Sejauh mana kita mengenal Tuhan, Sang-Muara segala ibadah? Bagaimana mungkin kita mendekatkan diri kepada Allah—apalagi mencintai-Nya—tanpa mengenal-Nya?

Buku ini secara gemilang menunjukkan bahwa nama-nama terindah Allah tidak saja menjadi titik masuk untuk mengenal Allah, tapi juga untuk menghampiri-Nya, bahkan untuk meneladani sifat-sifat-Nya. Sebab, asmaul husna memang bukan keberadaan-Nya, karena Dia tetap berhakikat tak terperikan. Asmaul husna merupakan pengenalan sifat-sifat-Nya dalam bahasa kemanusiaan. Dan, itu diturunkan agar Dia dijadikan panutan dalam pengembangan potensi-potensi baik dalam diri manusia.

Syekh Salim tak hanya menuntun kita menyelami samudra makna setiap asma, tapi juga merasakan percikan keagungan (jalâl) dan keindahan(jamâl)-nya di dalam diri kita.

Yang unik, di tangan sang guru spiritual ini, nama-nama Allah itu dapat diamalkan untuk transformasi diri dan jiwa. Setiap asma memiliki khasiat tertentu bagi orang yang membacanya dengan formulasi dan hitungan tertentu.

“Pembaca yang budiman,” tutur penulis, “ketahuilah sesungguhnya setiap asma Allah memiliki sebuah pintu yang mengantarkan kita sampai kepadanya, memiliki mikraj yang menaikkan kita ke sana, dan memiliki dimensi ruhaniah yang membuat kita menujunya. Maka doa itu melintas di atas rute-rute dan orbit ini; sehingga naik sesuai dengan mikrajnya masing-masing; dan mengarungi istana-istana cahaya yakni membakar semua hijab dan penghalang. Ketika doa itu telah keluar dari mulut pengucapnya, maka dia mewujud dalam bentuk sesuai tingkat mikrajnya, hingga kemudian sampai kepada Sang Khalik. Sebagaimana Allah berfirman, Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal kebajikan Dia akan mengangkatnya.” (Fâthir [35]: 10).