Buku Luntang-Lantung Si Gadis… - George Orwell | Mizanstore.com

(0) KERANJANG

Rp 0

Luntang-Lantung Si Gadis Taat


Rp 92,650
15% Rp 109,000

Deskripsi

Dorothy hilang ingatan dan saat siuman ia sudah bukan lagi si gadis taat, putri sematawayang pendeta. Hidupnya yang teratur dan tak neko-neko berganti dengan episode luntang-lantung di sekitaran London. Dari kuli musiman, guru di sekolah abal-abal, sampai mengemis—semua dilakoni demi bertahan hidup. Sambil, ia terus mengais kembali ingatannya yang timbul-tenggelam.

Diterjemahkan dari A Clergyman’s Daughter, Luntang-Lantung si Gadis Taat mengenalkan jurus sinisme khas George Orwell sang pengarang sebelum kelahiran mahakaryanya 1984 dan Animal Farm. Dorothy di sini bisa jadi adalah kita semua—dalam bentuk ekstremnya—yang berusaha menjawab pertanyaan abadi: Siapa kita?

 

SINOPSIS PANJANG

Dorothy di Gereja
Dorothy Hare adalah putri seorang pendeta di kota kecil Knype Hill. Dia menjalani hidup yang keras dan monoton, mengurus gereja serta melayani ayahnya yang otoriter dan pelit. Dia juga menghadapi tekanan sosial dari masyarakat sekitar. Suatu malam, setelah berbicara dengan seorang pria bernama Mr. Warburton yang mencoba merayunya, lalu stres memikirkan fitnah yang mungkin timbul, ditambah kelelahan usai seharian mengurus tetek-bengek gereja, Dorothy ambruk pingsan.

Dorothy di Jalanan dan Ladang Hop
Dorothy terbangun di London tanpa ingatan tentang siapa dirinya. Dia mendapati dirinya di antara kaum miskin dan mulai hidup sebagai gelandangan. Dia bergabung dengan para pemetik hop (sejenis pekerja musiman di ladang pertanian) dan merasakan langsung kerasnya kehidupan kaum proletar di Inggris.

Dorothy di Sekolah Abal-Abal
Setelah melalui banyak kesulitan, Dorothy mendapatkan pekerjaan sebagai guru di sebuah sekolah swasta murahan di kota pinggiran. Sekolah ini dikelola dengan buruk, dengan fasilitas yang menyedihkan dan murid-murid yang tidak terurus. Di sini, dia mulai mendapatkan kembali ingatannya tetapi tetap terjebak dalam kesulitan ekonomi.

Dorothy Pulang
Setelah mengalami banyak penderitaan, Dorothy akhirnya kembali ke Knype Hill. Namun, dia menemukan bahwa status dan kehidupannya tidak berubah—dia tetap harus mengurus gereja dan menghadapi ayahnya yang keras. Meskipun pengalaman pahitnya telah memberinya wawasan baru tentang ketidakadilan sosial, dia tidak memiliki kekuatan atau keberanian untuk melawan sistem atau mencari kehidupan yang berbeda.

Konflik-Konflik Dorothy

Dorothy dengan Pendeta Kepala
 

Pendeta Kepala orangnya pelit dan keras kepala. Dia tidak mau tahu soal kendala rumah-tangga dari Gereja dan Pastoran. Yang dia tahu, dia punya standar-standar ikat-mati soal gaya hidup dan cara ibadah. Padahal, gaya hidupnya yang perlente (makan harus tiga kali sehari, bukan dua kali. Daging asap atau ikannya harus yang jempolan) sudah tidak mungkin dijalani mengingat utang-utang yang kian menumpuk. Soal ibadah Gereja, Pendeta Kepala tidak sadar bahwa jemaatnya makin meninggalkannya sebab kekeraskepalaannya (tidak mau melakukan improvisasi dan pembaruan yang dianggapnya sebagai pemborosan belaka).

Semua prahara itu, sialnya, diserahkan ke Dorothy. Terutama urusan Pastoran, selaku putri sang Pendeta Kepala. 

