikku. Kami harus berkendara pelan-pelan ke rumahku karena bilah-bilah wiper mobilku begitu tua hingga meninggalkan aliran air di kaca depan. Badai terus mengamuk hingga malam. Jadi, alih-alih menyetir pulang, Anna tetap tinggal, memutar kaset kompilasi lagu lama milik ibuku (yang telah kupindahkan ke CD), memuji selera eklektik Mom ketika musik beralih dari Pretenders ke O’Jays dan ke Taj Mahal.
Ketika Real Wild Child dari Iggy Pop mengalun, dia bertanya, “Kau punya musik dari dua puluh tahun terakhir?”
Aku membuat burrito daging. Anna minum anggur. Aku minum bir. Dia menyalakan perapian Franklin-ku, berkata dia merasa seperti wanita penjelajah di padang rumput. Kami duduk di sofa ketika malam menjelang, satu-satunya cahaya berasal dari perapian, dan level audio di sound system-ku beralih dari hijau menjadi oranye dan terkadang merah. Petir di balik awan tampak berkilau dalam badai yang berkilometer-kilometer jauhnya.
“Tahukah kau?” kata Anna kepadaku. “Ini Minggu.”
“Tentu,” jawabku. “Aku menikmati saat ini.”
“Itulah yang kukagumi darimu. Pintar. Perhatian. Santai hingga mendekati kemalasan.”
“Kau beralih dari pujian menjadi hinaan.”
“Ubah kemalasan menjadi kelambanan,” kata Anna sambil menyesap anggur. “Intinya, aku menyukaimu.”
“Aku juga menyukaimu.” Aku bertanya-tanya apakah percakapan ini punya maksud tertentu. “Kau merayuku?”
“Tidak,” jawab Anna. “Aku mengajukan proposisi kepadamu. Sesuatu yang benar-benar berbeda. Merayu adalah memancing. Mungkin kau terpancing, mungkin tidak. Mengajukan proposisi adalah langkah pertama dalam meraih kesepakatan.”
Harap maklum bahwa aku dan Anna sudah saling mengenal sejak sekolah menengah atas (St. Anthony Country Day! Go, Crusaders!2). Kami tidak berkencan, tetapi berada dalam lingkup pertemanan yang sama dan saling menyukai. Setelah beberapa tahun kuliah, dan beberapa tahun lagi merawat ibuku, aku mendapatkan lisensi dan berpura-pura mencari nafkah dari bisnis real estat selama beberapa waktu. Suatu hari, Anna berjalan memasuki kantorku karena dia harus menyewa tempat untuk bisnis grafisnya dan akulah satu-satunya agen yang bisa dipercayainya karena aku pernah mengencani temannya dan tidak bersikap menyebalkan ketika hubungan kami berakhir.
Anna masih sangat cantik. Dia tidak pernah kehilangan tubuh ramping kencang seorang atlet triatlon dan, sesungguhnya, memang begitulah dia dulu. Seharian aku menunjukkan beberapa tempat yang tersedia, tetapi dia tidak menginginkan satu pun dengan alasan-alasan yang tidak masuk akal bagiku. Aku bisa melihat bahwa dia masih tetap kaku, fokus, dan ambisius seperti dulu, saat di SACD. Matanya terlalu tajam ketika melihat detail-detail terkecil dan dia tidak menyisakan sesuatu pun yang belum diungkap, diteliti, dicatat, atau digantikan jika perlu. Anna Dewasa sangat melelahkan. Anna Dewasa bukan tipeku, sama seperti Anna Remaja dulu.
Jadi, rasanya menggelikan karena aku dan dia malah menjadi teman yang sangat akrab, jauh lebih dekat daripada semasa kami kecil. Aku adalah salah seorang pemalas dan penyendiri yang bisa bersantai sepanjang hari dan tak pernah merasa menyia-nyiakan waktu sedetik pun. Sesungguhnya, begitu aku menjual rumah ibuku dan memasukkan uangnya ke beberapa investasi, aku meninggalkan pekerjaan palsuku dan menjalani Kehidupan Terbaik yang Bisa Dibayangkan. Beri aku sejumlah cucian yang harus dikerjakan dan pertandingan hoki di saluran NHL, maka aku akan baik-baik saja sepanjang siang. Pada sepanjang waktu yang kuhabiskan untuk bersantai memilah cucian putih dan berwarna, Anna melapisi dinding loteng, menyiapkan laporan pajak, membuat pasta sendiri, dan memulai ajang pertukaran pakaian di Internet. Dia mencuri-curi tidur dari tengah malam hingga fajar dan punya energi untuk beraktivitas dengan penuh semangat sepanjang hari. Aku tidur nyenyak selama mungkin dan tidur siang setiap hari pukul 2.30.
“Sekarang, aku akan menciummu.” Anna melakukan apa yang baru saja dia katakan.
Selain kecupan ringan di pipi diiringi pelukan singkat, kami tidak pernah melakukan keintiman lainnya. Malam itu, dia menawarkan versi baru dirinya dan aku berdebar, kebingungan.
“Hei, tenanglah,” bisik Anna. Lengannya merangkul leherku. Dia beraroma sangat menyenangkan dan terasa seperti anggur. “Ini Sabat. Hari istirahat. Tidak akan melelahkan.”
Kami kembali berciuman, kali ini aku menjadi peserta yang tenang dan aktif. Lenganku memeluknya dan menariknya mendekat. Kami saling menyandar dan perlahan berubah santai.
SKU | ND-355 |
ISBN | 978-602-385-628-2 |
Berat | 420 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 14 Cm / 21 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 500 |
Jenis Cover | Soft Cover |