Buku THE LEADER WHO… - Robin Sharma | Mizanstore
Ketersediaan : Habis

THE LEADER WHO HAD NO TITLE

    Deskripsi Singkat

    The Leader Who Had No Title merupakan inti sari dari 15 tahun pengalaman Robin Sharma sebagai konsultan kepemimpinan di berbagai perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune 500, yaitu Microsoft, GE, Nike, FedEx, dan IBM. Robin juga sukses mengelola organisasi berskala internasional seperti Yale University, American Red Cross, dan Young Presidents… Baca Selengkapnya...

    Rp 79.000 Rp 67.150
    -
    +

    The Leader Who Had No Title merupakan inti sari dari 15 tahun pengalaman Robin Sharma sebagai konsultan kepemimpinan di berbagai perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune 500, yaitu Microsoft, GE, Nike, FedEx, dan IBM. Robin juga sukses mengelola organisasi berskala internasional seperti Yale University, American Red Cross, dan Young Presidents Organization.

    Berbeda dengan buku kepemimpinan pada umumnya, Sharma membius kita semua melalui cerita seorang penjaga toko buku bernama Blake Davis yang merasa hidupnya kering dan datar. Baginya, pekerjaan hanyalah jalan untuk membayar tagihan daripada sarana untuk unjuk kemampuan terbaik. Hingga suatu hari, muncullah keajaiban pada rutinitas hariannya yang luar biasa membosankan. Ia mendapatkan teman kerja baru berusia 77 tahun yang telah berkali-kali menyandang gelar Employee of the Year. Selama 50 tahun masa kerjanya, pria tua ini menolak berbagai promosi jabatan yang ditawarkan kepadanya. Posisi Vice President sekali pun!

    Melalui kisah ini, Sharma membawa kita semua memahami hakikat passion, kepemimpinan, cara memengaruhi orang layaknya “bintang”, serta meyakinkan kita untuk meninggalkan kompetisi keras dan “berdarah” demi naik jabatan.

    Tentang Robin Sharma

    Robin Sharma

    Robin Sharma adalah salah seorang konsultan tepercaya di dunia tentang kepemimpinan organisasi dan pribadi. Pendiri Sharma Leadership International Inc., perusahaan konsultan dunia yang membantu berbagai organisasi membangun para karyawan yang Memimpin Tanpa Jabatan, klien-kliennya banyak yang termasuk dalam Fortune 500, seperti Microsoft, IBM, GE, FedEx, BP, Nike, Unilever, dan Kraft, juga organisasi seperti Yale University dan YPO. Dalam survei independen dunia untuk para guru kepemimpinan terkemuka, Robin Sharma menduduki peringkat kedua, bersama Jack Welch dan Rudy Giuliani.

    Robin juga turut mendirikan 960vets.com, sumber pelatihan maya untuk membantu para veteran perang Amerika beralih dari kehidupan militer ke kehidupan penduduk sipil. Penulis sembilan buku laris tentang kepemimpinan, termasuk buku terlaris The Greatness Guide dan The Monk Who Sold His Ferrari, buku-buku Robin terjual jutaan kopi dalam lebih dari tujuh puluh bahasa, membuatnya menjadi salah satu penulis buku yang paling banyak dibaca di dunia.

    Sebagai filantropis berdedikasi, Sharma membantu anak-anak menyadari potensi kepemimpinan mereka melalui The Robin Sharma Foundation for Children. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi robinsharma.com.

    Catatan Pribadi dari Robin Sharma

    Buku yang ada di tangan Anda adalah buah dari hampir lima belas tahun kerja saya sebagai konsultan kepemimpinan untuk banyak perusahaan, yang termasuk dalam daftar Fortune 500; seperti Microsoft, GE, Nike, FedEx, dan IBM; juga berbagai organisasi seperti Yale University, American Red Cross, dan Young Presidents Organization. Dengan menerapkan sistem kepemimpinan yang saya ajarkan dalam buku ini, Anda akan mencapai hasil kerja yang menggetarkan dan membantu organisasi Anda melejit ke tahapan baru dalam inovasi, kinerja, dan loyalitas pelanggan. Anda pun akan melihat peningkatan yang mendalam di segi kehidupan pribadi dan kehadiran Anda di dunia.
    Mohon dicatat: metode kepemimpinan yang akan saya bagikan ini disampaikan melalui suatu kisah. Sang pahlawan, Blake Davis; mentornya yang tak terlupakan, Tommy Flinn; dan empat guru luar biasa yang mengubah cara kerja dan hidupnya merupakan karakter fiktif—hasil imajinasi saya yang kelewat aktif. Namun, yakinlah, bahwa sistem kepemimpinan itu sendiri, juga prinsip, perangkat, dan taktik yang melandasinya, sangat nyata dan telah membantu ratusan ribu orang di banyak organisasi paling sukses di dunia untuk memenangkan bisnis dan memimpin di arena.
    Korban mengeluhkan masalah. Pemimpin menyodorkan jalan keluar. Tulus saya berharap, Pemimpin Tanpa Jabatan mendorong Anda dan organisasi Anda menggunakan solusi yang unik untuk mencapai hasil terbaik secara cepat dan anggun pada masa yang sangat bergejolak dan serba-tak pasti ini.

