Dunia berubah dengan sangat cepat. Dulu, kita harus berangkat ke majelis taklim untuk menyimak para ustaz atau kiai mengajar tafsir Al-Quran. Tetapi, kini para ulama yang mendatangi kita lewat gagdet. Kita bisa mengaji di mana saja, saat tengah terjebak macet, menunggu antrean panjang di bank, kafe, bahkan tempat tidur sesaat sebelum terlelap.
Cara baru dalam berdakwah ini tentunya memudahkan bagi kita. Ada banyak sekali kajian-kajian Islam yang dengan gampang disebarluaskan lewat sekali klik. Tetapi, apakah semua yang kita baca lewat medos itu benar? Apakah kita bisa memilah mana kajian yang benar atau sekadar hoax?
Prof. H. Nadirsyah Hosen, Ph.D. atau yang akrab dipanggil Gus Nadir, secara aktif mengamati fenomena para penafsir ayat Al-Quran yang semata mengandalkan terjemahan dan mengambil rujukan melalui medsos daripada kitab tafsir klasik dan modern. Beberapa di antaranya bahkan salah kaprah karena tidak memahami sejarah di balik turunnya ayat-ayat tersebut. Maka, melalui buku ini, Gus Nadir akan mengajak kita untuk betul-betul memahami konteks agar semakin menghayati dan memahami kitab suci. Tak hanya itu, kita akan dipandu untuk memahami metode-metode tafsir dan mengenal para penafsir Al-Quran di sepanjang peradaban Islam.
“Bukan saja ayat Al-Qur'an memiliki konteks turunnya ayat, tetapi juga para ulama yang menafsirkan ayat al-Qur'an dipengaruhi konteks dimana mereka berada dan berkiprah. Buku yang ditulis Nadirsyah Hosen ini juga memiliki konteksnya sendiri, yaitu ditulis di era medsos. Saya mengapresiasi upayanya membahas al-Qur'an lewat medsos. Apapun konteks pembahasannya, dipandang dari sisi manapun, ayat al-Qur'an akan tetap memancarkan cahaya al-Rahman dan al-Rahim. Selamat menelaah buku ini.”
—Prof. Dr. H. Muhammad Quraish Shihab, MA, pengarang Tafsir al-Misbah.
“Banyak yang mencari materi keagamaan lewat internet. Yang dicari adalah konten yang singkat, padat, aktual, tapi juga otoritatif. Keaktifan Prof. Nadirsyah Hosen di Twitter, Facebook, Telegram, bahkan menulis blog yang menyajikan tafsir Al-Qur’an telah menjadi sumber referensi di media sosial.”
—(Alm.) Nukman Luthfie, pakar media sosial, @nukman
Pengantar
Saat ini era medsos. Tantangannya adalah bagaimana kita bisa membumikan ajaran Islam yang tertera dalam Al-Quran kepada para pengguna media sosial. Dahulu, Anda harus berangkat ke majelis taklim untuk menyimak para ustaz atau kiai mengajar tafsir Al-Quran, tetapi kini para ulama yang mendatangi Anda lewat smartphone yang Anda miliki. Anda bisa mengaji di mana saja, saat tengah terjebak macet, menunggu antrean panjang di bank, di kafe, saat menunggu panggilan boarding pesawat, bahkan di tempat tidur sesaat sebelum Anda rehat.
Berbagai aplikasi digunakan dari mulai Instagram, Facebook, Twitter, WhatsApp group, sampai Telegram channel. Semuanya itu merupakan cara baru dalam berdakwah. Walaupun demikian, efek negatifnya pasti ada. Umat tidak lagi bisa memfilter mana yang benaran ustaz dan mana ustaz yang “benar-benar, deh”. Semua orang bisa mendadak jadi ustaz. Kualifikasi dan hierarki keilmuan menjadi runtuh. Walhasil, medsos juga dipakai sebagai alat menyebarkan kajian keislaman yang tidak ramah, isinya marah-marah, dan parahnya lagi tidak jelas mana yang asli dan mana berita hoaks.
Itulah sebabnya saya terpaksa ikutan turun gunung ke ranah medsos. Kalau mau, saya akan diam saja dan menikmati suasana perkuliahan dengan para mahasiswa bule di kampus Monash University, salah satu kampus terbaik di dunia. Untuk apa saya capai-capai mengurusi medsos yang anak tamatan SMU saja bisa dengan lantang menghina dan mencaci maki para guru besar dan ulama kita? Banyak kawan saya para akademisi yang tidak tahan dengan hiruk pikuk medsos, dan akhirnya kembali ke ruang perkuliahan, seminar, dan menulis artikel di jurnal. Seolah mereka tidak mau kotor berlumuran caci maki di medsos oleh para haters. Namun, kalau kita diam saja, bagaimana dengan nasib umat? Siapa yang mau mencerahkan mereka lewat medsos?
