Jika banyak jalan menuju Roma, maka banyak juga jalan menuju surga. Sayangnya, tidak semua Muslimah mengenalinya. Di buku ini dibentangkan 100 wasiat Rasulullah tentang jalan-jalan menuju surga bagi wanita.
Bagaimana menjadi Muslimah salehah dalam berbagai perannya—sebagai pribadi, ibu, istri, dan anggota masyarakat? Bagaimana para Muslimah bukan hanya menjadi kesayangan anak, suami, orangtua, dan masyarakat di dunia, melainkan terutama menjadi kesayangan Allah di dunia-akhirat?
Pengetahuan yang teramat penting ini sayangnya kurang dikenali dan dipahami para Muslimah. Karena itu, buku ini layak menjadi pegangan wajib bagi setiap Muslimah agar menjadi sebaik-baik perhiasan dunia.
Prakata
Bismillâhirrahmânirrahîm.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya, segala kebaikan terwujud. Shalawat serta salam bagi utusan pembawa rahmat ke semesta alam, serta bagi keluarga dan para sahabatnya.
Ketika mencari penjelasan tentang siapa wanita salehah, saya tidak menemukan ungkapan yang lebih pas dan lebih indah daripada firman Allah Swt.: Sebab itu, wanita salehah ialah yang taat kepada Allah (bi mâ hafizhallâh) dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara (mereka) … (QS Al-Nisâ’ [4]: 34).
Maksud kesalehan di sini adalah kesalehan yang berkaitan dengan karakteristik yang melekat pada diri wanita. Ungkapan dalam ayat tadi masih umum sehingga diperlukan perincian dan penafsiran.
Saya telah membuka kitab-kitab tafsir untuk mencari makna dan definisi yang tepat dari al-shâlihât. Saya hanya menemukan satu ungkapan, yaitu ‘orang yang bersikap istiqamah dalam agama dan berbuat kebaikan’. Ungkapan ini dikemukakan oleh Imam Al-Thabari dalam tafsirnya dari Abu Ja‘far. Benarlah apa yang ia katakan, karena tidak ada kebaikan tanpa sikap istiqamah dalam agama. Selain itu, suatu kebaikan tanpa perbuatan baik atau usaha untuk mengamalkannya hanya akan dinilai sebagai kebaikan yang cacat.
Ini tentang makna al-shâlihât. Lalu, bagaimana dengan makna firman Allah Swt.: perempuan yang taat kepada Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada? Penulis tafsir Al-Kabîr, Al-Fakhrurrazi, menyuguhkan kepada kita definisi kalimat tersebut secara terperinci. Ia mengatakan bahwa dalam kalimat ini, ada dua hal yang harus dipahami. Pertama, qânitât artinya perempuan-perempuan yang taat kepada Allah; hâfizhât li al-ghaib artinya perempuan-perempuan yang memenuhi hak-hak suami. Mereka telah memenuhi hak-hak Allah, lalu memenuhi hak-hak suami.
Kedua, sikap wanita salehah ketika suami ada di rumah dan ketika tidak ada di rumah. Ketika suami ada di rumah, Allah menyebutnya sebagai qânitah. Qânitah, dalam bahasa Arab, berasal dari qunût yang berarti ‘ketaatan yang terus-menerus’. Jadi, qânitât artinya perempuan-perempuan yang memenuhi hakhak suami secara teguh dan terus-menerus. Meskipun teks ayat tersebut adalah kalimat berita, yang dimaksud adalah kalimat perintah, yaitu perintah agar wanita terus-menerus taat kepada suami.
Ketahuilah, seorang istri dikatakan salehah hanya bila ia taat kepada suami. Sebab, Allah Swt. berfirman, ... perempuan yang salehah adalah yang taat kepada Allah .... Huruf alif dan lâm pada kata yang berbentuk jamak (al-shâlihât) mencakup makna keseluruhan (al-istighrâq). Dengan demikian, ayat ini menuntut seluruh perempuan agar menjadi salehah, yaitu selalu taat kepada Allah dan suami. Al-Wahidi r.a. berkata, “Al-Qunût berarti ketaatan yang bersifat umum, yaitu ketaatan kepada Allah dan kepada suami.”
