“Kak Teppy, if you met you, will you like yourself?”
“Gimana, sih, cara aman buat ngeles nggak dateng ke undangan nikah temen kita? Ceritanya lagi bokek soalnya.”
“Gimana caranya memulai hubungan serius di umur 31 tahun kalo sebelumnya belum pernah punya pengalaman?”
“Bagaimana menumbuhkan rasa percaya diri yang kadang hilang ketika membandingkan diri dengan orang lain?”
-
Dalam 10 tahun terakhir, terutama ketika gue baru memasuki usia 20an, ada banyaaak banget pertanyaan soal hidup di kepala gue. Sebagian akhirnya terjawab dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Sebagian lagi terjawab karena gue konsultasi dengan temen-temen yang udah lebih berpengalaman. Sebagian lagi belum terjawab karena guenya... CLUELESS :))
Maka dari itu, gue nggak menulis buku ini untuk sok menggurui seolah gue paling paham soal hidup. Paling nggak gue bisa berbagi pengalaman menghadapi situasi yang dulu gue hadapi pada umur 20-an sampai sekarang masuk kepala 3.
Gue berasa harus ganti nama jadi Mamah Teppy abis jawabin pertanyaan-pertanyaan gini :)) Semoga jawaban-jawaban gue membantu dan monmaap kalo rada ngegas di beberapa bagian, ya. HAHAHA ....
Tapi yang pasti, semoga segala sesuatu yang kita hadapi dalam hidup bisa kita lewatin dengan baik, bijak, dan pastinya membentuk kita jadi manusia yang lebih cerdas dan tangguh. Kalo kata penyanyi favorit gue, Tulus, "Manusia-manusia kuat, itu kita..."
I hope you had a good time reading this book.
All in all, come rain come shine, enjoy your life regardless.
Remember, you are never alone :)
Buku ini bukan harga mati pedoman kehidupan, semuanya gue jawab suka-suka. Yang jelas, gue bisa jadi temen dalam genggaman kalian (waw semacam Jin & Jun, yah :)) Semoga pertanyaan dan jawaban dalam buku ini bisa membantu kalian mengatasi keresahan hidup masing-masing, ya!
Stephany Josephine Agnes Lea Ena, atau biasa dipanggil Teppy, lahir di Banjarmasin, 18 April 1987. Teppy mulai aktif ngeblog sejak 2007 saat tengah mengalami kehampaan kehidupan perkuliahannya yang hanya berputar di kampus, angkot, dan warnet.
Ternyata kecintaan Teppy pada dunia tulis-menulis semakin terpupuk dengan adanya blog ini. Hobi blogging ini tetap Teppy pertahankan sampai saat ini dengan tema-tema tulisan yang berputar pada aspek gaya hidup.
Salah satu jenis artikel di blog Teppy yang paling banyak diminati adalah “Movie Review Suka-Suka”, ulasan film dengan gaya penuturan film sekenanya dan dinominasi meme dan GIF yang juga jadi inspirasi gaya bertutur dalam buku ini. Buku ini adalah karya kedua Teppy sejak buku pertamanya, The Freaky Teppy - Cerita Hidup Penuh Tawa Walau Luka-Luka terbit akhir 2013 lalu.
Di luar blogging, Teppy berkarier dalam dunia public relations sejak 2008. Dalam waktu luangnya, Teppy gemar traveling ke dalam dan luar negeri, nonton film, nonton konser, dan mencari coffee shop-coffee shop gemas di mana pun dia berada.
Teppy dapat ditemui di:
Blog: www.thefreakyteppy.com
Twitter: @teppy87
IG: @stephanyjosephine
Youtube: @Nara-Z channel, di acara #TeppyOMeter, sebuah acara ulasan
film ringan, kolaborasi dengan Narasi TV
Teppy merupakan bloger yang dikenal dengan ulasan film sekenanya tapi kocak dan dibanjiri komentar dukungan dari pembaca, 500.000 page views untuk sebuah artikel. Fenomena ini terjadi justru saat blog diklaim mulai kurang diminati, sementara media sosial merajalela. Di luar blogging, Teppy juga punya suara yang vokal di media sosial.
Buku ini menjadi teman pembaca dalam ngobrolin hidup. Pembaca bertanya pada survey yang sudah dilontarkan Teppy beberapa bulan sebelumnya, lalu dijawab “sukasuka” di sini.
Buku ini bukan harga mati pedoman kehidupan, tapi yang jelas Teppy bisa menawarkan diri jadi temen dalam genggaman
Sejujurnya, sampe pertengahan tahun lalu, Teppy nggak kepikiran untuk bikin buku model tanya jawab kayak gini. Ada kesungkanan tersendiri di dalam dirinya karena dia nggak mau sama sekali bikin kesan dia itu orangnya sotoy atau menggurui. Dia yakin semua orang pasti punya cara pikir dan cara menjalani hidup masing-masing. Ya, walaupun nggak semua pertanyaan dalam buku ini sifatnya minta solusi, ya. Ada juga yang nyantai dan nyeleneh.
