Sekelompok anak muda membentuk Bulan Merah pada masa perang kemerdekaan. Tidak banyak orang yang tahu tentang Bulan Merah. Yang tahu pun akan mencibir setiap kali nama kelompok musik keroncong itu disebut. Bagi mereka, Bulan Merah tak ubahnya omong kosong. Keberadaannya tak lebih dari misteri karena tak semua orang pernah menyaksikan pertunjukannya. Sejarah juga tak sempat mencatat perjuangannya.
Kata Kakek, Bulan Merah bukanlah kelompok musik keroncong biasa. Pertunjukannya selalu digelar tiba-tiba, tanpa bisa diduga. Itu karena beberapa yang datang juga bukan penonton biasa. Penonton yang tak biasa itu rupanya menyimak dengan saksama setiap lirik lagu yang didendangkan Bulan Merah. Lirik-lirik lagu yang ternyata telah disisipkan pesan-pesan rahasia di dalamnya.
Pesan-pesan rahasia itu kemudian akan berbalas pesan rahasia lainnya. Semua terjadi begitu cepatnya. Harus cepat, sebelum patroli kolonial Belanda datang dan membubarkan pertunjukan. Sayang, sejarah tak sempat mencatat perjuangannya.
Dari sedikit orang yang tahu tentang Bulan Merah, salah satunya adalah kakekku. Inilah kisahnya.
Gin dari Ginanjar Teguh Iman. Terlahir berbeda dengan labiopalatoschizis. Finalis Eagle Awards Documentary Competition 2009 lewat film dokumenter Dunia Kecil dalam Kotak. Penulis buku Cerita Hujan (2012, Antarnusa) yang diterbitkan secara indie. Satu dari 15 Pemenang Sayembara Fiksi Fantasi 2012 dan masuk dalam kumpulan cerita Arassi (Ufuk Publishing, 2013) lewat cerita pendek Malaikat Pemberi Luka.. Bulan Merah adalah novel pertama yang berhasil terbit setelah terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa akademi #5plus1 Antitesa-Mizan 2013.
Twitter: @ginteguh
SKU | QN-44 |
ISBN | 978-602-1637-33-3 |
Berat | 200 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 13 Cm / 21 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 256 |
Jenis Cover | Soft Cover |