“Yasmin tahu, kenapa Tirmidzi memperoleh keberuntungan yang seperti itu?â€
Yasmin menggeleng.
“Itu karena ia telah berbakti kepada ibunya,†Halimah menjawab sendiri pertanyaannya.
Yasmin menunduk. Air matanya menetes membasahi sarung yang dipinjamkan Halimah kepadanya. Yasmin paham kisah itu, ia tak bisa mengelak bahwa membahagiakan Ibunya adalah sebaik-baiknya perbuatan. Semua alasan yang di teguhkannya selama ini seakan tak berarti.
'Wahai buah hatiku. Aku seorang perempuan yang sudah tua dan lemah serta sakit-sakitan. Bila engkau pergi menuntut ilmu sejauh itu, tak ada seorang pun yang kupunyai di dunia ini. Selama ini engkaulah tempatku bersandar. Kalau engkau pergi, kepada siapakah engkau menitipkan ibunda yang sebatangkara ini?'.
Kalimat ibunda Tirmidzi yang dikisahkan Halimah menyadarkan Yasmin. Serta merta Yasmin memeluk Halimah dengan erat. Air matanya sudah tak terbendung lagi. Saat ini, ia hanya bisa mengingat satu wajah, yang ingin ditemuinya, secepat yang ia bisa.