Saya menulis sejumlah catatan tentang Al-Quran dan tafsirnya di medsos. Saya tidak mengklaim diri sebagai mufasir. Namun, saya memang sejak 2005 mengelola majelis khataman Al-Quran di Kota Brisbane, lalu Kota Wollongong, dan kini di Melbourne. Setiap bulan selepas khataman, saya mengurai makna dan rahasia ayat suci Al-Quran. Di sanalah saya semakin paham bahwa banyak yang semata mengandalkan terjemahanan Al-Quran dan mereka mengambil rujukan dari medsos ketimbang dari kitab tafsir klasik dan modern.
Kumpulan tulisan saya yang tersebar di medsos kemudian saya tawarkan kepada salah satu penerbit, yang kemudian menolaknya karena dianggap isinya melawan arus. Memang saat ini dibutuhkan keberanian untuk membimbing umat, dengan risiko tidak populer. Banyak yang memilih mengikuti apa maunya umat sehingga dunia menjadi terbalik. Bukannya akademisi atau ulama yang membimbing umat agar mendapat pencerahan, melainkan malah akademisi atau ulama yang mengikuti suasana emosi dan pemahaman orang awam.
Berbeda dengan pemahaman orang awam malah menjadi berbahaya saat ini.
Syukurlah bagi saya, ada penerbit yang berani. Penerbit Bentang Pustaka kemudian berkenan menerbitkan naskah ini. Kita harus mendidik umat untuk terbiasa dengan perbedaan pendapat. Akademisi bisa salah, ulama bisa khilaf, tetapi yang jelas kami tidak boleh berbohong apalagi merusak integritas keilmuan kami. Jikalau memang ada perbedaan penafsiran ayat, itulah yang harus kita sampaikan. Tidak boleh menyembunyikan pendapat yang berbeda hanya karena khawatir mendapat cemoohan atau ditinggalkan jemaah. Untuk itu, saya berterima kasih kepada Bentang Pustaka yang memfasilitasi naskah ini sampai ke tangan pembaca yang lebih luas.
Saat naskah ini tengah diedit oleh penerbit, datang berita duka. Ibunda saya, yang telah 20 tahun menderita kanker, berpulang ke rahmatullah. Ibu saya ini semasa hidupnya merupakan pembaca setia sekaligus kritikus yang paling keras. Beliau tekun membaca tulisan saya dan setelahnya, berhamburanlah kritikan dari beliau. Saya persembahkan buku ini untuk ibunda saya. Setiap huruf dalam buku ini adalah sebuah bentuk cinta dan terima kasih saya kepada ibunda yang mengajari saya mengaji, menimbulkan kecintaan saya kepada Al-Quran dan terus mendorong saya untuk menyelesaikan pendidikan formal saya. Jikalau buku ini ada nilainya di sisi Allah, saya hadiahkan pahalanya untuk ibunda saya. Lahal Fatihah ….
Saya juga berterima kasih kepada para jemaah majelis khataman yang saya asuh, para santri virtual di medsos yang rajin menunggu-nunggu tulisan saya berikutnya, keluarga saya yang selalu setia mendukung saya, dan tentu saja para kiai, masyayikh dan asatidz yang mengizinkan saya turut menyebarkan keberkahan ilmu yang saya pelajari dari kedalaman ilmu mereka.
Saya tutup pengantar ini dengan sebuah coretan yang menggambarkan suasana hati saya dalam menulis tafsir sejumlah ayat suci di medsos yang menjadi bahan buat buku ini.
Kun menunggu fayakun
Kalaulah bukan karena kun
Tak kubiarkan diri ini mencari kalam
Dalam tumpukan lembaran kitab
Ingin rasanya kuletakkan qalam
Dan, hanya berlari menghamba kepada-Mu
Tapi aku bisa apa ....
Dalam balutan kata, kerlip mata, kerutan kening,
dan ayunan pena, serta bisikan hati masih terus kucari
Cahaya Rahman dan Rahim
Hingga kelak aku menghambur luruh dalam
fayakun-Mu
Al-haqir wal faqir,
Nadirsyah Hosen
Isi Buku
Bagian I: Rahasia Menghayati Kitab Suci Al-Quran
Bagaimana Memahami Al-Quran?
Metode Tafsir dalam Islam
Logika, Diplomasi, dan Berdebat dalam Al-Quran
Semua Orang Bisa Memahami Al-Quran dan Hadis?
Tafsir yang Terserak dari Suara yang Berbeda
Titik dan Koma dalam Kitab Suci
Ayatnya Sudah Jelas, Mengapa Masih Diperdebatkan Juga?
Dalalah ‘Am dalam Tafsir Al-A‘raf (7): 199
Berasyik Masyuk dengan Al-Quran
Membaca Bukan Sekadar Mengeja Kata
Bagaimana Menafsirkan Kalam Ilahi?