    —Robin Sharma


    NUKILAN

    Nama saya Blake Davis dan—walaupun lahir di Milwaukee—saya tinggal di New York City ini hampir selama hidup saya. Dan, saya masih betah sekali di sini. Restorannya, derapnya, orang-orangnya, dan hot dog di jalanannya luar biasa. Ya, saya suka sekali makanan—salah satu kesenangan hidup terbaik, jika Anda tanya saya—beserta percakapan asyik, olahraga favorit saya, dan buku-buku bagus. Lagi pula, tak ada tempat seperti Big Apple di muka bumi ini. Saya tak punya rencana pindah sama sekali. Takkan pernah.

    Perkenankan saya menceritakan sedikit tentang latar belakang saya, sebelum menceritakan kejadian-kejadian ganjil sekaligus penting yang menggeser saya dari tempat lama ke tempat yang sejak dulu saya idamkan. Ibu saya adalah orang paling berbudi yang pernah saya temui. Ayah saya adalah orang paling bertekad yang pernah saya kenal. Tipe orang yang menjadi bagian penting dunia. Mereka punya kekurangan. Tetapi, coba temukan yang sempurna kalau ada. Yang penting, mereka selalu berusaha sebaik-baiknya.

    Menurut saya, hanya usaha terbaik yang dapat kita lakukan. Setelah itu, pulang dan tidur nyenyaklah. Mencemaskan hal-hal di luar kendali kita sudah pasti jadi biang penyakit. Dan, kebanyakan persoalan yang kita risaukan sendiri tidak terjadi. Kurt Vonnegut menyuarakan pengamatannya dengan indah, “Masalah hidup sesungguhnya tak pernah terpikir ketika kita cemas, jenis masalah yang hanya mengganggu kita pada pukul 4.00 sore pada Selasa yang pasif.”

    Orang tua saya membentuk saya dengan berbagai cara. Tak banyak yang mereka miliki, tetapi dalam banyak hal mereka punya segalanya. Mereka berpendirian, memegang nilai-nilai yang mulia, dan menghormati diri sendiri. Saya masih sangat merindukan mereka dan setiap hari pastilah saya kenang kebaikan mereka. Pada saat-saat yang lebih tenang, kadang saya renungkan kenyataan bahwa kita kurang menghargai orang-orang yang paling kita sayangi. Sampai mereka tak ada lagi. Lalu, kita berjalan jauh tanpa bicara, berdoa akan adanya kesempatan kedua untuk memperlakukan mereka dengan semestinya.
    Pada masa pertumbuhan, saya anak yang baik. “Manusia yang punya hati,” begitulah Kakek menyebut saya. Pokoknya, saya tidak tega melukai atau mengusik apa pun. Prestasi saya cukup baik di sekolah, saya lumayan populer di kalangan gadis-gadis, dan main football di tim olahraga sekolah menengah. Semuanya berubah setelah orang tua saya tewas. Bumi yang saya injak amblas. Kepercayaan diri saya hilang. Fokus saya pun begitu. Hidup saya mandek.

    Pada awal usia dua puluhan, saya berganti-ganti pekerjaan, untuk beberapa lama seolah-olah itu terjadi begitu saja. Saya mati rasa dan tidak terlalu peduli apa pun. Saya terlalu sering menonton TV, makan terlalu banyak, dan cemas berlebihan. Semuanya demi menghindari rasa sakit yang muncul ketika sadar potensi diri telah lenyap.

    Dalam periode kehidupan itu, pekerjaan hanyalah jalan untuk membayar tagihan daripada sarana untuk unjuk kemampuan terbaik saya. Pekerjaan tak lebih dari cara keras untuk melalui hari demi hari, bukan kesempatan indah untuk berkembang menjadi diri saya yang digariskan. Pekerjaan semata kendaraan untuk merintang waktu, bukan peluang hebat untuk memberi jalan bagi orang lain dan cara untuk menggunakan hari-hari saya guna membangun organisasi yang lebih baik sekaligus menjadikan dunia lebih baik.

