Deskripsi
Anne Elliot harus rela melepaskan kekasihnya, Frederick Wentworth, karena keluarga besar Anne menganggapnya tak sederajat dengan nama besar bangsawan Elliot. Anne pun tetap melajang, tak mengindahkan pinangan dari pria lain.
Delapan tahun berlalu sejak perpisahan menyakitkan itu dan Frederick kembali hadir di hadapannya. Pria itu bersikap seolah mereka tak saling mengenal, sedangkan Anne berusaha menutupi kegugupannya tiap kali harus memandang pria yang masih terus dicintainya itu.
Berbagai kesempatan yang selalu mempertemukan mereka semakin menyiksa batin Anne. Sebuah pertanyaan pun menghantui wanita tersebut, masihkah Frederick mencintainya ataukah yang tersisa di antara mereka hanya luka lama?
Sir Walter Elliot, pemilik Kellynch Hall di Somersetshire, adalah pria yang tidak gemar membaca. Akan tetapi, saat menganggur, saat butuh menghibur diri, dan saat tertekan, dia paling gemar membuka Baronetage1.
Setiap kali meneliti riwayat bangsawan zaman dahulu, yang hanya tercantum sepenggal-sepenggal dalam buku itu, rasa takzim dan kagum terkadang terbangkitkan. Sebaliknya, membaca kisah para bangsawan yang sekarang, yang jumlahnya kian banyak saja dalam seabad terakhir, terhapus sudah kegundahan hidup Sir Walter sehari-hari, tergantikan oleh rasa kasihan kepada diri sendiri dan rasa benci kepada orang-orang itu. Dan, jika halaman-halaman lain tidak kunjung menggugah minatnya, dia bisa membaca sejarah hidupnya sendiri, yang selalu berhasil menghiburnya. Buku favoritnya selalu terbuka pada bagian berikut:
ELLIOT DARI KELLYNCH HALL
“Walter Elliot, lahir 1 Maret 1760, menikah 15 Juli 1784 dengan Elizabeth, putri James Stevenson, Esq. dari South Park di County Gloucester. Pernikahan dengan wanita tersebut (meninggal 1800) membuahkan Elizabeth, kelahiran 1 Juni 1785; Anne, kelahiran 9 Agustus 1787; putra yang meninggal saat lahir pada 5 November 1789; Mary, kelahiran 20 November 1791.”
Demikianlah isi paragraf asli yang keluar dari percetakan, tetapi Sir Walter telah menyempurnakan akurasinya dengan menambahkan sejumlah informasi, untuk dirinya dan keluarganya, antara lain tanggal ketika dia kehilangan sang istri dan—yang dibubuhkan setelah tanggal kelahiran Mary—kata-kata ini: “Menikah 16 Desember 1810 dengan
Charles, putra dan pewaris Charles Musgrove, Esq. dari Uppercross di County Somerset.”
Berikutnya, tertera pula sejarah dan kisah panjang kebangkitan sebuah keluarga kuno nan terpandang: mulai dari awal mula keluarga itu menetap di Cheshire, nama-nama wanita pasangan keluarga Elliot—Mary, Elizabeth, dan lain-lain—jabatan salah seorang anggotanya sebagai hakim wilayah, kedudukan sebagai wakil rakyat sepanjang tiga periode parlemen berturut-turut, jasa-jasa sebagai abdi Raja nan setia, dan penganugerahan gelar kebangsawanan pada tahun pertama kekuasaan Charles II, alhasil menjadikan keluarga ini berhak diterakan riwayatnya dalam buku sejarah karya Dugdale. Paparan ini terjabar indah sepanjang dua halaman ukuran duodecimo2 dan ditutup dengan lambang serta semboyan keluarga, berikut keterangan ini: “Kediaman utama, Kellynch Hall di County Somerset.”
Sebagai pemungkas, Sir Walter menuliskan ini:
“Calon pewaris, William Walter Elliot, Esq., cicit dari Sir Walter kedua.”