Tafsir yang Tak Pernah Selesai
Kata “yang Diselipkan” dalam Memahami Ayat Al-Quran
Tafsir Surah Al-Bayyinah Ayat 2: Benarkah Nabi Tidak Bisa Membaca?
Siapakah Roh yang Turun ke Bumi Saat Laylatul Qadr?
Kosong dan Berisi dalam Memahami Al-Quran
Bagian II: Tafsir Ayat-Ayat Politik
Perintah Ilahi: Jangan Memaki Sesembahan Mereka!
Tafsir Ayat “Tidak Ada Pemaksaan Memeluk Islam”
Tafsir Kata “Awliya” dan “Asbabun Nuzul” dalam QS Al-Ma‘idah [5]: 51
Bagaimana Memahami Kisah Umar bin Khaththab dan Abu Musa Al-Asy’ari?
Tafsir QS An-Nisa (4): 138—139 Bukan Mengenai Pilkada
Tafsir Al-Mumtahanah: Larangan Ber-“muwalatul kuffar”
Politisasi Ayat dan Hadis dalam Sejarah Islam
Makna Ulil Amri
Benarkah Muslim Itu Harus Keras terhadap Orang Kafir?
Kewajiban Menegakkan Hukum Allah
Kosakata dari Nusantara di dalam Al-Quran
Ngaji Kitab Ar-Risalah Karya Imam Syafi’i tentang QS An-Nisa: 59
Penjelasan tentang QS An-Nisa: 108 dan KPU
Benarkah Allah Menjanjikan Kembalinya Khilafah?
Bagian III: Menebar Benih Damai Bersama Al-Quran 173
Apa Sikap Kita terhadap Mereka yang Melecehkan Ayat Allah?
Benci, tetapi Tetap Berlaku Adil: Pesan Langit!
Anda Pernah Mem-bully Orang Lain?
Tak Kenal Maka Tak Sayang (Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 13)
Jangan Mudah Menganggap Orang Lain Munafik
Benarkah Al-Quran Itu Kitab Suci yang Paling Mengajarkan Kekerasan?
Membela Al-Quran dengan Akhlak Mulia
Benarkah Yahudi dan Nasrani Tidak Rela dengan Islam?
Misi Utama Nabi Muhammad Saw. Bukan untuk Mengislamkan Dunia
Tafsir, Perempuan, dan Keadilan
Menolak Kejahatan dengan Cara yang Lebih Baik
Bersyukur itu Kunci Kesuksesan: Tafsir Ayat Syukur
Melanjutkan Tradisi yang Baik, Mengambil Hal Baru yang Lebih Baik
Bagian IV: Al-Quran Bergelimang Makna
Memahami Beda Terjemahan dan Tafsir QS Ar-Rum (30): 59
Tafsir Utak-atik Angka
Orang-Orang yang Merasa Berjasa
Tafsir Surah An-Nisa Ayat 64: Bertawasul kepada Nabi Saw.
Surga, Bidadari, dan Mata Air dalam Surah Ar-Rahman
Tafsir Al-Tsauri: Samudra dari Kufah
Tafsir Cordoba
Amtsal dalam Al-Quran
Dialog dalam Al-Quran
Kisah dalam Al-Quran
Tafsir Wajah
Al-Quran dan “Dokumen Sejarah”
Lima Kisah Penting dari Tafsir Ar-Razi tentang “Bismillah”
Keajaiban “Bismillah” yang Disingkap oleh Tafsir Ar-Razi
Tafsir Ayat “Wa Bil Walidayni Ihsana” dari Aspek Bahasa
Benarkah Ada Yahudi dan Nasrani dalam Ayat Terakhir Al-Fatihah?
Bagian V: Benderang dalam Cahaya Al-Quran
Habib Prof. Quraish Shihab dan Tafsir Al-Mizan Syi’ah
Mengaji Surah Al-Baqarah Ayat 204—210
Keyakinan dan Kesungguhan Mencari Petunjuk Ilahi
Doa Ibn Mas’ud yang Menggetarkan
Candra Malik dalam Makrifat Cinta Al-Fatihah
Saat Rasul Berkhotbah
Ayat yang Diulang-ulang untuk Kembali Mendekati-Nya
Mereka yang Dilupakan Allah
Satunya Kata dan Perbuatan
Kesan Pertama Begitu Menggoda
Musyawarah Nabi
Nabi Muhammad Itu Al-Quran Berjalan
Apa yang Ada di Tangan Kananmu?
One Day One Juz? Masih Kalah Sama yang Satu Ini …
Bra
Namaku Layla dan Aku Lebih Mulia daripada Seribu Bulan
Cara Imam Al-Ghazali Menyelami Perhiasan Al-Quran
SKU | BA-052 |
ISBN | 978-602-291-625-3 |
Berat | 550 Gram |
Dimensi (P/L/T) | 14 Cm / 21 Cm/ 0 Cm |
Halaman | 408 |
Jenis Cover | Hard Cover |