Andai aku tidak pergi ke Eropa,
pasti aku bisa mendampingi Mama di hari-hari terakhirnya.
Penyesalan karena tak sempat mengucap kata perpisahan pada sang mama menghapus senyum dari wajah Diva seusai perjalanannya di Eropa. Selama beberapa minggu di kampung halamannya di Padang, Diva berupaya mengenang sekaligus belajar melepaskan. Namun waktu tak menanti duka. Diva harus kembali bertugas.
Dikuatkannya hati menempuh tiga puluh lima jam perjalanan ke Latin Amerika. Hangatnya mentari menemaninya menjelajah Argentina, Meksiko, dan Brasil. Semangat kelompok muslim minoritas di tiga negara itu seolah-olah menularinya. Diva belajar makna kekuatan dari sang penari tango, kasih sayang dari sebuah keluarga Indian, dan makna perjuangan dari para pemain sepak bola muslim di sana.
Bertualang memang tak pernah mudah. Namun, dalam perjalanan kali ini, tantangan terbesar yang dihadapinya justru datang dari sosok yang ditemuinya saat di kampung halaman, pria dari masa lalu yang pernah dipanggilnya papa.