Sifat Sir Walter dapat dirangkum dalam satu kata: sombong. Sombong akan kehebatan diri sendiri, juga sombong karena kedudukannya. Sir Walter luar biasa tampan semasa muda dan pada usianya yang sudah 54 tahun sekalipun, dia masihlah pria yang sangat rupawan. Saking besarnya perhatian Sir Walter terhadap penampilan pribadinya, barangkali kaum perempuan pun kalah, terkecuali segelintir saja. Terkait rasa bangga Sir Walter akan kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, mungkin tidak ada juga rasa bangga para pelayan bangsawan baru yang bisa mengunggulinya. Bagi pria ini, keindahan ragawi adalah karunia yang arti pentingnya hanya nomor dua di belakang gelar kebangsawanan. Oleh sebab itu, wajar jika Sir Walter Elliot, sosok yang menyatukan kedua karunia tersebut, senantiasa mendapat curahan rasa hormat dan kasih sayang dari dirinya sendiri.
Sir Walter setidaknya patut berterima kasih kepada ketampanan dan kebangsawanannya karena berkat keduanyalah dia bisa mempersunting wanita yang cantik budi sebagai istri. Lady Elliot adalah perempuan hebat, bijaksana, dan ramah, yang penilaian dan tindak tanduknya tak bercela. Satu-satunya kekeliruannya adalah memilih Sir Walter sebagai suami; tetapi ini bisa dimaklumi sebab kala itu Lady Elliot masih muda dan dimabuk kepayang. Selama tujuh belas tahun, Lady Elliot mampu menoleransi, mengoreksi, atau menutup-nutupi kekurangan sang suami, juga membantu melindungi dan memupuk reputasi Sir Walter di mata masyarakat. Meski dirinya bukan manusia paling bahagia di bumi, Lady Elliot mensyukuri hidup dengan mengabdikan diri kepada tugas-tugas dan anak-anaknya sampai dia meninggal dunia.
Tiga orang anak perempuan, dua yang tertua berusia 16 dan 14 tahun, adalah titipan yang berat, atau mungkin sebentuk beban bagi seorang ayah, apalagi ayah yang congkak dan seenaknya sendiri. Untungnya, Lady Elliot memiliki kawan karib, seorang wanita baik nan arif yang bermukim di Desa Kellynch karena rasa sayangnya kepada Lady Elliot, sahabatnya. Wanita tersebut berbaik hati menyumbang nasihat dan mengawasi putri-putri Lady Elliot agar teguh menjalankan nilai-nilai hidup yang ditanamkan oleh mendiang ibu mereka.
Tiga belas tahun telah berlalu sejak meninggalnya Lady Elliot, tetapi sang kawan dan Sir Walter tidak menikah meski kenalan mereka mungkin sempat berharap demikian. Keduanya masih bertetangga dan berkawan dekat belaka. Yang satu tetap menduda, satunya lagi menjanda.
Lady Russell, yang berusia matang, berkarakter tangguh, dan berpunya, tidak ingin menikah lagi dan tidak perlu minta maaf kepada publik atas keputusannya. Bagaimanapun, publik yang kecewa terhadap janda yang menolak mencari suami baru biasanya malah lebih kecewa apabila sang janda memutuskan menikah lagi. Sebaliknya, keputusan Sir Walter untuk terus melajang tentu mesti dijelaskan.
Menurut pengakuan Sir Walter (yang sempat satu-dua kali kecewa karena hasratnya yang tak masuk akal tidak kesampaian), layaknya seorang ayah yang baik, dia melajang semata-mata demi putri-putrinya yang tercinta. Untuk salah seorang putrinya, si sulung, Sir Walter barangkali rela mengorbankan apa saja meskipun—hingga saat ini—keharusan untuk berkorban tidak pernah tebersit dalam benaknya. Sebagai anak perempuan tertua, Elizabeth praktis menggantikan posisi mendiang ibunya ketika usianya baru 16. Karena Elizabeth sangat rupawan dan berwatak sangat mirip dengan sang ayah, pengaruhnya terhadap Sir Walter amat besar. Jadi, tidaklah mengherankan jika sang ayah dan putri sulung ini selalu kompak. Di sisi lain, dua anaknya yang lain sangat inferior dibanding si sulung. Kedudukan Mary terdongkrak naik sedikit saja sejak dia menjadi Mrs. Charles Musgrove. Di sisi lain, Anne, yang berkepala jernih dan manis budi, yang dihormati mereka yang benarbenar arif, sama sekali tidak dianggap oleh ayah maupun kakaknya. Perkataannya tidak dihiraukan, selalu dituntut mengalah—sebab dia hanya seorang Anne.