Dorothy dengan Tuan Warburton
Tuan Warburton ini pria kepala empat yang rada serong. Suka menggoda Dorothy. Baik secara seksual maupun keyakinan. Selain touchy, Tuan Warburton kerap menyenggol-nyenggol iman kristiani Dorothy sebagai putri pendeta. Dorothy jengah diperlakukan demikian, terutama ketika dilecehkan secara seksual—dipegang sana-sini. Dorothy semacam terkena Stockholm Syndrome, nyaman dengan perhatian dari Tuan Warburton. Sindrom itu tidak lepas dari perilaku manipulatif Tuan Warburton yang selalu berlagak tidak terjadi apa-apa, malah Dorothy yang dianggap ke-ge-er-an, setiap dia melecehkannya.

Dorothy dengan "Ellen" (nama samarannya; dialog internal)
Setelah hilang ingatan, Dorothy tidak melulu memikirkan tentang “celah ingatan” yang mengganggunya. Ini karena dia disibukkan oleh kehidupan jalanan dan kebun hop. Namun, di akhir sesi panen hop, Dorothy mulai menyadari kembali ingatannya yang hilang ini.
Contoh:
Dorothy meremas koran itu kuat-kuat dan melemparnya ke api unggun hingga mengguncang kaleng air di atasnya. Gumpalan abu dan asap berbau belerang menyeruak, dan hampir di saat bersamaan, Dorothy menarik kertas itu keluar dari api, sebelum sempat terbakar. Tak ada gunanya menjadi pengecut, lebih baik belajar dari yang terburuk. Ia lanjut membaca, dengan ketertarikan bercampur kengerian. Bukan hal yang menyenangkan membaca cerita tentang diri sendiri.

ISU/KRITIK

Kelas (Pekerja)

Pekerja sulit menyadari kondisinya karena terlalu lelah.

Hanya butuh beberapa hari bagi Dorothy untuk kemudian berhenti bertanya-tanya tentang keadaannya yang garib. Ia menerima semuanya—menerima kotor dan lapar dan lelahnya, jalan tak berujung ke sana-kemari, siang yang panas dan berdebu, serta malam-malam menggigil tanpa tidur. Ia, bagaimanapun, terlalu lelah untuk berpikir.

Pemberangusan serikat

Para pemetik itu tidak berserikat, dan para mandor itu, alih-alih dibayar dua sen per gantang seperti yang lainnya, dibayar dengan upah mingguan yang otomatis dihentikan kalau terjadi mogok kerja sehingga mereka akan melakukan segalanya untuk mencegah pemogokan. 

Susahnya mendapat pekerjaan.

Mereka pergi ke Camden Town secepat yang disanggupi kaki-kaki mereka. Dan pada saat yang sama, di semua perpustakaan umum di London, para montir yang baru saja kehilangan pekerjaan membaca pengumuman yang sama dan mulai berlomba-lomba mendapatkan pekerjaan itu, yang kemungkinan besar telah diberikan kepada seseorang yang mampu membeli koran sendiri dan telah membaca pengumuman tersebut lebih dahulu pada pukul enam pagi.

Gender/Kekerasan terhadap Perempuan
 

Konsep kepemilikan perempuan dalam patriarki
Tuan Warburton mengusapkan tangan kanannya dengan lembut di lengan atas Dorothy. Ada sesuatu yang sangat kentara, sangat khas dalam cara dia melakukannya; sentuhan yang berlama-lama, sentuhan seorang pria yang menganggap tubuh wanita itu sama halnya dengan hidangan.

Stigma perempuan “nakal”
Ia sudah paham bahwa perempuan itu bukanlah pelacur, tetapi karena tinggal di Mary’s, perempuan itu pasti—pikir si pria—sejengkal lagi bakal jadi pelacur.

Otoritas Agama
 

Senggolan terhadap fanatisme beragama
Tapi apa yang selalu membuatku begitu curiga kepada kalian, orang-orang yang taat beragama, adalah bahwa kalian sangat fanatik dengan keyakinan kalian. Ini menunjukkan kemiskinan imajinasi, setidaknya.

