Aidh Al-Qarni, penulis buku La Tahzan yang fenomenal, mengunggah sebuah video di akun Twitter-nya, “Salah telah mencerminkan akidah yang murni dan representasi Islam yang sebenarnya, lebih efektif dari seratus atau seribu khotbah.”
Barangkali dalam benak Al-Qarni, Salah telah berdakwah lewat kakinya, bukan lewat kata-kata dan pena. Dan, Salah berdakwah dengan cukup efektif. Saat ini memang Mohamed Salah menjadi buah bibir banyak orang di jagat sepak bola dunia, lantaran dua hal: prestasi dan kepribadiannya.
Pada usianya yang masih begitu muda, ia telah memecahkan berbagai rekor gol hanya dalam satu musim! Pria yang mendapat julukan “Messi dari Mesir” ini juga berhasil memimpin negaranya lolos ke Piala Dunia 2018. Lolosnya Timnas Mesir adalah yang pertama sejak mereka tampil pada Piala Dunia 1990. Kehebatan Salah rupanya berhasil membuat jutaan orang jatuh hati. Terlebih lagi sikapnya yang begitu rendah hati, dermawan, dan santun secara tak langsung telah menjadikannya “duta besar” Islam. Pandangan masyarakat Barat terhadap stereotip buruk Muslim pun berubah ke arah yang semakin positif.
Buku ini merangkum berbagai rekor, prestasi, perjalanan di berbagai klub, hingga kisah pribadi Mohamed Salah secara lengkap dan komprehensif.
M. IQBAL DAWAMI adalah penulis dan pencinta sepak bola. Dia telah menulis 25 buku di pelbagai penerbit. Esai maupun resensi buku yang ditulisnya telah dimuat di pelbagai media cetak nasional.
Baginya sepak bola lebih dari sekadar permainan, tetapi juga gambaran ril tentang kehidupan. Maka tak aneh, menurutnya, drama sesungguhnya bukan ada dalam film maupun sinetron, tapi ada di lapangan hijau. Sepak bola telah meleburkan segala sekat dan perbedaan. Karena hanya ada dalam sepak bola di mana antara pemuka agama, lawan politik, tua-muda, kaya-miskin, duduk dalam satu kubu sambil minum kopi.
Dia bisa dihubungi via WA 085729636582 dan email [email protected].
- Buku pertama di Indonesia yang mengulas tentang Mohamed Salah dari berbagai sisi.
- Dilengkapi dengan foto-foto eksklusif Mo Salah ketika bertanding.
- Membahas secara lengkap prestasi dan berbagai rekor yang dipecahkan Mo Salah.
- Menceritakan berbagai kisah inspiratif Mo Salah di luar lapangan.
Nukilan
Saya mengetahui Mohamed Salah ketika dia masih bermain di Chelsea FC pada 2014. Kebetulan saya adalah fan “The Blues” (sebutan untuk Chelsea). Kala itu, Salah yang saya lihat bukanlah siapa-siapa. Namun, satu hal yang menarik perhatian saya, larinya sangat kencang. Kini, ketika menyaksikan permainannya di Liverpool, bagi saya Salah adalah segalanya. Performanya meningkat pesat untuk tidak mengatakan menggila. Mau tidak mau, saya tersedot pula oleh pesonanya, baik performa di dalam maupun di luar lapangan. Aidh Al-Qarni, penulis buku La Tahzan, mengunggah sebuah video di akun Twitter-nya dan berkomentar tentang Salah:
“Salah telah mencerminkan akidah yang murni dan representasi Islam yang sebenarnya, lebih efektif dari seratus atau seribu khotbah.”
Saya benar-benar takjub dengan pernyataan tersebut. Penulis asal Arab Saudi yang mungkin tidak pernah menonton sepak bola sampai berani berkomentar demikian. Komentarnya pun begitu menohok: ‘lebih efektif dari seratus atau seribu khotbah’. Untuk berpendapat seperti ini tentunya harus punya keberanian. Dia tidak mungkin berani jika sosok yang disanjungnya, yang notabene seorang pemain sepak bola, adalah sosok yang luar biasa.
Barangkali dalam benak Al-Qarni, Salah telah berdakwah lewat kakinya, bukan lewat kata-kata dan pena. Salah berdakwah dengan cukup efektif. Saat ini memang Mohamed Salah menjadi buah bibir banyak orang di jagat sepak bola dunia lantaran dua hal, yakni prestasi dan kepribadiannya.