Karena itu pulalah, tidak aneh jika di mata Lady Russell, Anne adalah putri baptis yang paling dia cintai, anak kesayangan, dan teman berharga. Lady Russell menyayangi ketiga anak perempuan itu, tetapi baginya, hanya Anne seorang yang mirip dengan sang ibu.
Beberapa tahun silam, Anne Elliot adalah gadis yang sangat ayu, tetapi kecantikannya layu kelewat cepat. Bahkan ketika Anne sedang mekar-mekarnya, sang ayah tidak melihat apa pun yang patut dikagumi pada diri putrinya. Wajah lembut dan mata Anne yang sedikit gelap sangat berbeda dengan wajah dan matanya sendiri, begitu pikir Sir Walter dahulu. Karena itu, kini setelah Anne kian kuyu dan kurus, Sir Walter semakin tak menghiraukan putrinya itu. Baik dulu maupun sekarang—apalagi sekarang!—Sir Walter tidak pernah bermimpi akan melihat nama Anne tertera di bagian lain kitab kesayangannya. Harapan untuk mendapatkan besan terpandang kini tertumpu seluruhnya pada Elizabeth karena Mary menikahi seorang pria desa. Memang, keluarga pria itu berada dan terhormat, tetapi mereka bukan bangsawan. Setidaknya, Sir Walter masih optimistis kelak Elizabeth akan menikahi orang yang pantas.
Asalkan sehat jiwa raga, perempuan 29 tahun biasanya masih menarik. Bahkan, adakalanya seorang wanita justru lebih cantik pada usia matang ketimbang usia belasan. Elizabeth termasuk golongan ini. Sejak dia mulai bergaul luas tiga belas tahun silam dan dipanggil “Miss Elliot” oleh masyarakat umum, kecantikan Elizabeth tidak kunjung pupus— membuat Sir Walter lupa akan umur putrinya itu. Keyakinan Sir Walter bahwa dirinya dan sang putri sulung masih serupawan anak remaja juga tidak sepenuhnya konyol karena, di matanya, kentara sekali betapa keluarga dan kenalannya telah cukup menua. Sungguh, Sir Walter prihatin melihat Anne yang kuyu, Mary yang kusam, tetangga-tetangganya yang semakin buruk rupa, dan dahi Lady Russell yang kian lama kian keriput.
Berbeda dengan ayahnya, Elizabeth kurang tenteram dan berpuas diri. Sudah tiga belas tahun dia bertakhta sebagai nyonya rumah di Kellynch Hall—titahnya tak ubahnya hukum—mengelola dan mengatur rumah tangga layaknya orang yang lebih tua. Sudah tiga belas tahun dia mewakili keluarga dalam berbagai undangan, memimpin rombongan adik-adiknya ke kereta kuda, dan berjalan tepat di belakang Lady Russell tiap kali keluar dari ruang tamu maupun ruang makan di sepenjuru desa itu. Sudah tiga belas musim semi Elizabeth berutang kepada semua toko di lingkungan kecil itu, tiga belas musim gugur menjadi saksi kunjungan tahunannya ke London bersama sang ayah, untuk menikmati hiburan di kota besar selama beberapa pekan. Elizabeth mengingat semua ini sembari dicekam rasa waswas dan penyesalan karena usianya sudah 29.
Spesifikasi
| SKU | : | QN-158 |
| ISBN | : | 9786024413910 |
| Berat | : | 300 gram |
| Dimensi (P/L/T) | : | 13 cm/ 21 cm/ 2 cm |
| Halaman | : | 316 |
| Tahun Terbit | : | 2025 |
| Jenis Cover | : | Soft Cover |
Ulasan
Belum ada ulasan