Kritik terhadap Pendeta yang hanya mengurus akhirat
Tokoh Pendeta Kepala digambarkan sebagai sosok yang tidak peduli dengan urusan dunia, bahkan urusan agama yang menyangkut masyarakat pun dia enggan mengurusnya. Akibatnya, hal-hal yang mestinya diurus, malah terlimpahkan ke orang lain yang jadi kelebihan beban kerja, yakni Dorothy.

Pendidikan
 

Komersialisasi pendidikan
Orwell menuliskan kritiknya terhadap pendidikan komersil lewat pengalaman Dorothy mengajar di sekolah swasta bobrok yang membuat prioritas peserta didik berdasarkan tingkat ekonominya, yang semakin rendah semakin mereka berkemungkinan mereka menunggak SPP sehingga tidak perlu diutamakan dalam KBM.

TOKOH dan PENOKOHAN
 

  1. Dorothy: Tokoh utama. Anak gadis Pendeta Kepala.
    Pekerja keras, sering tidak enakan, sering “menyensor diri”, taat beragama, punya trauma seksual, punya trauma thdp pria, pernah dilamar tapi ditinggal mati 

  2. Pendeta Kepala: Ayahnya Dorothy. Istrinya meninggal saat Dorothy masih bayi.
    Pelit, kolot, gak tau diri, mulutnya sembarangan

  3. Progett: Pengurus gerejanya sang Pendeta Kepala
    Sami’na wa ato’na, cadel, agak bodoh.

  4. Tuan Warburton: Duda kepala empat tiga anak. Suka tebar pesona. Ngaku2 seniman.
    Mesum, kafir, jahil, tukang bohong.

  5. Bu Creevy: Pemilik sekolah swasta bobrok yang merekrut Dorothy
    Culas, pelit

  6. Nyonya Semprill: Tukang gosip kelas kakap di Knype Hill (lokasi pastoran Pendeta Kepala)

  7. Nobby: Cowok pimpinan rombongan Dorothy saat menggelandang.
    Setia kawan, pekerja keras, calak (licik in a good way)

 

QUOTES

Ucapan Bu Creevy yang sering diulang-ulang, “Uang lah yang utama,” adalah sebuah moto yang mungkinmemang sudah seharusnyaditulis di depan pintu setiap sekolah swasta di Inggris.

Sering kali, sekolah-sekolah ini didirikan dengan semangat yang sama persis seperti pendirian rumah bordil atau kedai miras ilegal; bedanya, sekolah-sekolah ini berizin.

Oh, omong kosong! Mengajar adalah pekerjaan termudah di dunia. Ambil penggaris tebalpukullah buku-buku jari mereka.

Ketika ditanya kapan mobil bermotor ditemukan, seorang anak berusia sepuluh tahun, samar-samar menjawab, “Sekitar seribu tahun yang lalu, oleh Columbus.”

Tapi apa yang selalu membuatku begitu curiga kepada kalian, orang-orang yang taat beragama, adalah bahwa kalian sangat fanatik dengan keyakinan kalian. Ini menunjukkan kemiskinan imajinasi, setidaknya.

Tuan Warburton mengusapkan tangan kanannya dengan lembut di lengan atas Dorothy. Ada sesuatu yang sangat kentara, sangat khas dalam cara dia melakukannya; sentuhan yang berlama-lama, sentuhan seorang pria yang menganggap tubuh wanita itu sama halnya dengan hidangan.

Tapi mengapa mereka terus mengganggumu? Mengapa mereka selalu mencium dan mempermainkanmu? Mereka mengerikan saat menciummu—mengerikan dan sedikit menjijikkan, seperti makhluk besar berbulu yang menggosok-gosokkan tubuhnya di tubuhmu, dengan bersahabat tetapi bisa berubah berbahaya sewaktu-waktu.