Performanya yang apik di lapangan hijau menorehkan prestasi dan penghargaan. Belum lagi rekor-rekor baru yang dia buat. Begitu pula karakternya yang disegani banyak orang karena sifat dermawan, baik kepada semua orang, dan seorang Muslim yang taat. Oleh karena itu, melihat prestasi dan kepribadiannya tersebut, sulit rasanya untuk tidak jatuh cinta kepadanya. Tidak aneh, pada saat di final Liga Champions 2017/2018, banyak yang patah hati lantaran dia bermain hanya 25 menit karena cedera parah.
Fan Liverpool mengekspresikan rasa cinta dengan membuat lagu atau yel yang dikhususkan untuknya (bisa dilihat di bab “Aku pun Akan Menjadi Muslim”). Mohamed Salah dan Islam begitu identik. Ia secara terang-terangan sering melaksanakan shalat, baik di musala Stadion Anfield (markas Liverpool) maupun masjid-masjid yang ada di Liverpool. Ia juga sering membaca Al-Quran setiap kali ada kesempatan, termasuk di dalam bus ataupun pesawat. Dengan adanya Salah, kaum Muslim di Inggris sudah tidak khawatir lagi dengan diskriminasi, kekerasan fisik, ataupun bullying. Salah telah berhasil merepresentasikan seorang penganut Islam yang positif, yakni berprestasi dan berkepribadian baik.
Begitu besarnya efek positif Salah terhadap kerukunan umat beragama di Inggris. Dia telah berhasil menghapus Islamofobia, ketakutan terhadap Islam. Karl Sharro, seorang arsitek berdarah Lebanon-Irak yakin bahwa Salah adalah orang yang tepat untuk menurunkan diskriminasi dan Islamofobia. “Mo Salah melakukan lebih banyak untuk mengakhiri benturan peradaban daripada orang lain di dunia,” tulis Sharro di akun Twitter pribadinya, sebagaimana dilansir Kumparan.com.
Mo Salah, sebagaimana biasa dipanggil oleh orang Barat, begitu menonjol ketimbang pemain Muslim lain yang bermain di liga yang sama ataupun di negara-negara Eropa. Prestasi di atas rata-rata, peduli, mampu berempati, dermawan, masih muda, dan Muslim yang taat adalah sekumpulan sifat yang ada di dalam diri Salah. Itulah pembeda antara dirinya dan yang lain.
Kini, penikmat sepak bola punya idola baru setelah jenuh dengan kehebatan Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Banyak orang mulai menyetarakan Salah dengan kedua orang tersebut. “Pemain dengan dribel terbaik adalah Messi. Namun, pemain yang bisa berlari kencang ke belakang untuk mencuri bola dan dapat mengubah jalannya permainan adalah Salah,” ujar Harry Kewell, mantan pemain Timnas Australia dan Liverpool.
Di momentum yang baik ini, sangat disayangkan jika saya tidak mengabadikan sosoknya dalam sebuah buku. Untuk itulah saya terpanggil untuk menuliskannya. Dia adalah sosok penting dan akan tercatat dalam sejarah yang bukan saja bagi para pecinta sepak bola, melainkan juga bagi dunia Islam. Sejarah Islam di Eropa akan mencatat bahwa ada seorang pemain Muslim sepak bola yang dicintai banyak warga Inggris, yang dapat mengubah Islamofobia. Dia berdakwah bukan dengan kata-kata, melainkan dengan sepak bola.
Mo Salah menjadi “kiblat” semua pencinta sepak bola saat ini. Semua mata tertuju kepadanya. Hal itu diisyaratkan oleh Jurgen Klopp, pelatih Liverpool. Waktu itu, di sesi latihan terakhir sebelum laga leg kedua babak perempatfinal Liga Champions di kandang Manchester City, Klopp berkata kepada seluruh pemainnya dengan nada bercanda:
“Ayo semuanya kita telanjang karena tidak akan ada yang memperhatikan kita. Semua mata akan tertuju kepada Salah.”
Selamat membaca.
Sentimen Islamofobia yang menyeruak sedemikian kuat di Inggris sepertinya tidak berlaku di Anfield Stadion, kandang Liverpool FC. Terdapat kesenjangan psikologi massa antara ranah politik dan olahraga di negeri Ratu Elizabeth II itu. Riuh rendah kemenangan pendukung Brexit dan stigma anti-Muslim pasca-serangan di London (2017), pengeboman di Manchester (2017), serta masih segar ingatan publik Inggris atas peristiwa pengeboman di London (2005) yang merenggut nyawa 52 orang dan selebihnya 700 orang luka-luka, seakan senyap manakala Mohamed Salah bersama timnya, Liverpool FC, berjibaku di lapangan hijau dengan disaksikan para Liverpooldian, sebutan suporter Liverpool FC. Bahkan, mereka lantang menyanyikan lagu khusus untuk Salah yang liriknya seperti berikut: "Mo Sa-la-la-la-lah/Mo Sa-la-la-la-lah, ... If he's good enough for you/ he's good enough for me. If he scores another few/ then I'll be Muslim too. If he's good enough for you/ he's good enough for me. He's sitting in the mosque that's where I wanna be."