Tapi setelah Teppy ngobrol sama Bentang Pustaka, dia mikir, mikir, mikir … terus … ya udah deh. Toh, kalo dia nulisnya jujur, mudah-mudahan pembaca bisa ngerti kalau buku ini sama sekali nggak ada tujuan untuk menggurui atau apa pun, tapi sekadar berbagi pengalaman hidup sama temen-temen yang mungkin lagi menghadapi situasi sama yang dulu pernah dia hadapi dari umur 20-an awal sampe sekarang kepala 3.
Teppy berusaha menulis buku ini seringan mungkin, tapi untuk beberapa hal, selayaknya hidup *DUILE, TEP* emang nggak semuanya bisa ditanggepin sama becandaan. Semoga pertanyaan dan jawaban di buku ini bisa jadi medium berbagi yang menyenangkan untuk kalian yang membacanya dan bisa nambah perspektif baru, ya!
Mungkin cara berpikir Teppy nggak untuk semua orang, tapi semoga pertanyaan temen-temen yang dijawab dan dimuat di buku ini bisa membantu kalian kalau lagi ngadepin situasi yang sama.
Kamu tanya, Teppy menjawab. Selamat datang di buku Suka-Suka Teppy. Buku yang berisi saripati “kebijaksanaan” seorang Teppy *really? HAHAHAHA* dalam membantu menjawab pertanyaan yang selalu mengganggu pikiran netizen.
POP CULTURE
“Gimana awalnya bisa nulis review film dan bisa dikenal banyak orang seperti sekarang?”
—ANASTACIA, 30 TAHUN, BOGOR
Gue emang udah ngeblog dari 2007, terus dulu zaman kuliah (2007—2009) gue suka nonton sinetron-sinetron ampas di TV, kan, terus gue bahaslah plot nggak masuk akal yang bikin bego penonton, sama akting-akting lebai pemainnya. Jadi, sebenernya hobi jadi “komentator” ini udah ada dari dulu. Pada 2012, gue nonton Skyfall rame-rame sama temen-temen gue, biasalah, di bioskop cekikikan bikin internal jokes merhatiin yang maen sama plot ceritanya. Terus karena komentar-komentar temen-temen gue itu lucu, iseng aja gue tulis ulang di blog. Itu aja, sih. Kalo ada film menarik dan gue nggak males, biasanya gue tulis. Gue sempet vakum beberapa tahun, tapi tetap ngeblog. Sampe akhir 2017, baru gue dapet traction yang lebih tinggi. Entah karena timing (film yang gue ulas lagi lumayan diomongin) dan kontennya menarik, relevan, dan receh banget, jadi orang baca.
LIFESTYLE
“Tiap minggu kalo Kak Teppy senggang, aku perhatiin kayaknya selalu hunting coffee shop yang beda-beda sampe punya hashtag #teppyscoffeeshoplist. Itu emang ada maksud tersendiri atau emang iseng aja atau gimana?”
—PUTRI NURIYANTI, 29 TAHUN, TANGERANG
Gue emang suka menyepi di coffee shop dan gue emang lebih nyari suasananya (kalo kopi sama makanannya juga enak, ya, syukur). Gue pikir pasti di luar sana juga ada orang yang hobinya kayak gue. Berhubung gue juga suka kalo dianggap sebagai orang yang resourceful, jadi gue pikir kenapa nggak sekalian aja gue buatin hashtag, jadi kalo ada yang lagi nyari coffee shop enak buat menyendiri atau ngumpul sama temen mudah-mudahan bisa kebantu.
SELF-LOVE
“Teppy suka insecure sama penampilan dan berat badan, nggak? Gimana cara lo mengatasinya?”
—ANGGIA GALIH
Menurut gue, self-love adalah kondisi saat lo bersyukur, menerima, dan nyaman dengan segala kekurangan lo, atau hal-hal yang belum bisa lo capai.
Gue nggak merasa selalu bisa se-“firm” itu. Kadang gue gentar juga sama insecurity sendiri. Hal paling gampang yang bikin insecure tentu saja karena bentuk badan atau fitur fisik lain. Tapi, ada banyak hal lain yang bisa kita kejar/capai daripada mengejar perasaan “harus selalu cantik/langsing/prima”. Salah seorang sahabat gue pernah bilang, “SO WHAT?” because she was also tired of trying to keep her look together all the time. Gue ngomong gini nggak berarti kita keluar rumah disengajain demek juga, ye :)). Cuma fokusnya udah beda, yang penting sehat, olahraga yang cukup, makan yang bener, istirahat, dan perawatan diri.
Kalo soal berdamai sama diri sendiri sebenernya lebih “gampang”, yah. Gampang, maksud gue di sini tuh, kalo udah masuk umuran gue (early 30s dan mungkin yang umurnya di atas gue juga), pola pikirnya tuh kayak, “Yahhhh … ya ‘stralah ya neeek, mau gimana lagi. Nggak usah dipaksain. Apa yang kau kejar, Munaroooh?”