Selanjutnya, ketika menyebut sikap istri pada saat suaminya tidak berada di rumah, Allah Swt. menggunakan kata al-hâfizhât, ‘dan perempuan-perempuan yang memelihara diri’. Maksudnya, mereka selalu menjaga diri ketika suaminya tidak ada. Di sinilah keterkaitan kata al-qânitât dan al-hâfizhât sebagaimana telah dijelaskan maknanya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pesan ayat tersebut adalah wanita salehah harus mampu menjaga hal-hal yang semestinya selama suami tidak ada di rumah. Di antaranya adalah hal berikut:
Pertama, menjaga diri dari perbuatan zina sehingga suami tidak memperoleh aib karena perzinaan istrinya.
Kedua, menjaga harta suami dari pembelanjaan yang kurang bermanfaat dan berlebihan.
Ketiga, menjaga rumah dari hal-hal yang tidak semestinya. Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik-baik perempuan adalah istri yang jika kamu melihatnya, ia akan membahagiakanmu; jika kamu menyuruhnya melakukan sesuatu, ia akan menaatimu; dan jika kamu pergi, ia akan menjaga harta dan harga dirimu.” Kemudian, beliau membaca ayat di atas.
Berkenaan dengan firman Allah Swt., … karena Allah telah memelihara (mereka)… (QS Al-Nisâ’ [4]: 34), penulis tafsir Al-Kabîr menjelaskan bahwa di dalamnya juga terkandung dua pengertian. Pertama, mâ pada frasa mâ hafizhallâh berarti ‘yang’ (kata sambung), sedangkan kata yang dirujuknya dihilangkan. Jadi, frasa itu lengkapnya adalah mâ hafizhallâhu lahunna, artinya mereka wajib menjaga hak-hak suami karena Allah Swt. telah menjaga hak-hak mereka atas suami mereka melalui perintah untuk berbuat adil kepada mereka, menjaga mereka dengan baik, serta memberikan apa yang semestinya kepada mereka.
Kedua, mâ pada kalimat mâ hafizhallâh adalah mâ mashdariyyah sehingga kalimat itu lengkapnya adalah bi hifzhillâh. Hal ini mengandung dua pengertian, yaitu (1) para istri menjaga diri mereka ketika suami tidak ada karena Allah Swt. telah menjaga mereka. Maksudnya, mereka tidak akan mampu menjaga diri kecuali dengan taufik Allah Swt.; (2) istri dapat menjaga diri ketika suami tidak ada karena mereka telah menjaga hukum-hukum dan perintah-perintah Allah Swt. Sekiranya mereka tidak berusaha untuk menjaga perintah Allah Swt. dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan syariat-Nya, mereka tidak akan taat kepada suami.
Jadi, perempuan-perempuan salehlah yang dituju buku ini. Melalui hadis-hadis sahih yang saya berikan penjelasan, saya ingin berpartisipasi menyalakan cahaya mereka untuk menerangi jagat raya, meski banyak pihak ingin memadamkan dan melenyapkan kilaunya. Hari ini telah kita saksikan pertentangan antara penganjur hijab dan penentangnya, dan saya ingin berada di antara mereka untuk meluruskan yang salah.
Selain itu, saya juga ingin berpartisipasi dalam membentuk kaum perempuan yang mencintai Rasulullah melalui pengkajian terhadap sabda-sabda Nabi Saw. Kajian-kajian Islam kontemporer dirasa masih belum mengantarkan mereka untuk berakhlak mulia dan berperilaku salehah.
Usaha ini dilakukan semata-mata untuk mendorong siapa saja yang ingin memperbaiki diri, dan saya memilihkan untuk mereka hadis-hadis sahih Rasulullah Saw. dengan kandungan makna yang kaya dan mudah diamalkan.
Akhirnya, saya memohon kepada Allah Yang Mahatinggi dan Mahakuasa, semoga karya ini menjadi amal saleh untuk mencari keridhaan-Nya semata serta bermanfaat bagi para Muslimah. Saya juga memohon ampunan-Nya atas segala kesalahan dalam penulisannya. Dan, sebagai pengantar untuk membaca buku ini, saya berdoa:
Ya Allah, hanya kepada-Mu kami bertawakal, hanya kepada-Mu kami bertobat, dan hanya kepada-Mu kami kembali. Akhir seruan kami adalah alhamdulillâhi rabb al-‘âlamîn (segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam).[]
- Buku Best Seller, beberapa kali cetak ulang.
"Melalui buku ini, saya benar-benar dituntun untuk menjadi Muslimah luar biasa."
—Oki Setiana Dewi, penulis bestseller Melukis Pelangi dan aktris Muslimah Indonesia.
SKU | UB-496 |
ISBN | 978-602-441-285-2 |
Berat | 200 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 15 Cm / 19 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 204 |
Jenis Cover | Soft Cover |