Lirik yang berbenturan dengan semangat "Brexit" yang berupaya membangkitkan lagi gerakan populisme, gerakan politis yang bertujuan untuk menjaga atau mengembalikan nilai-nilai konservatisme. Terang saja, dilihat dari muatannya, penganut populisme di Inggris adalah orang-orang golongan tua yang celakanya masih mendominasi parlemen dan perwakilan Inggris di Uni Eropa. Sementara, golongan muda cenderung menjauhi nilai-nilai yang dianggap sudah "tidak kekinian". Oleh sebab itu, figur Salah yang diidolakan suporter Liverpool FC itu seolah menjadi diplomasi ideologis terhadap sentimen Islamofobia di Inggris. Mereka ingin menunjukkan bahwa penilaian terhadap seseorang bukan semata didasarkan pada agama, suku, gender, hingga orientasi seksual, melainkan pada sikap hidup dan prestasi. Dan, Salah adalah satu-satunya pesepak bola muslim dalam sejarah Liga Premier Inggris yang mencuat sebagai ikon kemenangan.
Salah baru bermain satu musim di Liverpool FC. Akan tetapi, di luar dugaan, ia berhasil mencetak gol sebanyak 36 dalam satu musim, nyaris menyamai legenda Liverpool, Ian Rush. Istimewanya lagi, pemilik nomor punggung 11 ini juga hampir nihil melakukan pelanggaran. Terhitung baru 1 kartu kuning yang ia kantongi dalam semusim. Berkat torehannya itu, tak heran, ia menyandang pemain terbaik Liga Inggris versi Football Writer Association (FWA). Kesederhanaan, tiada amarah di lapangan, menebar senyuman, memang lekat pada pribadi Salah. Hubungannya dengan rekan-rekan satu tim dan tim lawan pun terjalin baik. Di mata umat muslim, Salah menyerupai duta perdamaian yang merepresentasikan wajah Islam yang menyejukkan dan toleran.
Di antara pesepak bola muslim di Liga Premier Inggris, bisa jadi hanya Salah yang berani melakukan selebrasi berdoa dengan sujud sembah. Sebuah cerminan kesalehan iman. Ia bahkan tetap berpuasa selama bulan Ramadhan meski jadwal pertandingan teramat ketat. Jadi, sangatlah wajar apabila pendukung The Reds, julukan Liverpool FC, bersimpati kemudian mengidolakan Salah. Di sini, Salah hadir menembus barikade sentimen Islamofobia. Dengan caranya, ia ingin menunjukkan bahwa Islam hadir sebagai pembawa damai dan pemersatu. Ia bertanding tanpa melukai dan berjuang keras menggapai kemenangan demi mengharumkan nama Liverpool FC secara sportif. Aura positif itu menjalar ke suporter Liverpool yang dulu dikenal sebagai holigan yang beringas. Riwayat kekerasan holigan tersebut terpatri pada Tragedi Heysel 29 Mei 1985. Ketika itu, suporter Liverpool menggilas suporter Juventus, klub Seri A Italia, hingga menyebabkan 39 orang Italia meninggal terinjak-injak dalam stadion. Namun itu sudah menjadi masa lalu kelam, saat ini tak dimungkiri, semenjak kehadiran Salah, kian hari, mereka respek pada perbedaan bahkan rela menelan hasil kekalahan sekalipun. Proses pendewasaan rupanya tengah berlangsung.
Kisah tentang Mohamed Salah dibahas dengan mendalam dan eksklusif dalam buku Mohamed Salah yang akan diterbitkan Bentang Pustaka. Sosoknya sebagai pesepakbola muslim yang menhapus Islamofobia dirangkum dalam 152 halaman. Tidak hanya di lapangan, buku ini akan mengulas kisah hidup Salah yang fenomenal di luar lapangan hijau.
Nantikan buku pertama yang membahas tentang pesepakbola legendaris, Mohamed Salah: Pesepakbola Muslim yang Menghapus Islamofobia, dengan mengikuti info terbaru seputar buku ini di media sosial Bentang Pustaka. (Sigit Suryanto)
Sumber: www.bentangpustaka.com
SKU | BB-530 |
ISBN | 978-602-426-100-9 |
Berat | 280 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 13 Cm / 21 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 152 |
Jenis Cover | Soft Cover |