Deskripsi
Situasi dunia abad ke-21 kini dilanda oleh perubahan besar-besaran dan ketidakpastian. Akibatnya, sumber-sumber otoritas pun—termasuk hukum, kitab suci, tradisi, dan teori—kini tampak kewalahan.
Situasi ini menuntut kemampuan setiap orang untuk bernalar dan menafsir informasi secara kritis dan mandiri. Di sinilah hermeneutika mengambil peran.
Hermeneutika bersandar pada prinsip bahwa seluruh kehidupan adalah proses penafsiran. Dalam hidup manusia, tak ada hal yang bebas tafsir. Hidup berarti menafsir—menafsir apa pun yang kita alami, pada setiap detik—baik dalam bidang sains, kitab suci, ideologi, maupun tradisi.
Dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, buku ini mengajak Anda memahami hermeneutika guna membaca, memahami, dan menafsirkan realitas. Sangat penting dibaca oleh kalangan mahasiswa, pengajar, pencari hakikat, penikmat filsafat, dan siapa pun yang ingin menghayati kenyataan secara lebih mendalam dan menukik.
Buku ini menguraikan konsep-konsep kunci hermeneutika.
- Hermeneutika sebagai paradigma, framework, atau kerangka pandang baru untuk memahami kenyataan.
- Sejarah dan perubahan pemahaman atas hermeneutika.
- Peran sentral bahasa dalam hermeneutika.
- Kebenaran dan makna dari sudut hermeneutika.
- Substansi atau subject matter penafsiran.
- Karakter kritis hermeneutika.
- Posisi seni sebagai paradigma epistemologis hermeneutika.
- Hermeneutika sebagai kritik atas Metafisika Barat.
“Kemampuan hermeneutika adalah dasar dari masyarakat kritis. Landasan open society yang memungkinkan bangsa yang demokratik dan hukum yang adil. Buku ini penting dibaca oleh khalayak ramai.”
—Prof. Bagus Muljadi, Host of Chronicles, Adjunct Professor at IPB“Buku ini melatih kita untuk mengetuk pintu kebenaran dengan ketekunan interpretatif sambil berharap agar ia menyambut kita sebagai tamunya yang telah lama mencarinya.”
—Prof. Dr. F. Budi Hardiman, penulis Seni Memahami Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida“Hermeneutika bukan saja tidak bertolak belakang dengan ilmu tafsir, malahan satu sama lain dapat saling memperkaya tanpa harus khawatir akan pudarnya dimensi ilahiah sejauh menyangkut teks kitab suci.”
—Prof. Dr. Abad Badruzaman, pengajar Ilmu Tafsir UIN SATU Tulungagung“Buku ini mengajari kita bahwa hermeneutika—sebagai filsafat penafsiran—bukanlah cara menjangkar dan mengukuhkan makna, melainkan sebuah pergulatan melawan kelumpuhan nalar dan kebekuan tafsir, untuk membentangkan samudra makna yang lebih lentur dan kaya.”
—Prof. Dr. Yasraf Amir Piliang, M.A., penulis Sebuah Dunia yang Dilipat dan dosen FSRD ITB“Uraian Prof. Bambang padat dan tajam, melampaui sekat-sekat agama dan kitab suci. Hermeneutika telah menghiasi diskursus keilmuan Islam di tanah air, hingga masuk ke dalam kurikulum pendidikan.”
—Prof. Dr. Jajang A. Rohmana, M.Ag., Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Sunan Gunung Djati Bandung
“Saat membaca buku ini, ingatan saya langsung terpelanting pada laku ilmiah Hermes, sang manusia arif. Saya menangkap sinyal bahwa buku ini adalah bagian dari jatah pengetahuan kuno yang ‘disisakan’ oleh Hermes untuk manusia hari ini. Selamat membaca!”