Namun, meskipun ketidaktertarikannya terhadap seks terasa wajar dan sudah kodrat saja baginya, Dorothy tahu betul dari mana semua itu bermula. Ia dapat mengingat peristiwa itu, seakan baru kemarin terjadi—pemandangan yang cukup menyeramkan antara ayah dan ibunya—pemandangan yang ia saksikan sebelum umurnya menginjak sembilan tahun. Pemandangan yang menorehkan luka dalam di benaknya

Memetik hop, tampaknya, tidak butuh kepribadian maupun pengalaman.

Dua kali seminggu, kau bisa mendapatkan uang muka hingga setengah dari jumlah upahmu. Jika kau pergi sebelum pemetikan selesai (yang merupakan hal merepotkan bagi tuan ladang), mereka berhak membayarmu hanya dengan satu sen per gantang, bukan dua sen—dengan tujuan mengantungi setengah dari total upahmu semestinya. Pun, sudah menjadi rahasia umum bahwa di akhir musim, saat semua pemetik telah mendapatkan hasil yang cukup banyak dan tidak ingin mengorbankannya dengan berhenti bekerja di tengah jalan, tuan ladang akan mengurangi jumlah upah dari dua sen per gantang menjadi satu setengah sen. Mogok kerja hampir mustahil terjadi. Para pemetik itu tidak berserikat, dan para mandor itu, alih-alih dibayar dua sen per gantang seperti yang lainnya, dibayar dengan upah mingguan yang otomatis dihentikan kalau terjadi mogok kerja sehingga mereka akan melakukan segalanya untuk mencegah pemogokan. Umumnya, para tuan ladang senantiasa menyulitkan para pemetik, tetapi itu bukanlah salah mereka—karena harga hop yang rendah adalah akar masalahnya. Begitu pun yang ditemukan Dorothy kemudian, sangat sedikit pemetik yang menyadari jumlah upah yang mereka terima. Sistem upah per buah menyamarkan rendahnya upah mereka. Sistem borongan menyamarkan rendahnya jumlah upah mereka.

Kau tidak dapat bergulat dengan masalah mental yang tidak jelas, saat kau terus-menerus mengantuk atau sibuk—karena saat kau sedang tidak bekerja di ladang, kau masih harus memasak, atau mengambil barang dari desa, atau membuat api dari ranting-ranting basah, atau mondar-mandir menenteng kaleng air.

Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan mereka semua menghambur masuk, memelesat menuju papan di ujung ruangan baca, tempat kolom “Lowongan Pekerjaan” dari berbagai surat kabar digunting dan ditempelkan di sana. Di belakang para pemburu kerja, datang gembel-gembel tua kumal, baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menghabiskan malam di jalanan dan datang ke perpustakaan untuk tidur. Mereka datang berbondong-bondong, merebahkan diri seraya mendengus lega di meja terdekat dan menarik majalah terdekat ke arah mereka; entah itu Free Church Messenger maupun Vegetarian Sentinel—tidak masalah. Kau tidak boleh masuk ke perpustakaan kecuali kau berpura-pura membaca

Dua pemuda berbaju biru datang berlarian, dan salah satunya merunduk, berusaha menerobos keramaian seakan-akan sedang terjadi kemelut sepakbola. Dalam sekejap, dia tiba di depan papan iklan. Dia menoleh ke arah rekannya. “Lihat, Joe, aku menemukannya! ‘Dicari: montir—Locke’s Garage, Camden Town’. Ayo kita segera ke sana!” Dia kembali berjuang membelah keramaian lagi, dan keduanya memelesat ke pintu. Mereka pergi ke Camden Town secepat yang disanggupi kaki-kaki mereka. Dan pada saat yang sama, di semua perpustakaan umum di London, para montir yang baru saja kehilangan pekerjaan membaca pengumuman yang sama dan mulai berlomba-lomba mendapatkan pekerjaan itu, yang kemungkinan besar telah diberikan kepada seseorang yang mampu membeli koran sendiri dan telah membaca pengumuman tersebut lebih dahulu pada pukul enam pagi.