    Akhirnya, saya putuskan untuk mendaftar sebagai tentara. Sepertinya, itu tindakan baik untuk membantu saya merasa jadi bagian dari sesuatu dan menemukan sebuah tatanan di tengah kekacauan. Saya diutus ke Perang Irak, membuahkan pengalaman yang terus menghantui saya hingga sekarang. Saya saksikan teman-teman mitra pelatihan dasar berguguran di pertempuran yang penuh darah. Saya lihat para serdadu yang masih belia cedera secara brutal dan terluka secara tragis.

    Suatu hari, tahu-tahu waktunya pulang. Begitu cepat hingga saya pening jadinya. Saya diangkut pesawat, terbang pulang, dan dalam satu—dua hari setelah pemeriksaan medis rutin, saya menerima surat-surat. Saya mendapat ucapan terima kasih karena melayani negara dan didoakan untuk kesuksesan hidup saya selanjutnya. Pada siang hari musim gugur yang cerah, saya keluar menuju jalan kota dan menyadari sesuatu yang mengerikan: lagi-lagi saya seorang diri.

    Mungkin salah satu hadiah terbaik dari orang tua saya adalah kesenangan belajar, terutama melalui buku. Satu buku mengandung ide-ide yang, jika diwujudkan, berdaya untuk menulis ulang semua bagian hidup kita. Beberapa ide itu sungguh cerdas sehingga menjadikan kita pemikir yang lebih baik dan dapat menajamkan daya pikir. Orang-orang terbaik biasanya punya perpustakaan terbesar.

    Maka, mulailah saya bekerja di toko buku di SoHo. Namun, karena sikap negatif dan perilaku acuh tak acuh saya, kinerja saya tidak baik di sana. Saya sering ditegur manajer, dan sangat yakin akan dipecat. Intinya, saya tidak fokus, tidak mampu bekerja dalam tim, dan keterampilan saya di bawah rata-rata. Hanya kesukaan pada buku yang menyelamatkan saya. Walaupun para pengelola toko membenci etos kerja saya yang buruk, para pelanggan tampak menyukai saya. Maka, saya dipertahankan. Namun, posisi saya tetap terancam.

    Di sinilah kisah saya jadi mengasyikkan. Suatu hari, semacam keajaiban muncul dalam hidup saya. Ketika saya paling tidak mengharapkan kejadian baik, kebaikan membuntuti saya. Dan, itu mengubah segalanya
     




    Keunggulan Buku


    Apa kesamaan banyak orang terkaya di dunia dan perusahaan seperti Nike, FedEx, General Electric, dan Microsoft? Mereka telah menemukan sistem hebat yang bermanfaat untuk mencapai hasil spektakuler dan menang melalui terobosan.

    Robin Sharma, salah satu penulis buku kepemimpinan dan sukses pribadi yang paling banyak dibacakarya menggebraknya seperti The Monk Who Sold His Ferrari—kini membagikan rumus keberhasilan unik yang dia ajarkan kepada para kliennya. Dalam The Leader Who Had No Title, kita akan belajar cara menelurkan hasil spektakuler, menggugah jiwa pemimpin, dan meraih kehidupan profesional serta pribadi yang diidam-idamkan.

    Lebih rincinya, buku ini memuat:
    • Cara bekerja dan memengaruhi orang seperti bintang, apa pun kedudukan kita saat ini.
    • Metode untuk melihat dan meraih peluang di dunia yang cepat sekali berubah.
    • Strategi kilat untuk membangun tim hebat sekaligus membangun basis pelanggan yang royal.
    • Taktik manjur untuk menjadi kuat dan tangguh saat memimpin.


    ENDORSEMENT


    “Robin Sharma mengajarkan kita berpikir dan bertindak sebagai pemimpin sejati, apa pun posisi kita saat ini.”
    —Billy Boen, founder Young On Top

    “Jika Anda ingin mencapai tahap DAHSYAT, jadi pemimpin hebat, dan hidup sehidup-hidupnya, belilah buku ini.”
    —Darren Hardy, majalah SUCCESS

    “Baca buku ini dan melesatlah menuju kinerja, inovasi, dan pengaruh yang luar biasa dalam kerja dan keseharian.”
    Keith Ferrazzi, penulis buku laris Never Eat Alone versi New York Times


    "The Leader Who Had No Title karya Robin Sharma... sarat nasihat baik mengenai cara menonjol sebagai pekerja, apa pun kedudukan kita. " 
    Bookviews

     

    Resensi

    Spesifikasi Produk

    SKU BI-089
    ISBN 978-602-291-506-5
    Berat 220 Gram
    Dimensi (P/L/T) 13 Cm / 20 Cm/ 0 Cm
    Halaman 276
    Jenis Cover Soft Cover

    Produk Robin Sharma

















    Produk Rekomendasi