—M. Yaser Arafat, penulis Nisan Hamengkubuwanan dan dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
PENGANTAR
Buku ini adalah transkrip dari kuliah Hermeneutika di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) yang pernah divideokan oleh Pustaka Matahari. Hermeneutika memang sempat kontroversial, terutama ketika dikaitkan dengan isu agama. Ada pro dan kontra terhadapnya. Namun, setelah orang memahami apa hermeneutika itu sebenarnya, ternyata peminat hermeneutika meningkat semakin banyak. Penerbit Mizan bahkan akhirnya melihat hermeneutika sebagai kerangka berpikir yang penting untuk disebarluaskan. Itu sebabnya, teman-teman dari Mizan, khususnya Mas Baiquni dan Mas Panji, kemudian menghubungi saya untuk melihat kemungkinan bahan kuliah itu ditranskrip menjadi buku. Tentu saya tidak keberatan, sebab kebahagiaan seorang intelektual adalah bila banyak orang bisa mendapatkan inspirasi atau tercerahkan oleh pemikirannya.
Saya sangat berterima kasih kepada Mas Baiquni dan Mas Panji beserta tim dari Penerbit Mizan yang telah bersusah payah mentranskrip kuliah lisan saya ini, bahkan juga melengkapi perincian-perincian informasi yang diperlukan, hingga pada akhirnya buku ini terwujud. Bagi saya, Mizan adalah salah satu penerbit yang tetap konsisten menerbitkan literatur-literatur bermutu demi pencerahan publik. Terima kasih pula saya haturkan kepada para mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas Filsafat Unpar, FSRD ITB, dan UIN Sunan Gunung Djati, yang tanpa mereka sadari, pertanyaan-pertanyaan mereka selalu mendorong saya untuk mencari kembali cara yang lebih tepat untuk mengomunikasikan konsep-konsep filosofis yang pelik agar lebih dapat dipahami. Buku ini adalah ungkapan rasa terima kasih saya kepada mereka semua.
Salam,
Prof. Bambang Sugiharto
PENDAHULUAN
Situasi dunia abad ke-21 kini secara umum sering disingkat dengan akronim VUCA dan BANI. VUCA adalah kependekan dari Volatile, Uncertain, Complex, dan Ambiguous. Segala hal cepat berubah, serba-tak pasti, kompleks, dan situasi menjadi serba-ambigu. Sedangkan BANI adalah kependekan dari Brittle, Anxious, Non-linear, dan Incomprehensible.
Brittle (keras tetapi rapuh) menunjukkan ilusi kekuasaan. Negara-negara adikuasa modern ternyata tak mampu mengendalikan berbagai dampak dari perkembangan teknologi, politik, budaya, maupun ekonomi dunia. Kesenjangan antara negara kaya dan miskin semakin lebar. Gelombang migrasi membuat negara-negara maju kewalahan. Khususnya saat dilanda Covid, ternyata seluruh dunia menjadi tak berdaya.
Anxious (cemas) menunjukkan ilusi kesejahteraan. Bahkan di negara-negara maju dan kaya, kesejahteraan material ternyata tidak identik dengan kebahagiaan. Tingkat stres, kecemasan, hingga bunuh diri justru meningkat.
Non-linear menunjukkan ilusi pengetahuan. Awalnya, sains dan teknologi diyakini mampu menangkap jejaring sebab-akibat sedemikian hingga kemudian dapat memprediksi atau merekayasa masa depan. Namun, situasi dunia kini menjadi jejaring yang kompleks ketika hubungan sebab-akibat tidak lagi linear, melainkan datang dari segala arah. Akibatnya, mana sebab mana akibat, mana pelaku mana korban, menjadi tidak jelas. Setiap pihak bisa berada dalam posisi korban sekaligus penyebab/pelaku.
Incomprehensible menunjukkan ilusi kebenaran. Banyak aksioma, sistem, dogma, hukum, ataupun rumus baku yang awalnya diyakini sebagai kebenaran, kini terasa tak lagi meyakinkan, bahkan dipertanyakan. Maka, kini situasi ditandai karakter post-truth atau “disrupsi”. Apa itu “kebenaran”? Anda harus menemukannya sendiri.