Ia sudah paham bahwa perempuan itu bukanlah pelacur, tetapi karena tinggal di Mary’s, perempuan itu pasti—pikir si pria—sejengkal lagi bakal jadi pelacur. Pikiran itu membuatnya meneteskan liur. Ketika ia melihat Dorothy menyusuri gang, ia akan berpose di pojokan, dengan dada membusung terpampang jelas dan sebelah mata hitamnya yang nakal menatapnya jelalatan. (“Apa kau sudah siap?” Matanya seakan berkata demikian), dan saat Dorothy berlalu, pria itu mendaratkan cubitan pelan di punggungnya.

Lalu, terjadilah hal yang menakutkan dan belum pernah terjadi sebelumnya—sesuatu yang tak pernah terlupakan di dunia fana ini—Pendeta Kepala terpaksa menyiapkan sarapannya sendiri

Pendeta Kepala gelisah. Terpikir olehnya—seumur hidup, ini kali pertama dia serius memikirkannya—bahwa kelaparan bisa saja terjadi jika kau tak punya uang.

“Oh, omong kosong! Mengajar adalah pekerjaan termudah di dunia. Ambil penggaris tebal—pukullah buku-buku jari mereka. Mereka akan cukup senang mendapatkan seorang wanita muda yang santun untuk mengajari anak-anak mereka membaca. Itu sangat cocok untukmu, sayangku—guru. Kau sangat cocok untuk itu.”

Tentu saja, ia tidak tahu bahwa uang sogokan sebesar lima paun, yang secara halus disebut sebagai hadiah, telah berpindah tangan.

Bahkan, hal ini mengingatkannya pada pepatah favorit Mr. Warburton, bahwa saat kau membuka I Korintus, pasal 13, dalam setiap ayatnya tertulis “uang” dan bukannya “amal”; sekarang, pasal tersebut sepuluh kali lipat lebih bermakna baginya.

Selain itu, mereka bukan hanya tidak tahu apa-apa, tetapi juga tidak terbiasa ditanyai, sehingga sering kali sulit untuk mendapatkan jawaban dari mereka. Yang jelas, apa pun yang mereka ketahui, mereka mempelajarinya secara mekanis, dan mereka hanya dapat melongo kebingungan saat diminta untuk berpikir sendiri. Namun, mereka tidak terlihat malas, dan tampaknya mereka hanya memutuskan untuk menjadi “baik”

Mereka telah dikerdilkan dan diperlakukan dengan buruk! Dan meski dengan itu semua, mereka tetap memperlihatkan kelembutan hati khas anak-anaknya, yang bisa membuat mereka rela menyisihkan uang yang sedikit itu demi membeli bunga untuk guru mereka.

Ada dua jenis orang serakah—pertama, orang yang berani melakukan apa saja bahkan menghancurkanmu kalau bisa, tetapi tidak peduli dengan sasaran yang kecil-kecil; dan kedua, orang picik yang tidak pandai menghasilkan uang tetapi akan selalu berusaha menghemat setiap recehnya

Tidak ada pekerjaan yang lebih menarik daripada mengajar jika kau punya kebebasan dalam cara melakukannya. Dorothy juga belum tahu, bahwa kata “jika” itu merupakan salah satu ketidakpastian terbesar di dunia.

perintah Allah di dunia modern—perintah kesebelas[1] yang telah memusnahkan yang lain: “Jangan sampai kehilangan pekerjaanmu”.

“Yang kukejar adalah uang” adalah sebuah motto yang mungkin—memang  sudah seharusnya—ditulis di depan pintu setiap sekolah swasta di Inggris.

“Emma, aku punya ide! Bagaimana kalau kita mendirikan sekolah? Kau tahu, sekolah bisa menghasilkan banyak uang, dan tidak perlu banyak kerja keras dibandingkan buka toko atau pub. Lagipula, risikonya minim sekali; kau hanya perlu membayar sewa dan membeli beberapa meja dan papan tulis. Tapi, kita tetap akan membuatnya terkesan bermutu. Kita bisa mempekerjakan orang pintar dari Oxford atau Cambridge yang mungkin sedang mencari pekerjaan dan mau digaji rendah.

