“Aku nggak setuju kamu kerja di sana.” “Ke-kenapa, Ndra?” tanyaku gugup. Kenapa dia berubah pikiran? Kemarin dia setuju. Sorot matanya kali ini membuatku merinding. “Aku ...nggak suka cara calon bosmu menatapmu.” Aku bingung. “Kamu beneran nggak ngerti?” ulangnya. Aku menggeleng. “Dia itu ...caranya menatapmu, menandakan ...dia menyukaimu, menyayangimu....” Andra melipat kedua lengannya di dada. Aku jadi salah tingkah sendiri menyadari sikapnya. Dia lalu menggenggam jemariku. “Tidak ada satu suami pun yang mau istrinya ditatap sedemikian rupa oleh laki-laki yang diam-diam atau terang-terangan memuja istrinya. Semikian juga aku, Laili. Aku suamimu.” Tapi, aku Cuma istriku, Andra. Bukan wanita yang ada di hatimu. Dan kamu tidak pernah mencintaiku. Bukankah begitu?