Demikian, dalam situasi serba-tak pasti, orang membutuhkan pegangan. Bagai hanyut terseret arus yang tak terkendali, orang biasanya membabi buta meraih apa saja yang bisa diganduli. Itu bisa hukum-hukum dan kitab suci, pakem-pakem tradisi, atau rumus-rumus ilmiah yang sudah dianggap baku, sambil membutakan diri terhadap apa pun yang terjadi. Tetapi, arus informasi kini demikian kuat dan menenggelamkan, bagai tsunami. Simpang siur pendapat di media sosial begitu kacau, bagai demo-demo anarki. Pegangan-pegangan yang tampak kokoh sekalipun, akhirnya tetap akan porak poranda diterjang arus yang tak terkendali. Tetapi, generasi masa kini mempunyai privilese. Mereka mempunyai pegangan sakti, sang Empu yang serba-tahu, yang tak pernah tidur, tak pernah lelah, dan selalu siap membantu tanpa menggerutu: AI (Artificial Intelligence). Kini AI sudah menjadi kepanjangan pikiran dan tangan mereka. Sayangnya, mengetahui tidaklah sama dengan memahami; memahami tidak sama dengan bisa; dan bisa tidak sama dengan bijaksana. Lagi pula, semakin bergantung generasi ini pada AI—bila tidak kritis—mereka akan semakin kehilangan kemampuan berpikir. AI semakin pintar, generasi ini semakin bodoh.
Semua situasi semrawut ini pada akhirnya justru menuntut kemampuan bernalar dan menafsir informasi secara kritis dan mandiri. Itu bila kita hendak mempertahankan kemanusiaan kita agar tidak semakin parah dijajah dan dipermainkan oleh teknologi. Hermeneutika adalah jenis filsafat yang dapat membantu membentuk kemampuan ini. Hermeneutika sekilas memang mengguncangkan pilar-pilar keyakinan. Tetapi, seperti halnya tubuh perlu diguncang dan digerakkan agar tetap bugar, demikian pula kemampuan bernalar. Kemampuan bernalar kritis-mandiri justru bertumbuh melalui banyak guncangan dan benturan. Guncangan dan benturan adalah nutrisi yang diperlukan menuju kematangan.
Hermeneutika sebagai filsafat penafsiran bersandar pada prinsip bahwa seluruh kehidupan adalah proses penafsiran. Dalam hidup manusia, tak ada hal yang tanpa tafsir. Hidup berarti menafsir; menafsir apa pun yang kita alami, pada tiap detik yang kita lalui (diam-diam Anda pun sedang menafsir kalimat-kalimat ini). Ini berlaku untuk apa pun. Sains, kitab suci, ideologi, ataupun tradisi tak terkecuali. Semua adalah tafsiran manusia atas realitas yang dialami namun tak sepenuhnya terpahami. Isi keseluruhan buku ini memperlihatkan bermacam konsekuensi lebih jauh dari pernyataan dasar ini.
Bab 1 buku ini mengawali pembahasan dengan memperlihatkan bahwa hermeneutika adalah paradigma atau kerangka pandang baru untuk memahami kenyataan. Artinya, ia bukan lagi sekadar “metode”, melainkan “filsafat”, framework, atau lensa ontologis; salah satu jalur filsafat paling mutakhir yang membuka perspektif baru dalam memahami realitas. Bab 2 me-review sekilas sejarah dan perubahan pemahaman atas hermeneutika. Bab 3 menyoroti peran sentral bahasa dalam hermeneutika. Disusul dengan Bab 4 yang membahas ihwal “kebenaran”, yang dari sudut hermeneutika memang berubah pengertiannya. Bab 5 adalah tentang transformasi makna (makna hidup) dalam perspektif hermeneutika. Sedangkan Bab 6 adalah semacam zoom-in, masuk lebih terperinci ke dalam substansi atau subject matter penafsiran. Bab 7 membahas karakter kritis hermeneutika. Bab 8 tentang posisi seni sebagai paradigma epistemologis hermeneutika. Terakhir, Bab 9, mengangkat hermeneutika sebagai kritik atas Metafisika Barat. Silakan menikmati.[]
Spesifikasi
| SKU | : | UB-514 |
| ISBN | : | 9786024413934 |
| Berat | : | 260 gram |
| Dimensi (P/L/T) | : | 15 cm/ 21 cm/ 1 cm |
| Halaman | : | 232 |
| Tahun Terbit | : | 2025 |
| Jenis Cover | : | Soft Cover |
Ulasan
Belum ada ulasan