Gue kadang pusing liat badan mbak-mbak lain pada bagus-bagus amat, tapi disodorin Indomie ama martabak dikit mangap. Gimane? Jadi, ya udahlah, otomatis gue berdamai karena diri ini sudah lelah berusaha menjadi semfurnaaah (bisa jadi berdamai sama diri sendiri juga karena nggak punya duit, jadi nggak bisa maksain, ye kan, hahaha). I don’t owe anything to anyone, I don’t need validation from anybody. Might as well live my life my way.
Itu contoh dari soal self-love fisik, yah. Yang penting sih, pola pikir ini gue terapkan dalam hal-hal lain juga biar gue nggak stres sendiri, seperti target tabungan, target beli rumah, dan lain-lain.
FAMILY
“Gimana cara ngomong ke orang tua gue kalo mereka salah asuhan? Ternyata, pendidikan akademis yang gue ambil nggak sesuai dengan pekerjaan yang gue pengenin.”
—FARUL, 33 TAHUN, TANGERANG
Berhubung gue nggak tau kondisi lo, apakah lo masih kuliah, apa udah lulus atau gimana, dan berhubung dulu gue nggak diatur orang tua jurusan apa yang mau gue ambil, jadi mungkin jawaban gue bisa jadi nggak relatable dan solutif amat buat lo. Tapi ….
Kalo udah telanjur ambil jurusannya, nggak masalah juga sih lo mau banting setir ke profesi lain yang bidangnya beda. Atau, kalo mau sekolah lagi yang jurusannya sesuai, ya, silakan aja. Temen-temen gue banyak yang sekolahnya A, kerjanya XYZ. Beda dunia. Menurut gue sendiri, kuliah itu lebih buat pegangan ilmu, sih, kalo sampe suatu saat kejebak situasi yang mentok banget, paling nggak, lo punya bekal pendidikan untuk cari kerja atau bikin sesuatu. Paling nggak, kuliah mengasah pola berpikir kita biar lebih analitis dan siap masuk dunia kerja (walau dunia kerja beda 180 derajat dari kuliah, hahaha).
Jadi, daripada menyesali “salah jalan” yang udah lo ambil, mendingan lo puter balik keadaan dengan mencoba hal yang lo pengenin sekarang (atau justru bidang lain).
LOVE
“Dari lahir sampe umur 23 gue nggak pernah pacaran, nggak pernah di-PDKT-in. Gue pernah dibilang temen nggak laku. Gimana, ya? Galau ....”
—KIKY
Nggak ada yang salah dari nggak/belum pernah pacaran. Mau pacaran atau nggak itu urusanmu. Tapi kalo gue ditanya, masalah nggak kalo kawin sama orang yang belum pernah pacaran? Mungkin gue bilang ini masalah, soalnya kalo calon pasangan gue nggak punya pengalaman membina hubungan sama orang lain, mungkin nanti lebih ribet nata rumah tangganya. Ini asumsi doang, ya. Belum tentu gue bener.
Yang pasti jangan khawatir kalo misalnya sampe sekarang, entah itu rentang umur 20-an atau bahkan 30-an, lo belum pernah pacaran. Orang kan jalan hidupnya beda-beda. Yang penting, kalo emang ada yang lo taksir, ya coba aja tunjukin atau nyatain perasaan. Tapi kalo emang belum nemu sosok yang bikin lo tertarik dan lo masih nyaman sendiri, santai aja. Jangan hidup untuk memenuhi standar orang lain. Kita yang ngatur hidup kita sendiri.
Perihal merasa bersalah ketika belum punya pasangan di umur 20-an akhir (tapi udah ada pengalaman pacaran), lo merasa bersalah sama siapa? Emang lo berutang budi sama siapa yang syarat balas budinya bikin lo harus punya pasangan di usia 20-an akhir? Menurut gue, sih, nggak perlu banget. Punya pasangan atau nggak, itu di luar kontrol kita. Kalo nemu pasangan pun, kan, nggak semuanya langsung work out. Ada yang salah ketemu orang, ada yang adjustment-nya susah, ada yang kondisinya macem-macem. Punya pasangan nggak serta-merta berarti lebih bahagia. Intinya, jangan merasa terbebani sama hal-hal yang nggak perlu, karena ngurus hidup sendiri aja udah berat.
-
Jenis-jenis pertanyaan di atas (dan masih ada puluhan lagi!) dijawab dengan segala keapa-adanya-adanya-apa ala Teppy, bloger, yang dikenal karena review-review Suka-Sukanya ini.
Mari berteman dan bertanya padanya. Mungkin masalahmu tidak akan langsung selesai, tapi setidaknya ... hey, punya satu teman baru pun tidak buruk!
Semangat!
SKU | BI-141 |
ISBN | 978-602-291-520-1 |
Berat | 200 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 14 Cm / 21 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 200 |
Jenis Cover | Soft Cover |