Sekolah swasta mahal tempat orang kaya mengirimkan anak-anak mereka—dari permukaan—tampak tidak seburuk sekolah lainnya karena mereka mampu membayar staf dengan layak

Tak ada hal lain di dunia ini yang lebih menjengkelkan daripada berurusan dengan anak-anak yang memberontak.

Ia terdiam sesaat, memilih anak perempuan yang paling berisik, berjalan ke arahnya, dan memberikan tamparan di telinga sekeras mungkin. Untungnya, dia hanya salah satu dari “pembayar sedang”.

mungkin ia tak memahami bahwa bagi seorang perempuan, skandal adalah masalah yang serius.

Di kota besar, keramaian dan hiruk-pikuk memberikan semacam ilusi persahabatan, dan di desa tempat semua orang tertarik pada urusan orang orang lain—bahkan terlalu tertarik, bisa dibilang.

Dan, itu bukan karena aku telah merenungkannya; itu terjadi begitu saja padaku. Rasanya seperti ketika kau masih kecil dan suatu hari—tanpa alasan yang jelas—kau berhenti percaya pada peri. Aku tidak bisa terus memercayainya lagi.”

“Tentu saja kau tidak memercayainya, anak malang! Bagaimana bisa, di usia sepertimu begini? Kau terlalu cerdas untuk memercayainya. Tapi, kau dibesarkan dalam iman yang absurd itu, dan kau membiarkan dirimu terus berpikir, dengan cara tertentu, bahwa kau masih bisa menelannya

“Astaga! Apa yang kaucari dari sebuah makna? Ketika aku makan malam, aku tidak melakukannya untuk kemuliaan Allah; aku melakukannya karena aku menikmatinya. Dunia ini penuh dengan hal-hal yang menyenangkan—buku, lukisan, anggur, pelesir, teman-teman—semuanya. Aku tidak pernah melihat makna dari semua itu, dan aku tidak ingin melihatnya. Mengapa tidak menikmati saja hidup sebagaimana apa adanya?”

Perempuan yang tidak menikah akan layu—mereka layu seperti tanaman hias dalam pot di kusen jendela rumah

Dorothy mulai untuk merenungkan hakikat kehidupan. Kau lahir dari rahim, kau hidup selama enam puluh atau tujuh puluh tahun, kemudian kau akan mati dan membusuk. Dalam setiap detail kehidupanmu, jika tak ada tujuan akhir yang ingin dicapai, akan ada kemuraman, kehancuran, yang tak pernah dapat digambarkan, tetapi dapat kaurasakan sebagai pedih hati.

Yang lebih besar tidak muncul dari yang lebih kecil. Dia menciptakanmu dan Dia akan mematikanmu, untuk tujuan-Nya sendiri. Namun, tujuan itu tak dapat dipahami

Ia tidak berpikir, secara sadar, bahwa solusi masalahnya terletak pada penerimaan pada kenyataan bahwa solusi itu tidak pernah ada

Ada atau tidaknya keyakinan sangat mirip kasusnya dengan itu; asalkan seseorang melakukan apa yang telah menjadi kebiasaan, bermanfaat, dan dapat diterima, keyakinan bukan lagi soal

Sepuluh Perintah Allah adalah seperangkat pedoman dalam Alkitab sebagai prinsip-prinsip fundamental dalam agama Kristen. Penambahan "perintah kesebelas" dalam pengertian metaforis ini mencerminkan gentingnya persoalan pengangguran dalam masyarakat modern.

Spesifikasi

SKU  :  BL-012
ISBN  :  9786231865014
Berat  :  380 gram
Dimensi (P/L/T)  :  14 cm/ 21 cm/ 2 cm
Halaman  :  352
Tahun Terbit  :  2025
Jenis Cover  :  Soft Cover

Ulasan

Belum ada ulasan